Menu Tutup

Apa Itu Politik Menurut Para Ahli?

Politik adalah salah satu konsep yang paling banyak dibicarakan, namun seringkali sulit untuk didefinisikan secara tepat. Sebagai sebuah disiplin ilmu, politik telah menjadi objek studi para ahli selama berabad-abad, mulai dari filsuf Yunani kuno seperti Plato dan Aristoteles hingga para ilmuwan politik modern seperti Robert Dahl, David Easton, dan Hannah Arendt. Setiap ahli memiliki perspektif yang unik tentang apa itu politik, dan melalui tulisan ini, kita akan mengeksplorasi berbagai definisi dan pemahaman tentang politik menurut para ahli.

1. Politik sebagai Seni Mengatur Negara (Plato dan Aristoteles)

Plato, salah satu filsuf Yunani kuno yang paling berpengaruh, memandang politik sebagai seni mengatur negara. Dalam bukunya Republic, Plato menggambarkan politik sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang adil dan harmonis. Menurutnya, politik adalah tentang bagaimana mengatur kehidupan bersama dalam suatu negara agar mencapai kebaikan bersama. Plato juga menekankan pentingnya pemimpin yang bijaksana dan berpengetahuan luas, yang ia sebut sebagai “raja-filsuf.”

Aristoteles, murid Plato, memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Dalam bukunya Politics, Aristoteles mendefinisikan politik sebagai “ilmu tentang kebaikan bersama.” Ia melihat politik sebagai aktivitas yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat melalui pengaturan kekuasaan dan sumber daya. Aristoteles juga memperkenalkan konsep bahwa manusia adalah “zoon politikon” atau makhluk politik, yang berarti bahwa manusia secara alami cenderung untuk hidup dalam masyarakat dan terlibat dalam aktivitas politik.

2. Politik sebagai Perjuangan Kekuasaan (Niccolò Machiavelli)

Niccolò Machiavelli, seorang filsuf dan politikus Italia dari abad ke-16, memberikan perspektif yang lebih pragmatis tentang politik. Dalam bukunya The Prince, Machiavelli menggambarkan politik sebagai perjuangan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Menurutnya, politik tidak selalu tentang moralitas atau etika, tetapi lebih tentang strategi, manipulasi, dan kekuatan. Machiavelli terkenal dengan ungkapannya bahwa “tujuan menghalalkan cara,” yang berarti bahwa dalam politik, hasil akhir seringkali lebih penting daripada cara mencapainya.

Pandangan Machiavelli ini sering dianggap kontroversial, namun tidak dapat dipungkiri bahwa ia telah memberikan kontribusi besar dalam memahami dinamika kekuasaan dalam politik. Konsepnya tentang realpolitik, atau politik yang didasarkan pada kepentingan dan kekuatan, masih relevan hingga saat ini.

3. Politik sebagai Alokasi Sumber Daya (Harold Lasswell)

Harold Lasswell, seorang ilmuwan politik Amerika abad ke-20, mendefinisikan politik sebagai “siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana.” Definisi ini menekankan pada proses alokasi sumber daya dalam masyarakat. Menurut Lasswell, politik adalah tentang bagaimana keputusan dibuat mengenai distribusi sumber daya yang terbatas, seperti kekayaan, kekuasaan, dan hak-hak istimewa.

Lasswell juga menekankan pentingnya komunikasi dan simbol-simbol dalam politik. Ia melihat bahwa politik tidak hanya terjadi di gedung-gedung pemerintahan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari, di mana orang-orang bernegosiasi dan bersaing untuk mendapatkan sumber daya yang mereka butuhkan.

4. Politik sebagai Sistem (David Easton)

David Easton, seorang ilmuwan politik Kanada, memperkenalkan konsep politik sebagai sebuah sistem. Menurut Easton, politik adalah “alokasi nilai-nilai yang bersifat otoritatif bagi masyarakat.” Ia melihat politik sebagai sebuah proses yang melibatkan input (seperti tuntutan dan dukungan dari masyarakat) dan output (seperti kebijakan dan keputusan pemerintah). Easton juga menekankan pentingnya umpan balik (feedback) dalam sistem politik, di mana output pemerintah memengaruhi input dari masyarakat, dan seterusnya.

