Menu Tutup

Kapan Bacaan Al-Fatihah Dikeraskan Oleh Imam?

Berikut adalah artikel yang saya tulis dengan pembahasan yang lengkap, beserta sub judulnya: Kapan Bacaan Al-Fatihah Dikeraskan Oleh Imam.

Salat adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Dalam salat, ada beberapa bacaan yang harus diucapkan, salah satunya adalah surat Al-Fatihah. Surat Al-Fatihah adalah surat pertama dalam Al-Quran yang memiliki tujuh ayat dan berbagai nama, seperti Ummul Quran (induk Al-Quran), Ummul Kitab (induk Al-Kitab), As-Sab’ul Matsani (tujuh yang berulang-ulang), dan lain-lain. Surat Al-Fatihah memiliki banyak keutamaan dan hikmah, di antaranya adalah sebagai doa, syafaat, rahmat, dan penyembuh.

Namun, apakah kita tahu kapan bacaan Al-Fatihah dikeraskan oleh imam dalam salat berjamaah? Apakah ada ketentuan khusus tentang hal ini? Bagaimana dalil dan penjelasannya? Mari kita simak ulasan berikut ini.

Hukum Membaca Al-Fatihah dalam Salat

Sebelum membahas kapan bacaan Al-Fatihah dikeraskan oleh imam, kita perlu mengetahui terlebih dahulu hukum membaca Al-Fatihah dalam salat. Menurut jumhur ulama dari empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali), membaca Al-Fatihah dalam setiap rakaat salat adalah rukun salat. Artinya, jika seseorang tidak membaca Al-Fatihah dalam salatnya, maka salatnya tidak sah. Hal ini didasarkan pada beberapa hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya:

  • Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

    “Tidak (sah) salat orang yang tidak membaca Fatihatul kitab (Al-Fatihah).” (HR. Bukhari no. 756 dan Muslim no. 394)

  • Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ فَهِيَ خِدَاجٌ فَهِيَ خِدَاجٌ غَيْرُ تَمَامٍ

    “Barang siapa melaksanakan salat tapi tidak membaca Ummul- Qur’an (Al-Fatihah) maka salatnya itu kurang, maka salatnya itu kurang, maka salatnya itu kurang, tidak sempurna.” (HR. Muslim no. 395)

Dari hadis-hadis tersebut, jelas bahwa membaca Al-Fatihah adalah syarat sahnya salat. Namun, bagaimana jika seseorang salat berjamaah dan mengikuti imam? Apakah ia harus membaca Al-Fatihah sendiri atau cukup mengikuti bacaan imam?

Hukum Membaca Al-Fatihah di Belakang Imam

Mengenai hukum membaca Al-Fatihah di belakang imam, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa makmum wajib membaca Al-Fatihah sendiri di belakang imam dalam setiap rakaat salat, baik imam menjaharkan bacaannya atau tidak. Ini adalah pendapat mazhab Syafi’i dan sebagian ulama lainnya.

Ada juga yang mengatakan bahwa makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah sendiri di belakang imam, karena bacaan imam sudah mencukupi bagi makmum. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi dan sebagian ulama lainnya.

Ada pula yang mengatakan bahwa makmum wajib membaca Al-Fatihah sendiri di belakang imam jika imam tidak menjaharkan bacaannya, seperti dalam salat zuhur dan asar. Namun, jika imam menjaharkan bacaannya, seperti dalam salat subuh, magrib, dan isya, maka makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah sendiri, tetapi cukup mendengarkan bacaan imam. Ini adalah pendapat mazhab Maliki dan Hanbali, dan juga pendapat yang dipilih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah.

Dalil yang digunakan oleh pendapat terakhir ini adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا قَرَأَ الْإِمَامُ فَأَنْصِتُوا

“Jika imam membaca (Al-Quran), maka diamlah kalian.” (HR. Muslim no. 404)

Hadis ini menunjukkan bahwa makmum tidak boleh membaca Al-Quran ketika imam sedang membacanya. Namun, jika imam tidak membacanya atau membacanya dengan lirih, maka makmum boleh membaca Al-Quran sendiri.

Kapan Bacaan Al-Fatihah Dikeraskan oleh Imam

Setelah mengetahui hukum membaca Al-Fatihah dalam salat dan di belakang imam, kita kembali ke pertanyaan awal: kapan bacaan Al-Fatihah dikeraskan oleh imam?

Menurut kesepakatan ulama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menjaharkan atau mengeraskan suara bacaannya dalam salat subuh, dua rakaat pertama salat magrib, dan dua rakaat pertama salat isya. Sementara salat zuhur dan asar, serta rakaat ketiga magrib dan dua rakaat terakhir isya disirkan atau dilirihkan.

Hal ini didasarkan pada beberapa hadis shahih, di antaranya:

  • Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُجْهِرُ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَيُسِرُّ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ

    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menjaharkan (suara bacaannya) dalam salat subuh, magrib, dan isya, dan biasa menyirkan (suara bacaannya) dalam salat zuhur dan asar.” (HR. Muslim no. 399)

  • Dari Abu Qilabah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُجْهِرُ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَيُسِرُّ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ

    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menjaharkan (suara bacaannya) dalam salat subuh, magrib, dan isya, dan biasa menyirkan (suara bacaannya) dalam salat zuhur dan asar.” (HR. Bukhari no. 757)

  • Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُجْهِرُ فِي ص

Posted in Keislaman

Artikel Terkait: