Menu Tutup

Gugatan Gono-Gini: Proses, Pembagian, dan Pertimbangan Hukum di Indonesia

Pengertian Gono Gini

Gono-gini atau harta bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh oleh pasangan suami istri selama perkawinan. Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, harta gono-gini merupakan harta yang dihasilkan secara bersama oleh kedua belah pihak, tanpa memandang siapa yang lebih dominan dalam perolehannya. Harta ini menjadi objek yang sering disengketakan dalam proses perceraian. Dalam hukum Indonesia, istilah gono-gini diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) bagi pasangan Muslim.

Landasan Hukum Gono Gini di Indonesia

1. Hukum Positif Indonesia

Dalam konteks hukum positif, Pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa harta yang diperoleh selama masa perkawinan menjadi harta bersama, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Artinya, selama tidak ada perjanjian pranikah yang memisahkan kepemilikan harta, harta tersebut secara otomatis dianggap sebagai milik bersama.

Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) juga menegaskan hal serupa, di mana segala harta yang diperoleh selama perkawinan dianggap sebagai harta bersama, kecuali harta yang diperoleh melalui warisan atau pemberian.

2. Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Bagi pasangan Muslim, Pasal 85 KHI menyatakan bahwa harta bersama (gono-gini) diperoleh selama perkawinan berlangsung, dan ketika terjadi perceraian, masing-masing pihak berhak atas setengah dari harta tersebut. Namun, pembagian ini dapat dinegosiasikan dengan kesepakatan bersama melalui musyawarah sebelum masuk ke ranah hukum.

Konsep Harta Gono Gini dalam Hukum Islam

Dalam hukum Islam klasik, istilah gono-gini tidak dikenal. Hukum Islam memandang bahwa harta yang diperoleh suami atau istri selama perkawinan merupakan milik masing-masing, bukan milik bersama. Namun, seiring perkembangan zaman, ulama melakukan ijtihad untuk mengakomodasi pembagian harta bersama yang muncul dalam peradaban modern. Harta gono-gini akhirnya dapat di-qiyas-kan sebagai syirkah (perkongsian), di mana suami dan istri dianggap sebagai mitra kerja dalam membangun rumah tangga, baik secara finansial maupun dalam menjalankan tanggung jawab rumah tangga.

Beberapa ulama, seperti KH. Ma’ruf Amin, bahkan menyatakan bahwa harta yang diperoleh selama perkawinan harus dibagi secara proporsional jika terjadi perceraian. Pengakuan terhadap kontribusi istri dalam mengelola rumah tangga juga dianggap sebagai bentuk kerja yang layak diperhitungkan dalam pembagian harta.

Jenis Harta dalam Perkawinan

Dalam pembahasan gono-gini, harta yang dimiliki oleh pasangan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

  1. Harta Bawaan
    Harta bawaan adalah harta yang dimiliki oleh masing-masing pasangan sebelum perkawinan, atau harta yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan. Harta ini tidak termasuk dalam gono-gini dan tetap menjadi milik pribadi pemiliknya, sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU Perkawinan dan Pasal 87 KHI.
  2. Harta Bersama (Gono Gini)
    Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama masa perkawinan, terlepas dari siapa yang secara langsung berkontribusi dalam perolehan harta tersebut. Harta ini termasuk penghasilan dari pekerjaan, keuntungan usaha, dan investasi yang dihasilkan selama perkawinan berlangsung.

Prosedur Pengajuan Gugatan Harta Gono Gini

Mengajukan gugatan gono-gini tidak bisa sembarangan dan harus melalui prosedur hukum yang jelas. Berikut adalah langkah-langkah untuk mengajukan gugatan harta gono-gini:

  1. Mengajukan Gugatan
    Penggugat harus menyiapkan surat gugatan yang berisi rincian harta yang disengketakan serta dasar hukum yang melatarbelakangi gugatan. Surat gugatan ini diajukan ke Pengadilan Agama jika kedua belah pihak beragama Islam, atau Pengadilan Negeri untuk agama lainnya.
  2. Dokumen Pendukung
    Dokumen yang perlu disertakan meliputi fotokopi akta cerai, KTP, bukti kepemilikan harta seperti sertifikat tanah, BPKB kendaraan, surat keterangan rekening, dan dokumen lain yang berkaitan dengan harta yang akan dipersengketakan.
  3. Pembayaran Biaya Perkara
    Penggugat harus membayar biaya perkara di bank yang ditunjuk oleh pengadilan. Jumlah biaya perkara dapat diketahui melalui meja informasi di pengadilan.
  4. Proses Sidang
    Setelah gugatan didaftarkan, penggugat dan tergugat akan dipanggil untuk menghadiri persidangan. Pengadilan akan melakukan mediasi terlebih dahulu untuk mencoba menyelesaikan masalah secara damai. Jika mediasi gagal, proses persidangan akan dilanjutkan hingga hakim mengeluarkan putusan final.

Pembagian Harta Gono Gini dalam Proses Perceraian

Dalam proses perceraian, pembagian harta gono-gini dapat dilakukan melalui dua cara:

  1. Musyawarah
    Cara yang paling diutamakan dalam pembagian harta adalah melalui musyawarah antara mantan pasangan suami istri. Dalam musyawarah ini, mereka bisa menentukan pembagian harta sesuai dengan kesepakatan bersama. Misalnya, mantan suami mendapatkan 40%, dan mantan istri mendapatkan 60% dari harta bersama. Pembagian ini dilakukan secara sukarela dan harus disepakati oleh kedua belah pihak.
  2. Putusan Pengadilan
    Jika musyawarah tidak berhasil, pembagian harta akan diputuskan oleh pengadilan. Pengadilan akan membagi harta sesuai dengan aturan yang berlaku, yaitu masing-masing pihak berhak mendapatkan separuh dari harta bersama, kecuali ada faktor-faktor khusus yang mempengaruhi keputusan hakim, seperti kontribusi yang lebih besar dari salah satu pihak atau perjanjian pranikah.

Pertimbangan Hakim dalam Putusan Gono Gini

Hakim dalam memutuskan pembagian harta gono-gini akan mempertimbangkan beberapa faktor penting, di antaranya:

  1. Bukti Kepemilikan Harta
    Penggugat harus mampu membuktikan bahwa harta yang disengketakan adalah harta bersama. Jika tidak ada bukti kepemilikan yang sah, seperti sertifikat tanah atau BPKB atas nama salah satu atau kedua belah pihak, maka gugatan bisa ditolak.
  2. Kontribusi Masing-Masing Pihak
    Hakim juga akan mempertimbangkan kontribusi masing-masing pihak terhadap perolehan harta selama perkawinan. Kontribusi ini tidak hanya berupa kontribusi finansial, tetapi juga kontribusi non-finansial seperti pengelolaan rumah tangga.
  3. Perjanjian Pranikah
    Jika ada perjanjian pranikah yang mengatur pemisahan harta, maka hakim akan memutuskan sesuai dengan perjanjian tersebut.

Studi Kasus Penolakan Gugatan Gono Gini

Sebagai contoh, dalam kasus Pengadilan Agama Kota Malang dengan nomor putusan 1766/Pdt.G/2011/PA.Mlg, hakim menolak gugatan pembagian harta gono-gini berupa mobil dan rumah karena penggugat tidak dapat membuktikan bahwa harta tersebut adalah harta bersama. Sertifikat kepemilikan rumah yang diajukan ternyata dikeluarkan sebelum perkawinan, sehingga dianggap sebagai harta bawaan yang tidak termasuk dalam gono-gini.

Kesimpulan

Pembagian harta gono-gini dalam perceraian adalah proses yang kompleks dan sering kali menimbulkan perselisihan. Harta yang diperoleh selama masa perkawinan dianggap sebagai milik bersama yang harus dibagi secara adil. Namun, dalam praktiknya, bukti kepemilikan harta dan kontribusi masing-masing pihak sangat mempengaruhi putusan pengadilan. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami istri untuk memiliki pemahaman yang baik tentang harta bersama dan cara pembagiannya jika terjadi perceraian, serta mempertimbangkan untuk membuat perjanjian pranikah demi menghindari perselisihan di kemudian hari.

Referensi: 

  1. Pramesti, S. R. (2019). Analisis Hukum Terhadap Pembagian Harta Bersama dalam Perkawinan. Diakses dari https://repository.umi.ac.id/4413/1/syahdina%20regita%20pramesti_04020190561.pdf.
  2. Pengadilan Agama Pacitan. (n.d.). Pendaftaran Perkara Gugatan Harta Bersama. Diakses dari https://pa-pacitan.go.id/layanan-hukum/pendaftaran-perkara/pendaftaran-perkara-gugatan-harta-bersama.
  3. Pengadilan Agama Bontang. (n.d.). Syarat Gugatan Harta Bersama. Diakses dari https://pa-bontang.go.id/images/pdf/persyaratan_berperkara/syarat-gugatan-harta_bersama.pdf.
  4. Pengadilan Agama Muara Teweh. (n.d.). Gono-Gini dalam Hukum Islam. Diakses dari https://www.pa-muarateweh.go.id/images/stories/data_pdf/Artikel_Hukum/GONO.pdf.
  5. Pengadilan Agama Rengat. (n.d.). Persyaratan Pengajuan Harta Bersama. Diakses dari https://www.pa-rengat.go.id/new/en/rumah-difabel/persyaratan-pengajuan-harta-bersama.html.
  6. Pambudi, G. S. (2013). Dasar dan Pertimbangan Hakim Tidak Menerima dan Menolak Gugatan Pembagian Harta Gono-gini (Studi dalam Perspektif Putusan Pengadilan Agama Kota Malang Nomor: 1766/pdt. g/2011/pa. mlg) (Doctoral dissertation, Brawijaya University).

Lainnya