Menu Tutup

Adakah Shalat Iftitah Sebelum Shalat Tarawih?

Di tengah sebagian komunitas muslim, dikenal istilah shalat iftitah. Aitu shalat sunnah dua raka’at ang dilakukan sebelum memulai shalat tarawih.

Pihak yang mengamalkan shalat jenis ini, berargumentasi dengan hadits-hadits berikut:

Dari Aisyah, ia berkata: “Bila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangun hendak menunaikan shalat malam, biasanya beliau memulainya dengan dua raka’at ringan.” (HR. Muslim)

Dalam memahami dan mengamalkan hadits ini dan kaitannya dengan shalat tarawih, setidaknya terdapat dua pendapat di tengah masyarakat

muslim:

Pendapat Pertama: Dasar Pensyariatan Shalat Iftitah Sebelum Tarawih.

Sebagian pihak berpendapat bahwa shalat sunnah dua raka’at yang disebutkan dalam hadits-hadits tersebut, disyariatkan secara umum sebelum melaksanakan shalat malam, termasuk shalat tarawih.

Pendapat ini didasarkan pada anggapan bahwa shalat terawih termasuk shalat malam yang dimaksudkan dalam hadits.

Pendapat Kedua: Tidak Terkait Dengan Shalat Tarawih.

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa shalat dua raka’at tersebut tidak terkait dengan shalat tarawih. Sebab alasan disyariatkannya shalat tersebut adalah dalam rangka untuk mengembalikan semangat dan kesadaran setelah bangun tidur dan berwudhu. Sedangkan shalat tarawih yang dilakukan setelah shalat isya’, tidaklah membutuhkan shalat dua raka’at tersebut. Karena kesadaran dan semangat untuk melakukan shalat tarawih sudah didapat melalui shalat isya’ dan ba’diyyahnya.

Imam an-Nawawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim mengomentari hadits tersebut:

Hadits ini menjadi dalil tentang kesunnahan menghadirkan semangat melalui shalat dua rakaat, untuk shalat-shalat setelahnya. [Yahya bin Syarah an-Nawawi, al-Minhaj Sarah Shahih Muslim bin al-Hajjaj, (Bairut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi, 1392), cet. 2, hlm. 6/54.]

Pemahaman ini dikuatkan dengan hadits yang menjelaskan bahwa orang yang hendak melakukan shalat tahajjud setelah bangun dari tidurnya, sesungguhnya dalam kondisi terikat oleh ikatan-ikatan syetan. Dan karenanya, disunnahkan untuk melepaskan ikatan tersebut dengan berwudhu dan shalat ringan dua raka’at.

Dari Abu Hurairah – radliallahu ‘anhu – : Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam – bersabda: “Setan mengikat tengkuk kepala seseorang dari kalian saat dia tidur dengan tiga tali ikatan dan syaitan mengikatkannya sedemikian rupa sehingga setiap ikatan diletakkan pada tempatnya lalu (dikatakan) kamu akan melewati malam yang sangat panjang maka tidurlah dengan nyenyak. Jika dia bangun dan mengingat Allah maka lepaslah satu tali ikatan. Jika kemudian dia berwudhu’ maka lepaslah tali yang lainnya dan bila ia mendirikan shalat lepaslah seluruh tali ikatan dan pada pagi harinya ia akan merasakan semangat dan kesegaran yang menenteramkan jiwa. Namun bila dia tidak melakukan seperti itu, maka pagi harinya jiwanya merasa tidak segar dan menjadi malas beraktifitas.” (HR. Bukhari)

Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa shalat tersebut adalah shalat wudhu. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh imam al-Azhim Abadi (w. 1329 H) dengan mengutik shohib al-Azhar dalam kitabnya ‘Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud:

Maksud dari dua raka’at tersebut adalah dua raka’at shalat wudhu. [Muhammad Asyraf al-Azhim Abadi, ‘Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1415), cet. 2, hlm. 4/144.]

Sumber:
Isnan Ansory, Lc., M.Ag., I’tikaf, Qiyam al-Lail, Shalat ’Ied dan Zakat al-Fithr di Tengah Wabah, Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2020.

Baca Juga: