Menu Tutup

Darah Yang Keluar Menjelang Persalinan Nifas arau Bukan?

Darah yang keluar sebelum bersalin sudah nifas atau tidaknya, para ulama kita berbeda pendapat.

1. Al-Hanafiyah

Mazhab Al-Hanafiyah adalah madzhab yang berpendapat bahwa darah nifas hanyalah darah yang keluar setelah wanita melahirkan. Sehingga darah yang keluar menjelang persalinan belum bisa dikatakan sebagai darah nifas, melainkan darah istihadhah.

Sebagaimana penjelasan imam As-Sarakhsi:  [1]

Darah yang keluar seusai  melahirkan  Karena nifas menurut mereka berasal dari kata  تنَفَسََّ الرَّحِمُ بِهِ yang artinya rahim telah melahirkan/mengeluarkannya.

Sehingga kalau darah keluar sementara bayinya masih belum keluar, maka ini belum bisa dikatakan nifas. Baru bisa dikatakan nifas kalau rahim telah kosong atau bayinya telah keluar.[2]

Sedangkan sebelum bayi terlahir, darah yang keluar hanya dihukumi sebagai darah istihadhah.

Dalam kita al-Jauharah An-Nairah Syarh Mukhtashar Al-Qaduri disebutkan: [3]

Jika ada seorang wanita melihat darah pada waktu bersalin, sebelum bayinya keluar, maka darah tersebut darah istihdhah. Sehingga wanita ini tetap diwajibkan untuk shalat. Kalau seandainya dia tidak shalat, maka dia termasuk orang yang berdosa atau maksiat. Hendaklah dia shalat di atas pembaringan dengan duduk, agar tidak berbahaya buat bayi yang ada di dalam kandungannya.

2. Al-Malikiyah

Mazhab Al-Malikiyah ini lebih spesifik dalam menentukan kapan wanita dianggap mulai mengalami nifas.

Al-Hattab  ar-Ru’aini  memaparkan secara terperinci nifas sebagai berikut: [4]

Nifas mencakup darah yang keluar setelah melahirkan bayi atau bersamaan dengan bayi atau darah yang keluar diantara dua kelahiran bagi bayi kembar. Dan darah yang keluar bersamaan bayi atau sebelumnya termasuk dalam ranah khilaf di dalam madzhab. 

Dalam kitab at-Tanbihat diperinci sebagai berikut:

  1. Darah yang disepakati nifas adalah darah setelah melahirkan.
  1. Darah yang keluar bersamaan bayi, terjadi khilaf dalam madzhab. Abdul Wahab berpendapat bukanlah nifas kecuali darah yang keluar setelah melahirkan. Namun pendapat kebanyakan ulama madzhab Maliki sudah termasuk nifas darah yang keluar saat bayi mulai keluar. 

Adapun terkait darah yang keluar sebelum persalinan, Al-Hattab Ar-Ru’aini berpendapat dan mengambil kesimpulan:

Sebagaima yang telah dikatakan Abul Hasan dari para ulama madzhab bagi wanita yang melihat darah sebelum melahirkan, dan darahnya terus keluar sampai melahirkan maka wanita ini dihukumi wanita yang mengalami istihadhah. 

Sementara darah yang keluar bersamaan dnegan keluarnya bayi, nifas atau istihdhah, bersamaan adanya khilaf dalam hal ini, saya cenderung berpendapat yang demikian sudah termasuk nifas berdasarkan pendapat kebanyakan ulama madzhab. 

Disebut wanita mulai nifas sejak bayi mulai keluar sampai enam puluh hari berikutnya.[5]

Ash-Shawi menyebutkan bahwa Syeikh Ad-Dardir dalam kitabnya Aqrabul Masalik menegaskan:

Bahwa nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita ketika dia melahirkan atau setelahnya, adapun yang keluar sebelumnya menurut pendapat yang rajih adalah darah haidh, tidak terhitung dalam 60 hari masa nifas. 

3. Asy-Syafi’iyah

Sebenarnya darah yang sudah keluar dan terlihat menjelang persalinan darah nifas atau istihadhah atau haidh di dalam madzhab asy-Syafi’i?

Imam Asy-Syairaji dalam kitab al-Muhadzdzab  menjelaskan:

Sesungguhnya darah yang keluar setelah melahirkan adalah nifas. 

Adapun yang keluar sebelumnya, ada dua pendapat. 

Sebagian ulama kami berpendapat yang demikian darah istihadhah, dengan dalih tidaklah haidh dan nifas saling bersambung tanpa terjeda dengan masa suci, sebagaimana dua haidh tidak terjadi kecuali dipisahkan diantara keduanya dengan masa suci. 

Dan sebagian yang lain dari ulama kami berpendapat, wanita hamil bisa mengalami haidh, dan darah yang keluar sebelum melahirkan adalah darah haidh. Karena dengan keluarnya bayi sama hukumnya dengan sucinya wanita. [7]

Pendapat kedua memakai qiyas, mengqiyaskan haidh dengan anak bayi. Karena darah haidh pada dasarnya terjadi dari sel telur yang tidak jadi. sehingga dia hancur dan keluar. Ketika sel telur ini telah habis keluar, maka wanita pun akan suci.

Darah nifas yang disepakati di dalam madzhab asy-Syafi’I adalah darah yang keluar setelah melahirkan.

Adapun kalau sebelumnya masuk dalam ranah khilaf di dalam madzhab seperti yang dikemukakan di atas.

Imam An-Nawawi dalam  kitab  ar-Raudhah menyebutkan: [8].

Pendapat imam Asy-Syafi’i dalam qaul jadidnya, jika wanita keluar darah, setelah 15 hari berikutnya dia melahirkan, maka darah tersebut diyakini sebagai darah haidh. Begitu pula jika dia melahirkan sebelum 15 hari sejak darah keluar atau bersambung dengan darah yang lain menurut pendapat yang paling shahih adalah darah haidh.

Menurut pendapat yang kedua, darah tersebut merupakan darah penyakit (istihadhah), bukan termasuk darah nifas secara ittifaq. Karena nifas adalah draah yang keluar setelah melahirkan.  

Dan menurut jumhur ulama Syafi’I darah yang keluar ketika bayi mulai keluar, belum termasuk nifas dan bukan pula haidh. Karena nifas terjadi seteleh bayi selesai keluar. 

Dalam masalah di atas, ulama Syafi’iyah berbeda pendapat menghukumi darah yang keluar menjelang persalinan. Sebagian berpendapat yang demikian haidh,  sebagian yang lain istihadhah.

Sementara darah yang keluar bersama bayi keluar mereka menghukumi sebagai istihahdhah bukan haidh belum pula termasuk nifas.

Dan secara ittifaq darah nifas adalah darah yang keluar setelah bayi keluar atau terlahir.

4. Al-Hanabilah

Al-Hanabilah menyebutkan bahwa definisi nifas adalah :

Darah yang keluar dari rahim bersama dengan kelahiran bayi, termasuk yang keluar 2 atau 3 hari sebelum kelahiran, hingga hari ke-40 dari kelahiran.

Kalau menggunakan definisi mazhab Hambali di atas, maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa darah yang keluar 2 atau 3 hari sebelum kelahiran juga termasuk darah nifas.

Sedangkan jumhur ulama umumnya mengatakan bahwa darah yang keluar sebelum kelahiran bayi bukan termasuk darah nifas.

[1] As-Sarakhsi, Al-Mabsuth, jilid. 3, h. 210

[2] Kasani, Bada’i Ash-Shana’i, jilid. 1, h. 43

[3] Zabidi, Al-Jauharah An-Nairah, jilid. 1, h. 34

[4] Hattab Ar-Ru’aini, Mawahibul Jalil, jilid. 1, h. 375.

[5] Al-Hattab Ar-Ru’aini, Mawahibul Jalil, jilid. 1, h. 375.

[6] Ash-Shawi, Hasiyah Ash-Shawi, jilid 1, 216.

[7] Asy-Syairaji, Al-Muhadzdzab, jilid. 1, h. 89

[8] An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, jilid. 1, h. 175

[9] Taqiyuddin, Muntaha Al-Iradaat, jilid. 1, h. 132

Sumber: Isnawati, Judul Buku Kumpulan Tanya Jawab Seputar Darah Nifas, Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2019.

Baca Juga: