Menu Tutup

Batasan Aurat Muslimah

ولا يبدين زينتهن  الا ما ظهر منَّا

Makna ziinah dari ayat diatas bukanlah perhiasan, tapi anggota tubuh yang dipakaikan atas perhiasan tersebut, karena melihat perhiasan tidak dilarang. Sebagaimana kepala dipakaikan diatasnya mahkota, leher dan dada dipakaikan kalung, dan anggota tubuh lainnya. Sedangkan punggung, perut dan paha tidak ada perhiasan yang dipakaikan diatasnya, maka ia termasuk aurat.[9]

Madzhab Hanafi menambahkan alasannya, bahwa jika melihat kepada anggota tubuh antara pusar dan lutut saja dilarang maka melihat punggung dan perut lebih utama.

Sedangkan madzhab Syafi’i dalam masalah ini mempunyai dua pendapat. Pendapat yang pertama menyebutkan batasannya antara pusar dan lutut, sedangkan pendapat yang kedua membolehkan seorang laki-laki mahramnya untuk melihat auratnya bagian tubuh yang biasa terlihat didalam rumah seperti kepala, leher, tangan hingga siku, dan kaki hingga lutut.

Namun jika mahramnya adalah seorang laki-laki kafir maka ia tetap dianggap seperti saudaranya, dengan dalil hadits Ummu Habibah ketika Abu Sufyan mendatanginya dirumah rasulullah s.a.w ia tidak mengenakan hijab, dan beliau tidak mengingkari sikap Ummu Habibah.

[1] Ad-Dar Al-Mantsur 3/440

[2] Imam Nawawi, Al-Majmu’ 3/173

[3] Bada’i Shana’i 6/2956

[4] Hasyiyah Ibnu ‘Abidin 1/405

[5] Mughni Al-Muhtaj 3/131

[6] Ibnu Qudamah, Al-Mughni 7/105

[7] Al-Syarh Al-Shagir 1/288, Mawahibul Jalil 1/498, Al-Mughni 7/105

[8] Ibnu Qudamah, Al-Mughni 7/98

[9] Tabyinul Haqaiq 6/19

Sumber: Nur Azizah Pulungan, Pakaian Syar’i : Harus Segitunya Kah? Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019.