Menu Tutup

Asuransi: Pengertian, Sejarah, Manfaat dan Dasar Hukum

1. Pengertian Asuransi

Istilah asuransi dalam perkembangannya di Indonesia berasal dari kata Belanda assurantie yang kemudian menjadi “asuransi” dalam bahasa Indonesia.

Namun istilah assurantie itu sendiri sebenarnya bukanlah istilah asli bahasa Belanda akan tetapi, berasal dari bahasa Latin, yaitu assecurare yang berarti “meyakinkan orang”. Kata ini kemudian dikenal dalam bahasa Perancis sebagai assurance.

Demikian pula istilah assuradeur yang berarti “penanggung” dan geassureerde yang berarti “tertanggung” keduanya berasal dari perbendaharaan bahasa Belanda.

Sedangkan dalam bahasa Belanda istilah “pertanggungan” dapat diterjemahkan menjadi insurance dan assurance. Kedu istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda, insurance mengandung arti menanggung segala sesuatu yang mungkin terjadi. Sedangkan assurance menanggung sesuatu yang pasti terjadi.

Istilah assurance lebih lanjut dikaitkan dengan pertanggungan yang berkaitan dengan masalah jiwa seseorang.[1]

Banyak pendapat mengenai pengertian asuransi, antara lain:

Asuransi dapat diartikan sebagai persetujuan di mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapat premi, untuk mengganti kerugian, atau tidak diperolehnya keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu.[2]

Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai asuransi yaitu, Asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam golongan perjanjian untunguntungan (kansovereenkomst).

Suatu perjanjian untung-untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian yang mana akan menentukan untung ruginya salah satu pihak.[3]

Asuransi dalam sudut pandangan ekonomi merupakan metode untuk mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan. Dan dari sudut pandang bisnis adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima atau menjual jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan dengan berbagi risiko di antara sejumlah nasabahnya.

Dari sudut pandangan sosial asuransi sebagai sebuah organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggotaanggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota asuransi tersebut.[4]

Abbas Salim, dalam bukunya memberikan definisi sebagai berikut, asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (subtitusi) kerugiankerugian besar yang belum pasti.[5]

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Bab Kesembilan pasal 246 dijelaskan tentang pengertian Asuransi yaitu:

“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian ,dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang di harapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.”

Dalam pengertian yang terdapat dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tersebut dapat di simpulkan adanya 3 (tiga) unsur penting dalam Asuransi, yaitu:

Pertama, Pihak tertanggung mengikatkan kepada pihak penanggung.

Kedua, Pihak penanggung mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung, karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Ketiga, Suatu kejadian atau  peristiwa yang tidak tentu jelas akan terjadi.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi adalah perjanjian antara kedua belah pihak yaitu tertanggung dengan penanggung untuk mengatasi risiko yang belum pasti akan terjadi, yang mana pihak tertanggung harus membayarkan premi dengan jumlah tertentukepada pihak penanggung sebagai jaminan pembayaran ketika ada kerugian.

2. Sejarah Asuransi di Dunia

Asuransi yang merupakan buah peradaban manusia, diciptakan guna mengatasi kesulitan manusia. Hal ini dimulai sebagai suatu gagasan untuk memperoleh proteksi terhadap rasa aman karena ketidakpastian yang selalu mengikutinya.

Apabila kepastian sudah diperoleh maka manusia sudah merasa terlindungi artinya ia sudah mendapatkan apa yang ia butuhkan ialah adalanya proteksi.

Asuransi yang dimulai sebagai suatu gagasan akan terpenuhinya kebutuhan akan adanya suatu proteksi, tumbuh dan berkembang terus, sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia yang sejalan dengan tingkat perkembangan kebudayaan sehingga sampai pada tingkat kemajuan ekonomi tertentu serta sampai keadaan seperti sekarang ini.[6]

Menurut Wirjono Prodjodikoro sejarah lahirnya perasuransian dapat dilihat dari beberapa periode zaman, antara lain:

Sebelum masehi

Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great (356-323 BC) seorang pembantunya bernama Antimenes memerlukan sangat banyak uang guna membiayai pemerintahannya pada waktu itu.

Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes mengumumkan kepada para pemilik budak belian supaya mendaftarkan budak-budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes.