Konsep Easton ini membantu kita memahami politik sebagai sebuah proses yang dinamis dan terus berubah, di mana berbagai faktor saling memengaruhi untuk menciptakan keseimbangan atau ketidakseimbangan dalam sistem.

5. Politik sebagai Ruang Publik (Hannah Arendt)

Hannah Arendt, seorang filsuf politik Jerman-Amerika, memandang politik sebagai ruang publik di mana individu-individu dapat berpartisipasi dalam diskusi dan pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan bersama. Menurut Arendt, politik adalah tentang kebebasan dan tindakan. Dalam bukunya The Human Condition, ia menjelaskan bahwa politik adalah arena di mana manusia dapat mengungkapkan diri mereka, berdebat, dan bertindak bersama untuk menciptakan perubahan.

Arendt juga membedakan antara “kekuasaan” (power) dan “kekerasan” (violence). Menurutnya, kekuasaan muncul dari tindakan kolektif dan persetujuan bersama, sementara kekerasan adalah alat yang digunakan ketika kekuasaan tidak lagi efektif. Pandangan Arendt ini menekankan pentingnya partisipasi aktif warga negara dalam politik.

6. Politik sebagai Konflik dan Konsensus (Carl Schmitt dan John Rawls)

Carl Schmitt, seorang filsuf politik Jerman, memandang politik sebagai arena konflik antara “kawan” dan “lawan.” Menurut Schmitt, esensi politik adalah pembedaan antara siapa yang termasuk dalam kelompok kita (kawan) dan siapa yang dianggap sebagai ancaman (lawan). Pandangan ini menekankan pada aspek konflik dalam politik, di mana identitas kelompok dan kepentingan seringkali menjadi sumber persaingan dan pertentangan.

Di sisi lain, John Rawls, seorang filsuf politik Amerika, memandang politik sebagai upaya untuk mencapai konsensus melalui keadilan. Dalam bukunya A Theory of Justice, Rawls memperkenalkan konsep “keadilan sebagai fairness,” di mana ia mengusulkan bahwa prinsip-prinsip keadilan harus ditetapkan melalui kesepakatan bersama dalam masyarakat. Rawls melihat politik sebagai proses untuk menciptakan tatanan sosial yang adil dan inklusif.

7. Politik sebagai Praktik Kekuasaan (Michel Foucault)

Michel Foucault, seorang filsuf Prancis, memandang politik sebagai praktik kekuasaan yang tersebar di seluruh aspek kehidupan. Menurut Foucault, kekuasaan tidak hanya terpusat pada negara atau pemerintah, tetapi juga hadir dalam hubungan sosial, institusi, dan bahkan dalam pengetahuan dan wacana. Foucault melihat bahwa kekuasaan tidak selalu bersifat represif, tetapi juga produktif, dalam arti ia membentuk cara kita berpikir, bertindak, dan memahami dunia.

Pandangan Foucault ini mengajarkan kita untuk melihat politik tidak hanya sebagai aktivitas formal di tingkat negara, tetapi juga sebagai sesuatu yang hadir dalam kehidupan sehari-hari, di mana kekuasaan terus-menerus dinegosiasikan dan diperebutkan.

Kesimpulan

Politik adalah konsep yang kompleks dan multidimensi, yang dapat dipahami dari berbagai perspektif. Dari pandangan klasik Plato dan Aristoteles yang melihat politik sebagai seni mengatur negara, hingga pandangan modern seperti Foucault yang melihat politik sebagai praktik kekuasaan yang tersebar, setiap ahli memberikan wawasan yang berharga tentang apa itu politik.

Pada intinya, politik adalah tentang bagaimana manusia mengatur kehidupan bersama, mengalokasikan sumber daya, dan memperjuangkan kepentingan mereka. Politik juga tentang kekuasaan, konflik, dan konsensus, serta tentang bagaimana kita sebagai individu dan masyarakat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup kita.

Lainnya