Menu Tutup

Aliran Maturidiyah: Pengertian, Doktrin Ajaran dan Aliran

Pengertian

Maturidiyah adalah aliran pemikiran kalam yang berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’.

Al-Maturidy mendasarkan pikiran-pikiran dalam soal-soal kepercayaan kepada pikiran-pikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya   fiqh-ul Akbar dan fiqh-ul Absath dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab tersebut. Maturidiyah lebih mendekati golongan Muktazillah.

Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-Qur’an yaitu kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran Al-Qur’an. Dalam menfsirkan Al-Qur’an Al Maturidi membawa ayat-ayat yang mu- tasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan jelas pengerti- annya). Ia menta’wilkan yang muhtasyabih berdasarkan pengertian yang ditunjuk- kan oleh yang muhkam. Jika seorang mikmin tidak mempunyai kemampuan untuk menta’wilkannya, maka bersikap menyerah adalah lebih selamat.

Aliran Maturidiyah lahir di samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pen- dirinya adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al Maturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu`tazilah. Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab Hanafi. Al Maturidi dalam pe- mikiran teologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin banyak dipenga- ruhi oleh Abu Hanifa karena Al-Maturidi sebagai pengikat Abu Hanifa. Dan timbul- nya aliran ini sebagai reaksi terhadap mu’tazilah.

Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan, pada pertengahan abad ke-3 H terjadi pertentangan yang hebat antara golongan Muk- tazilah dan para ulama. Sebab, pendapat Muktazilah dianggap menyesatkan umat Islam. Al-Maturidi yang hidup pada masa itu melibatkan diri dalam pertentangan tersebut dengan mengajukan pemikirannya. Pemikiran-pemikiran Al-Maturidi dini- lai bertujuan untuk membendung tidak hanya paham Muktazilah, tetapi juga aliran Asy’ariyah. Banyak kalangan yang menilai, pemikirannya itu merupakan jalan ten-gah antara aliran Muktazilah dan Asy’ariyah. Karena itu, aliran Maturidiyah sering disebut “berada antara teolog Muktazilah dan Asy’ariyah”. Namun, keduanya (Ma- turidi dan Asy’ari) secara tegas menentang aliran Muktazilah.

Doktrin Ajaran

  • Akal dan Wahyu

Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al-Qur’an dan akal, akal banyak digunakan di antaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Allah dan kewajiban mengetahui Allah dapat diketahui dengan akal. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan Allah.

  • Perbuatan Manusia

Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.

  • Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan

Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah berbuat dengan sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.

  • Sifat Tuhan

Sifat-sifat Allah itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzāt wa lā hiya ghairuhū). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya Dzat Allah.

  • Melihat Tuhan

Menurut Al-Maturidi, manusia dapat melihat Tuhan, sebagaimana firman Allah QS. Al-Qiyamah: 22-23.

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tu- hannyalah mereka melihat.”

Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.

  • Kalam Tuhan

Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalām nafsī (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadis). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara. Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al-Qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al-Maturidi lebih suka menyebutnya hadis sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al-Qur’an.

  • Perbuatan Tuhan

Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya.

Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya, Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.

  • Pengutusan Rasul

Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.

  • Pelaku Dosa Besar

Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik. Menurut Al Maturidi, iman itu cukup dengan membenarkan (tashdiq) dan dinyatakan (iqrar), sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.

  • Iman

Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan.:

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‹kami telah tunduk›, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul- Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.» (QS. Al Hujurat [49]: 14

Madzhab Aliran Maturidiyah

  • Golongan

Golongan ini adalah pengikut Al Maturidi sendiri, golongan ini cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan, Maturidi dan Asy’ary terdapat kesamaan pandangan. Menurut maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat, Tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya. Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa janji dan ancaman Tuhan, kelak pasti terjadi.

  • Golongan Buhara

Golongan Maturidiyah Bukhara adalah pengikut-pengikut Al Bazdawi dalam aliran Al Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al Asy’ary. Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al Yusr

Muhammad Al Bazdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Al Bazdawi dapat menerima ajaran Al Maturidi dari orang tuanya. Al Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Al Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat Islam yang bermazhab Hanafi. Pemikiran-pemikiran Maturidiyah sampai sekarang masih hidup dan berkembang di kalangan umat Islam.

Sumber: academia.edu

Baca Juga: