Menu Tutup

Ekonomi Islam : Pengertian, Landasan, Metode , Karakteristik, Perkembangan serta Perbandingannya dengan Ekonomi Konvensional

Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi secara bahasa berasal dari bahasa Yunani dari kata ”Ecos” yang berarti keluarga, rumah tangga, dan ”Nomos” yang berarti peraturan, aturan, dan hukum. Secara garis besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga, atau manajemen rumah tangga. Sedangkan dalam pandangan Islam ekonomi atau iqtishod berasal dari kata “ qosdu” yang berarti keseimbangan dan keadilan.

Dalam Al-Qur`an kata-kata qosdu disebutkan dalam beberapa ayat diantaranya

(واقصد في مشييك ) artinya “Dan sedernahakanlah dalam berjalan” dan ( منهم أمة مقتصدة) dengan arti “Diantara mereka terdapat golongan yang pertengahan”. Dalam Hadis Nabi Muhammad menyebutkan (قال رسول لا عا ل من إقتصد)  artinya “tidak akan menjadi fakir orang yang berhemat” HR. Tabroni.

Menurut Dr Muhammad Syauqi Al-Fanjari pengertian ekonomi Islam adalah semua aktifitas perekonomian yang diatur berdasarkan nilai-nilai Islam dari Al-Qur`an dan Sunah juga berlandasakan pada asas-asas ekonomi.

Menurut Ir. Adiwarman Azwar Karim, ekonomi Islam adalah sebuah system ekonomi yang menjelaskan segala fenomena tentang prilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap uint ekonomi dengan memasukkan tata aturan syariah sebagai variable independen dan ikut mempengaruhi segala pengambilan keputusan ekonomi.

Landasan Ekonomi Islam

Pada pembahasan ekonomi konvensional semua aktifitas berdasarkan perilaku individu-individu yang secara nyata terjadi di setiap unit ekonomi. Karena tidak adanya batasannya syariah yang digunakan, maka prilaku dari setiap individu dalam unit ekonomi tersebut akan bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma atau aturan menurut persepsinya masing-masing.

Sedangkan dalam ekonomi Islam berlandaskan dari syariat. Jika kita tela’ah lebih dalam landasan ekonomi Islam dibagi menjadi dua, yaitu: landasan tetap dan landasan tidak tetap.

Pertama, Landasan tetap berkaitan dengan dasar-dasar utama agama Islam. Atau dapat diibaratkan sebagai kumpulan pokok ekonomi yang diambil dari Nash Al-Qur`an dan Sunah dan diharuskan bagi seorang Muslim untuk mengikutinya pada setiap zaman dan tempat. Landasan ini tidak bisa berubah dalam kondisi apapun. Adapun landasan tersebut diantaranya;

  1. Pokok bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan manusia hanya diperbolehkan untuk memanfaatkan dan mengelolanya. Seperti terdapat dalam Al-Qur`an ( ولله ما في السموات و اللأرض) yang artinya “Dan hanya kepunyaan Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi”.
  1. Pokok bahwa Islam menjamin kebutuhan setiap individu umat Muslim, seperti Firman Allah Subhanhu Wa Ta’ala, ( في أموالهم حق معلوم للساءل و المحروم ) artinya “Dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang miskin yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa(yang tidak mau meminta)”
  1. Pokok penetap keadilan sosial dan memelihara keseimbangan ekonomi antara individu umat muslim ( كي لا يكون دولة بين الأغنياء منكم ) artinya “Supaya harta itu jangan hanya beradara diantara orang-orang kaya saja diantara kamu” Dan masih banyak dalil-dalil Al-Qur`an lainnya menerangkan hukum-hukum yang berkaitan dengan perekonomian dalam Islam, seperti larangan riba, kewajiban membayar Zakat dan lain sebagainya.

Selain dari Al-Qur`an ekonomi Islam berlandaskan pula dari perkataan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diutus sebagi penuntun umat manusia dalam seluruh unsur kehidupannya. Diantaranya ( قال رسول : من احتكر طعاما فهو خاطيء ). Perkataan Rasul ini yang menjadi landasan para Khulafa Rasyidin dalam pelarangan ihtikar atau penimbunan barang. Karena dengan penimbunan ini akan menaikan harga barang jauh diatas harga asli, dan akan terjadi kerusakan harga sehingga menyulitkan masyarakat.