Sebagai imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu ditangkap, atau jika tidak dapat ditangkap, dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya.[7]

Apabila ditelaah dengan teliti, uang yang diterima oleh Antimenes dari pemilik budak itu adalah semacam premi yang diterima dari tertanggung, sedangkan kesanggupan Antimenes untuk menangkap budak yang melarikan diri atau membayar ganti kerugian karena budak yang hilang adalah semacam resiko yang dipikul oleh penanggung.

Perjanjian ini mirip dengan asuransi kerugian. Selanjutnya, Scheltema menjelaskan bahwa pada zaman Yunani banyak juga orang yang meminjamkan sejumlah uang kepada Pemerintah Kotapraja dengan janji bahwa pemilik uang tersebut diberi bunga setiap bulan sampai wafatnya dan bahkan setelah wafatnya diberi bantuan biaya pungutan.

Jadi perjanjian ini mirip dengan asuransi jiwa, bedanya hanya pada pembayaran premi dan santunan.

Pada asuransi jiwa, tertanggung yang membayar premi setiap bulan, bila terjadi kematian atau asuransi jiwa berakhir tanpa kematian, tertanggung memperoleh pembayaran dari penanggung. Pada pinjaman Pemerintah Kotapraja pemerintah membayar bunga setiap bulan kepada pemilik uang serta biaya penguburan bila pemilik uang meninggal dunia.[8]

Perjanjian seperti ini terus berkembang pada zaman Romawi sampai kirakira tahun ke-10 sesudah Masehi. Pada waktu itu dibentuk semacam perkumpulan (collegium). Setiap anggota perkumpulan harus membayar uang pangkal dan iuran bulanan.

Apabila ada anggota perkumpulan yang meninggal dunia, perkumpulan memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya.

Apabila ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, perkumpulan memberikan bantuan biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu, perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara.

Dapat ditarik kesimpulan, dari sejarah  pada abad sebelum masehi di atas, baik kisah tentang Antimenes, peminjaman uang kepada pemerintah Kotapraja hingga dibentuknya perkumpulan (collegium), bahwa perjanjian tersebut merupakan peristiwa hukum permulaan dari perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jiwa, yang sekarang ini dimodifikasi sedemikian rupa hingga menjadi perjanjian asuransi yang dapat digunakan oleh semua orang melalui perjanjian polis.

Abad pertengahan

Peristiwa-peristiwa hukum yang telah diuraikan di atas terus berkembang pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu) perkumpulan yang disebut glide.

Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggotaanggotanya dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, glide akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana glide yang terkumpul dari anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.[9]

Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke13 dan abad ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat.

Akan tetapi, tidak sedikit bahaya mengancam dalan perjalanan perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai terpikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal perkembangan asuransi kerugian laut.

Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu, sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah dibayar kembali.

Akan tetapi, apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya, ini disebut bodemeri.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai premi, sedangkan pemilik uang berfungsi sebagas pihak yang menanggung risiko kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian.

Jadi, uang hilang itu dianggap seolah-olah sebagai ganti kerugian kepada pemilik kapal dan barang muatannya.

Karena ada larangan menarik bunga oleh agama Nasrani yang dianggap sebagai riba, maka pola perjanjian tersebut diubah.

Dalam perjanjian peminjaman uang itu, pemberi pinjaman tidak perlu memberikan sejumlah uang lebih dahulu kepada pemilik kapal dan barang muatannya, tetapi setelah benar-benar terjadi bahaya yang menimpa kapal dan barang muatannya, barulah dapat diberikan sejumlah uang.

Namun, pada permulaan berlayar pemilik kapal dan barang muatannya perlu menyetor sejumlah uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menanggung.

Dengan ketentuan apabila tidak terjadi peristiwa yang merugikan, maka uang yang sudah disetor itu menjadi hak pemberi pinjaman. Jadi, fungsi uang setoran tersebut mirip dengan premi asuransi.

Dapat diambil kesimpulan bahwa pada pertengahan abad ke 11-14 Masehi permulaan perkembangan asuransi kerugian seperti kebakaran dan asuransi terhadap bahaya di laut ini telah ada, sebagaimana yang terdapat dalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang Pasal 247 menyebutkan tentang 5 macam asuransi, yaitu:

  • Asuransi terhadap kebakaran
  • Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian
  • Asuransi terhadap kematian orang (asuransi jiwa)
  • Asuransi terhadap       bahaya          di         laut     dan perbudakan
  • Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai-sungai.

Asuransi ini berkembang pesat terutama di negara-negara pantai (coastal countries), seperti Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, Denmark, dan lainlain.

Sesudah abad pertengahan

Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di negara-negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada abad ke-17, kemudian di Prancis pada abad ke-18, dan terus ke negeri Belanda.

Perkembangan pesat asuransi laut di negaranegara tersebut dapat dimaklumi karena negaranegara tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama daerah-daerah jajahan mereka.

Pada waktu pembentukan Code de Commerce Prancis awal abad ke-19 asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, disamping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam UndangUndang Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906.

Berdasarkan asas konkordasi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsbland No. 23 Tahun 1847.

Dengan demikian Hingga abad ke-19 asuransi laut sudah dibuat peraturan undang-undang yaitu undang-undang Hukum Dagang yang berlaku hingga sekarang, dan masih diterapkan di Indonesia.

Abad ilmu dan teknologi.

Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak positif pada perkembangan usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha tidak hanya bidang asuransi, tetapi juga bidang penunjang asuransi.

Pembangunan bidang prasarana transportasi sampai daerah pelosok mendorong perkembangan sarana transportasi darat, laut dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang dari suatu daerah ke daerah bahkan ke negara lain.

Ancaman bahaya lalu lintas juga semakin meningkat, sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan dan jiwa penumpang juga meningkat. Keadaan ini mendorong perkembangan perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa serta asuransi sosial (social security insurance).

Pembangunan di bidang ekonomi ditandai oleh munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memerlukan banyak modal melalui kredit, bangunan kantor, tenaga kerja yang membuthkan jaminan perlindungan dari ancaman bahaya kemacetan, kebakaran dan kecelakaan kerja.

Hal ini mendorong perkembangan asuransi kredit, asuransi kebakaran, dan asuransi tenaga kerja.  Perkembangan di bidang teknologi satelit komunikasi juga memerlukan perlindungan dari ancaman kegagalan peluncuran dan berfungsi satelit sehingga perlu diasuransikan.

Hal ini pernah terjadi ketika Indonesia meluncurkan satelit Palapa B2 yang gagal masuk garis orbit. Karena kegagalan tersebut, Indonesia mengklaim dan mendapat ganti kerugian.

Perkembangan usaha perasuransian mengikuti perkembangann ekonomi masyarakat. Makin tinggi pendapatan perkapita masyarakat, makin mampu masyarakat memilih harta kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan keselamatannya dari ancaman bahaya. Karena pendapatan masyarakat meningkat, maka kemampuan membayar premi asuransi juga meningkat.

Dengan demikian dari sini usaha perasuransian berkembang. Kini banyak sekali jenis asuransi yang berkembang dalam masyarakat, yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa dan asuransi sosial yang diatur dalam berbagai undang-undang.

Dalam kitab undang-undang Hukum Dagang disebutkan berbagai macam asuransi, di antaranya asuransi kebakaran, asuransi pertanian, asuransi pengangkutan dan asuransi laut. Akan tetapi di dalam praktek telah timbul berbagai macam asuransi lainnya, karena memang pada asasnya tiap kemungkinan menderita kerugian yang dapat dinilai dengan uang dapat diasuransikan.

Hingga bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.

Asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia sejak berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Dagang Belanda di Indonesia pada tahun 1848. Berlakunya KUH Dagang Belanda di Indonesia adalah atas dasar asas konkordasi yang dimuat dalam Stb 1943 No. 23, yang diundangkan pada tanggal 30 April 1947, dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.

Tahun 1992 merupakan tahun yang bersejarah bagi dunia perasuransian di Indonesia. Merupakan fakta sejarah bahwa tahun 1992 merupakan untuk pertama  kalinya bangsa Indonesia mempunyai Undang-Undang yang khusus mengatur tentang usaha perasuransian.

Undang-Undang yersebut adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Maka kedudukan asuransi baik baik dalam perspektif perekonomian maupun bagi kehidupan masyarakat menjadi jelas.

Berbagai hal yang yang terkait dengan perasuransian baik peraturan-peraturan pokok, maupun aspek-aspek lainnya telah dicantumkan di dalamnya, sehingga merupakan pegangan bagi seluruh masyarakat bangsa Indonesia dalam melakukan kegiatan yang bersangkut paut dengan usaha perasuransian.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa asuransi dan lembaga asuransi masuk dalan tata pergaulan hukum di Indonesia bersamaan dengan berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Belanda) yang berlaku di Indonesia sebagaimana disebut diatas.

