Menu Tutup

Ancaman Hukuman KDRT menurut UU No. 23 tahun 2004

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang masih sering terjadi di masyarakat. KDRT tidak hanya menimpa perempuan dan anak-anak, tetapi juga laki-laki. KDRT dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, atau penelantaran rumah tangga.

Larangan dalam UU KDRT

Untuk mencegah dan memberantas KDRT, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Dalam undang-undang ini, terdapat sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh setiap orang dalam lingkup rumah tangga. Larangan-larangan tersebut adalah:

  • Kekerasan fisik: perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat pada orang lain dalam rumah tangga.
  • Kekerasan psikis: perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri atau kemampuan untuk bertindak, atau penderitaan psikis berat pada orang lain dalam rumah tangga.
  • Kekerasan seksual: perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual terhadap orang yang menetap dalam rumah tangga, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual terhadap orang dalam rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu.
  • Penelantaran rumah tangga: perbuatan menelantarkan orang dalam rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku atau karena persetujuan/perjanjian, ia wajib memenuhi kebutuhan hidup orang tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi orang yang menyebabkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Sanksi pidana dalam UU KDRT

UU No. 23 tahun 2004 juga mengatur sanksi pidana bagi pelaku KDRT. Sanksi pidana tersebut bervariasi tergantung pada jenis dan dampak kekerasan yang dilakukan. Berikut adalah ancaman hukuman bagi pelaku KDRT menurut undang-undang ini:

  • Kekerasan fisik: pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta; pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp 30 juta jika kekerasan fisik tersebut menyebabkan korban jatuh sakit atau luka berat; pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 45 juta jika kekerasan fisik tersebut menyebabkan korban meninggal; pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp 5 juta jika kekerasan fisik tersebut dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari .
  • Kekerasan psikis: pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 9 juta; pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp 3 juta jika kekerasan psikis tersebut dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari .
  • Kekerasan seksual: pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36 juta .
  • Penelantaran rumah tangga: pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta .

Jika yang menjadi korban KDRT adalah anak, maka pelaku juga dapat dijerat dengan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam undang-undang ini, ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap anak adalah pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.

Kesimpulan

KDRT adalah perbuatan yang melanggar hak asasi manusia dan merugikan korban secara fisik, psikis, seksual, dan ekonomi. UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga telah mengatur larangan dan sanksi pidana bagi pelaku KDRT. Sanksi pidana tersebut bertujuan untuk memberikan efek jera dan perlindungan bagi korban. Oleh karena itu, setiap orang harus menghormati dan menghargai orang lain dalam rumah tangga dan tidak melakukan kekerasan dalam bentuk apapun.

Baca Juga: