Menu Tutup

Bai’at Aqabah Pertama: Awal Komitmen Penduduk Madinah terhadap Islam

Bai’at Aqabah Pertama adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam yang terjadi pada tahun ke-11 kenabian Nabi Muhammad ﷺ. Bai’at ini menandai awal dukungan penduduk Yatsrib (Madinah) terhadap ajaran Islam dan Rasulullah ﷺ. Momen ini menjadi titik balik dalam perjuangan dakwah Islam, di mana setelah sekian lama menghadapi perlawanan di Makkah, Nabi Muhammad ﷺ mulai mendapatkan dukungan dari luar, yang kelak berujung pada hijrah ke Madinah dan terbentuknya komunitas Muslim yang kuat.

Latar Belakang Bai’at Aqabah Pertama

Pada masa awal dakwah, Nabi Muhammad ﷺ dan para pengikutnya di Makkah menghadapi penindasan dan tekanan berat dari kaum Quraisy. Ketika dakwah di Makkah semakin sulit, Nabi ﷺ mulai mencari dukungan di luar Makkah, termasuk di kota Yatsrib, yang dihuni oleh dua suku besar, yaitu Aus dan Khazraj. Kedua suku ini telah lama terlibat dalam konflik yang tak berkesudahan, dan banyak di antara mereka yang menginginkan perdamaian.

Pada tahun ke-11 kenabian, Nabi Muhammad ﷺ bertemu dengan sekelompok orang dari suku Khazraj yang datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Dalam pertemuan itu, Nabi ﷺ memperkenalkan ajaran Islam kepada mereka, menjelaskan bahwa agama ini membawa perdamaian dan kesejahteraan, serta menawarkan solusi bagi konflik yang telah lama melanda kota mereka. Keenam orang dari suku Khazraj yang bertemu Nabi ﷺ adalah:

  1. As’ad bin Zurarah
  2. Auf bin al-Harits
  3. Rafi’ bin Malik
  4. Quthbah bin ‘Amir
  5. Uqbah bin ‘Amir
  6. Jabir bin Abdullah

Setelah mendengar ajaran Nabi ﷺ, keenam orang ini menerima Islam. Mereka percaya bahwa ajaran Islam dapat menjadi jalan untuk menyatukan suku-suku di Yatsrib yang selama ini terpecah karena permusuhan.

Isi Bai’at Aqabah Pertama

Setahun setelah pertemuan pertama tersebut, pada musim haji tahun ke-12 kenabian, dua belas orang dari Yatsrib datang kembali ke Makkah untuk menemui Nabi Muhammad ﷺ secara rahasia di Bukit Aqabah. Di sanalah terjadi peristiwa Bai’at Aqabah Pertama, yang merupakan janji setia penduduk Yatsrib kepada Nabi ﷺ. Dua belas orang yang berbai’at itu terdiri dari sepuluh orang dari suku Khazraj dan dua orang dari suku Aus.

Dalam Bai’at Aqabah Pertama, mereka berjanji untuk:

  1. Tidak menyekutukan Allah dengan apapun.
  2. Tidak mencuri.
  3. Tidak berzina.
  4. Tidak membunuh anak-anak mereka.
  5. Tidak berdusta atau membuat fitnah.
  6. Tidak melakukan kemaksiatan atau pelanggaran hukum.

Janji ini serupa dengan bai’at an-nisa’, karena belum mencakup kewajiban berperang. Pada tahap ini, para pengikut di Yatsrib belum diwajibkan untuk berpartisipasi dalam pertempuran, melainkan hanya diminta untuk berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam dan menjaga nilai-nilai moral.

Beberapa tokoh penting yang berbai’at di Bai’at Aqabah Pertama adalah:

  • As’ad bin Zurarah, yang menjadi pemimpin dalam rombongan tersebut dan dikenal sebagai salah satu pionir dalam menyebarkan Islam di Yatsrib.
  • Ubadah bin Ash-Shamit, seorang sahabat yang nantinya memainkan peran penting dalam pertempuran-pertempuran besar Islam, seperti Perang Badar.
  • Rafi’ bin Malik, seorang tokoh yang memiliki pengaruh di kalangan kaumnya.

Setelah melakukan bai’at, mereka meminta Nabi ﷺ untuk mengirim seseorang ke Yatsrib guna mengajarkan lebih lanjut tentang Islam dan membimbing mereka.

Pengiriman Mush’ab bin ‘Umair ke Madinah

Sebagai tindak lanjut dari Bai’at Aqabah Pertama, Nabi Muhammad ﷺ mengutus Mush’ab bin ‘Umair ke Yatsrib. Mush’ab bin ‘Umair adalah sahabat Nabi yang dikenal karena kecerdasannya, kemampuan berbicara yang luar biasa, dan akhlaknya yang mulia. Mush’ab ditugaskan untuk menyebarkan ajaran Islam dan membimbing penduduk Yatsrib yang telah memeluk Islam.

Peran Mush’ab sangat signifikan dalam penyebaran Islam di Yatsrib. Melalui dakwahnya yang bijaksana dan penuh hikmah, banyak penduduk Yatsrib yang tertarik kepada Islam. Salah satu tokoh penting yang masuk Islam melalui dakwah Mush’ab adalah Sa’ad bin Mu’adz, pemimpin dari suku Aus. Keberhasilan Mush’ab dalam mendakwahkan Islam mempercepat penyebaran agama ini di Yatsrib, sehingga dalam waktu yang relatif singkat, banyak penduduk kota tersebut yang menerima Islam.

Dampak Bai’at Aqabah Pertama

Bai’at Aqabah Pertama menjadi titik awal yang penting bagi perkembangan Islam di Yatsrib. Meski jumlah yang berbai’at pada saat itu hanya dua belas orang, mereka adalah tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar di kalangan masing-masing. Sepulangnya ke Yatsrib, mereka mulai mengajak keluarga dan kaumnya untuk menerima Islam, sehingga ajaran Islam mulai tersebar luas di kalangan penduduk Yatsrib.

Selain itu, Bai’at Aqabah Pertama membuka jalan bagi peristiwa yang lebih besar, yaitu Bai’at Aqabah Kedua yang terjadi pada tahun berikutnya. Pada Bai’at Aqabah Kedua, dukungan terhadap Islam semakin kuat dan lebih banyak orang dari Yatsrib yang berbai’at kepada Nabi Muhammad ﷺ. Peristiwa ini menjadi dasar bagi Hijrah Nabi ﷺ ke Yatsrib, yang kemudian dikenal sebagai Madinah, dan awal mula terbentuknya masyarakat Muslim yang solid di sana.

Bai’at Aqabah Pertama juga menandai dimulainya hubungan strategis antara Nabi Muhammad ﷺ dan penduduk Yatsrib, yang kelak menjadi Anshar (penolong) bagi kaum Muhajirin yang berhijrah dari Makkah. Dukungan ini sangat krusial bagi kelangsungan dakwah Islam dan perkembangan Islam sebagai agama yang kuat di Jazirah Arab.

Kesimpulan

Bai’at Aqabah Pertama adalah momen penting yang menandai awal dukungan penduduk Yatsrib terhadap Islam dan Nabi Muhammad ﷺ. Meskipun hanya terdiri dari dua belas orang, komitmen mereka untuk berpegang pada ajaran Islam menjadi fondasi bagi terbentuknya masyarakat Muslim yang kuat di Madinah. Bai’at ini membuka jalan bagi peristiwa hijrah dan terbentuknya komunitas Muslim yang kokoh.

Peristiwa ini juga mengajarkan kepada kita tentang pentingnya komitmen moral dan keimanan dalam membangun masyarakat yang adil dan damai. Dukungan dari penduduk Yatsrib menjadi salah satu faktor utama keberhasilan dakwah Islam, dan hubungan yang terjalin antara kaum Muhajirin dan Anshar menjadi contoh bagi persaudaraan dan solidaritas dalam Islam.

Referensi:

  • Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Qisthi Press, 2019.
  • Al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman. Ar-Rahiq al-Makhtum: Sirah Nabawiyah – Sejarah Lengkap Kehidupan Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wasalam. Qisthi Press, 2016.
  • Katsir, Ibnu, dan Abu Ihsan al-Atsari. Sirah Nabi Muhammad. Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2010.

Lainnya