Hal ini dapat pula dipakai sebagai suatu bukti bahwa asuransi dan lembaga asuransi yang semula sebagai lemabaga asing mulai dikenal di Indonesia.

Dengan menggunakan referensi perkembangan usaha perasuransian dunia sebagai bench marking kiranya para pelaku usaha perasuransian di Indonesia seyogyanya mampu untuk segera menyesuaikan diri dalam rangka memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar.

3. Manfaat Asuransi

Perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan untuk menggantikan kerugian pada tertanggung, maka tertanggung harus dapat menunjukkan bahwa dia menderita kerugian dan benar-benar menderita kerugian.[10]

Memberikan perlindungan atas kerugian keuangan yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya. Berdasarkan prinsip keseimbangan dengan asuransi bermanfaat untuk mengembalikan posisi keuangan seseorang pada keadaan semula. Maka dapat diuraikan lebih jelas lagi mengenai manfaat asuransi sebagai berikut:

Pengalihan Resiko

Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer theory), tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan menderita kerugian material atau korban jiwa atau cacat raganya.

Secara ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruh perjalanan hidup seseorang atau ahli waris. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

Untuk mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban risiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi.

Dalam dunia bisnis Perusahaan Asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan imbalan pembayaran premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya.

Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.

Dengan menerima risiko dari tertanggung, perusahaan asuransi jelas akan menanggung risiko sendiri. Berkaitan dengan keadaan tersebut, timbul pertanyaan, mengapa perusahaan asuransi bersedia menerima hal tersebut?.

Hal demikian antara lain disebabkan pada dasarnya perusahaan asuransi itu memiliki keahlian untuk menerapkan teknik-teknik mengurangi risiko yang tidak terbuka bagi setiap pihak yang ditanggung dan karena itu membuat risiko yang dialihkan kepadanya dapat memberikan keuntungan baginya dari premi yang dikenakan.

Adapun teknik-teknik mengurangi atau memperkecil risiko tersebut pada dasarnya yang dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi sebagai penanggung adalah sebagai berikut :

Keahlian, yaitu dengan menjadi seorang ahli dalam menanggung risiko, maka perusahaan asuransi mempunyai pengetahuan yang lebih banyak tentang risiko daripada para tertanggung.

Pengelompokan, yaitu menerapkan berlakunya bilangan besar (law of large number) dan membuat risiko lebih mudah untuk diramalkan dengan memakai data statistik yang dihimpunnya.

Apabila kelompok risiko tidak cukup besar untuk meningkatkan daya peramalannya, para penanggung akan mengatur kelompok-kelompok antara perusahaan sehingga penyebarannya cukup luas untuk mengurangi penyimpangan kerugian-kerugian sebenarnya dari yang diperkirakan.

Pencegahan risiko, yakni apabila keadaan keuangan perusahaan asuransi cukup kuat, mereka dapat memperkuat atau menambah atau melengkapi saranasarana untuk mengurangi risiko oleh tertanggung.

Melakukan pengalihan risiko lebih lanjut yaitu melalui lembaga reasuransi yang dimungkinkan oleh Pasal 271 KUHD.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi mempunyai manfaat untuk mengalihkan atau membagi risiko karena ketidak pastian terhadap suatu peristiwa.

Bagi suatu perusahaan, akan memperoleh rasa tenteram dari risiko yang dihadapinya atas kegiatan usahanya pada harta miliknya, serta dapat mendorong keberaniannya menggiatkan usaha yang lebih besar dengan risiko yang lebih besar pula, sebab risiko yang lebih besar tersebut telah diambil alih oleh penanggung.

Pihak bank memiliki risiko misalnya, kerugian dibawa kaburnya uang nasabah, risiko kredit macet, risiko kecurian, risiko kebakaran, dan sebagainya sehingga dapat lebih tenang dari resiko. Begitupula bagi kepala keluarga yang bisa lebih tentram jika terdapat resiko yang menimpa keluarganya dan lainlain.

Pembayaran Ganti Kerugian

Seluruh perusahaan asuransi tidak ada yang luput dari tuntutan ganti kerugian oleh para pemegang polis yang mengalami musibah. Jenis asuransi ini meliputi asuransi kerugian , asuransi jiwa dan asuransi jaminan sosial.

Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya.

Dalam praktiknya, kerugian yang timbul itu bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembanyaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh dideritanya.

Jika dibandingkan dengan jumlah premi diterima dari beberapa tertanggung maka jumlah ganti kerugian yang dibayarkan kepada tertanggung yang menderita kerugian itu tidaklah begitu besar jumlahnya. Kerugian yang diganti oleh penanggung itu hanya sebagian kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung.

Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila dalam jangka waktu asuransi terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa diri tertanggung, maka penanggung akan membayar jumlah asuransi yang telah disepakati bersama seperti tercantum dalam polis.

Jumlah asuransi yang disepakati itu merupakan dasar perhitungan premi dan untuk memudahkan penanggung membayar sejumlah uang akibat terjadinya peristiwa kematian atau kecelakaan. Jadi, pembayaran sejumlah uang itu bukan sebagai ganti kerugian karena jiwa atau raga manusia bukan harta kekayaan dan tidak dapat dinilai dengan uang.

Dengan demikian pembayaran kerugian diambil sesuai dengan perjanjian di awal polis antara pihak penanggung dan tertanggung jika tertanggung mengalami peristiwa yang merugikan pihak tertanggung seperti adanya kebakaran pada rumah, pencurian pada mobil, dan lain sebagainya.

Begitupula pada asuransi jiwa jika mengalami kematian atau sakit yang membutuhkan pengobatan makan pihak penanggung akan memberikan sejumlah dana klaim dari premi yang telah dibayarkan oleh pihak tertanggung sesuai kesepakatan awal pada polis.

Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil. Semakin besar kemungkinan terjadinya suatu kerugian dan semakin besar kerugian yang mungkin ditimbulkannya makin besar pula premi pertanggungannya.

Membantu meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi akan melakukan investasi sesuai bidang usaha tertentu.

Dari sini dapat diketahui manfaat dalam asuransi sehingga memudahkan masyarakat dalam menjalani kehidupannya dengan rasa aman terhadap resiko yang kemungkinan akan terjadi.

Dengan mendapatkan pembayaran kerugian atau dana klaim dari perusahaan asuransi ketika terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan dari premi yang dibayarkan oleh pihak tertanggung sesuai kesepakatan awal di dalam polis.

Serta tertanggung mendapatkan keuntungan dari premi yang dibayarkan karena premi yang dibayarkan oleh pihak tertanggung akan di investasikan kembali pada bidang usaha tertentu dan hasilnya akan dibagi dua dengan penanggung sesuai kesepakatan bersama.

4. Dasar Hukum Asuransi

Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di Indonesia diatur dalam beberapa tempat, antara lain dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), Dalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang KUHD ada dua cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus.

Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku 1 Bab 9 Pasal 246-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-308 KUHD dan buku ii Bab 9 dan 10 Pasal 592695 KUHD dengan rincian sebagai berikut:

  • Asuransi kebakaran Pasal 287-298 KUHD
  • Asuransi hasil pertanian Pasal 299-301 KUHD
  • Asuransi jiwa Pasal 302-308 KUHD
  • Asuransi pengkutan laut dan perbudakan Pasal 592-685 KUHD
  • Asuransi pengangkut darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686-695 KUHD.

UU No. 2 Tahun 1992 tentag Usaha Perasuransian, PP No. 63 Tahun 1999 tentang Perubahan atas PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian serta aturan-aturan lain yang mengatur Asuransi Sosial yang diselanggarakan oleh BUMN Jasa Raharja (Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang), Astek (Asuransi Sosial Tenaga Kerja), dan Akses (Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan).

Dengan berlakunya Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dan perundangundangan asuransi sosial di samping ketentuan dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai aturan hukum yang mengatur tentang usahaa perasuransisan, baik dari segi keperdataan maupun dai segi public administratif.

[1] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Perdana Media, 2009), h. 243

[2] Radiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, (Jakarta: PPM, 1992), H. 40

[3] Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2001), h. 217

 

[4] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 59

[5] Abbas Salim, Asuransi dan Manejemen Resiko, (Jakarta- PT.Raja Grafindo Persada, , 2003), h. 1

[6] Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan

Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 31

[7] Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia,

(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1999), h. 1

[8] Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, h. 2

[9] Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, h. 2

[10] Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Aksara), h. 9

Sumber: Muhammad Ajib, Asuransi Syariah, Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2019.

Baca Juga: