Allah Swt. telah menentukan delapan golongan yang berhak menerima zakat dalam al-Quran. Allah Swt. berfirman:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana [Q.S. al-Taubah (9): 60].
Ayat di atas memang tidak secara spesifik menyebutkan korban bencana sebagai salah satu yang berhak menerima dana zakat.
Namun demikian, melihat kondisi yang sedang dialami oleh korban bencana, tidak menutup kemungkinan mereka mendapatkan bagian dari dana zakat dengan menganalogikannya sebagai golongan fakir dan miskin, dengan pertimbangan bahwa korban bencana berada dalam kondisi sangat membutuhkan, sebagaimana pengertian fakir dan miskin menurut jumhur ulama adalah orang-orang yang dalam kondisi kekurangan dan membutuhkan.
Dari keterangan di atas, kiranya sudah dapat difahami bahwa penyaluran dana zakat untuk korban bencana dibolehkan dengan ketentuan diambilkan dari bagian fakir miskin, atau boleh juga dari bagian orang yang berhutang (ghārimin), karena dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhannya, korban bencana harus berhutang.
Dengan demikian bagian mustahiq yang lain tidak terabaikan, karena dapat disalurkan secara bersama-sama.
Referensi:
Berita Resmi Muhammadiyah : Tanfidz Keputusan Munas Tarjih XXIX Fikih Kebencanaan dan Tuntunan Shalat