Akad Mudharabah dalam Ekonomi Islam

A. Pengertian, Sumber Hukum, Rukun, Jenis, dan Sifat Mudharabah

a. Pengertian Mudharabah

Secara etimologis, mudharabah berasal dari kata dharaba – yadhribu – dharban yang artinya memukul. Dengan ditambahnya alif pada dho’, maka kata ini memiliki konotasi “saling memukul” yang berarti mengandung subjek lebih dari satu orang. Para fukoha memandang mudharabah dari akar kata ini dengan merujuk kepada pemakaiannya dalam al-Qur’an yang selalu disambung dengan kata depan “fi” kemudian dihubungkan dengan “al-ardh” yang memiliki pengertian berjalan di muka bumi. Mudharabah merupakan bahasa yang biasa dipakai oleh penduduk Irak sedangkan penduduk Hijaz lebih suka menggunakan kata “qirodh” untuk merujuk pola perniagaan yang sama. Mereka menamakan qiradh yang berarti memotong karena si pemilik modal memotong dari sebagian hartanya untuk diniagakan dan memberikan sebagian dari labanya. Kadang-kadang juga dinamakan dengan muqaradhah yang berarti sama-sama memiliki hak untuk mendapatkan laba karena si pemilik modal memberikan modalnya sementara pengusaha meniagakannya dan keduanya sama-sama berbagi keuntungan. Dalam istilah fikih muamalah, mudharabah adalah suatu bentuk perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan modalnya kepada pengusaha/pengelola, untuk diniagakan dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan kerugian, jika ada, akan ditanggung oleh si pemilik modal. Para ulama sepakat bahwa landasan syariah mudharabah dapat ditemukan dalam al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ dan qiyas.

b. Sumber Hukum
1) Al-Qur’an
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebarkanlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT.” (QS 62:10)
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan).”
(QS 2:198).
2) As-Sunnah
Dari shalih bin suaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: Jual beli secara tanngguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur adukan dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).
3) Ijma
Diantara ijma mudharabah adanya riwayat yang menyatakan bahwa jemaah dari sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah, perbuatan tersebut tidak ditentang oleh sahabat lainnya.
4) Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqoh (menyuruh seorang untuk mengelola kebun) selain diantara manusia ada yang miskin ada pula yang kaya, disuatu sisi lain banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya, di sisi lain tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan diatas, yakni untuk kemashalatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.