Kedua, landasan tidak tetap dan berkaitan dengan aplikasi. Yaitu penyelesaian permasalahan ekonomi yang diambil dari berdasarkan hasil ijtihad para ulama sesuai dengan dalil yang diambil dari Al-qur`an dan Sunah. Seperti penjelasan tentang jenis mu`amalah yang teradap unsur riba, penjelasan tentang upah minimum pekerja, dan batasan keadilan sosial atau keseimbangan ekonomi diantara individu muslim. Semua kesimpulan yang diambil para ulama ini bukan bersifat tetap dan bisa terjadi perbedaan pendapat atau sesuai dengan situasi dan kondisi.

Metode Ekonomi Islam

Ada beberapa landasan yang dianut dalam sistem perekonomian Islam, diantaranya:

Pertama, Ekonomi Islam satu-satunya sistem ekonomi yang diarahkan langsung oleh wahyu Allah Subhanhu Wa Ta’ala, maka semua aktifitas yang terjadi tidak boleh bertentangan dengan perintah Allah, atau membolehkan semua larangan Allah. Tidak ada waktu, tenaga, dan harta yang bertujuan untuk mengahalalkan semua yang haram atau pengharaman semua yang halal ataupun semua hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Ekonomi Islam juga diambil dari ilmu-ilmu Usul Fikih, Maqasid Syariah, Ilmu Fikih, Sejarah, Psikologi dan juga Sosiologi.

Kedua, ekonomi Islam menggunakan metode deduksi (istinbath) hukum syariah dari sumber hukum Al-Qur`an dan Hadits. Dengan cara meletakan kaidah dasar kemudian menerapkannya dalam kehidupan masyarakat.

Ketiga, ekonomi Islam menggunakan metode induksi (al-istiqra) terhadap fakta-fakta yang terjadi pada sejarah terdahulu, data-data statistik dan undang-undang yang berlaku. Kemudian dijadiakan sebagai suatu konsep atau kaidah umum. Bagian ini tidak harus mempunyai dasar konsep dari Al-Qur`an dan Hadist, tapi cukup disyaratkan tidak bertentangan dengan keduanya.

Karakteristik Ekonomi Islam

Terdapat beberapa karakteristik mendasar yang membedakan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya. Beberapa karakteristik tersebut adalah :

Pertama, Multitype Ownership (Kepemilkan Multijenis). Dalam sistem kapitalis, prinsip umum kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan swasta atau individu. Sedangkan dalam Islam, berlaku prinsip kepemilikan multijenis, yakni mengakui bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik oleh Swasta, Negara atau Campuran.

Kedua, Freedom to Act (Kebebasan Bertindak/Berusaha). Freedom to act bagi setiap individu akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian. Karena itu, mekanisme pasar adalah keharusan dalam Islam, dengan syarat tidak ada distorsi (proses penzoliman). Proses distorsi dikurangi dengan penghayatan nilai keadilan. Penegakan nilai keadilan dalam ekonomi dilakukan dengan melarang semua mafsadah (segala yang merusak), riba (tambahan yang didapat secara zalim), gharar (ketidak pastian), tadlis (penipuan), dan maisir (perjudian). Negara bertugas menyingkirkan atau paling tidak mengurangi market distortion ini. Dengan demikian Negara bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi (mu’amalah) pelaku-pelaku ekonomi agar tidak melanggar syariah.

Ketiga, Sosial Justice (Keadilan Sosial). Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin. Semua sistem ekonomi mempunyai tujuan yang sama yaitu menciptakan system perekonomian yang adil. Sistem yang baik adalah sistem yang dengan tegas dan secara konsisten menjalankan prinsip-prinsip keadilan. Dalam Islam keadilan diartikan dengan suka sama suka ( anntaradiminkum ) dan satu pihak tidak menzalimi pihak lain                ( latazlimuna wa la tuzlamun ). Islam menganut sistem meknisme paasar, namun tidak semuanya diserahkan pada mekanisme harga. Karena segala distorsi yang muncul dalam perekonomian tidak sepenuhnya dapat diselesaikan, maka Islam membolehkan adanya beberapa intervensi, baik intervensi harga maupun pasar.

Menurut Dr. Rofiq Yunus Al-Masry, Ekonomi Islam memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan dengan ekonomi lainnya. Diantaranya Keadilan, Kebebasan, Musyawarah, Sabar, Tawakal, Tanggung jawab pribadi.

Peran Akhlak dalam Perekonomian

Sekarang kita telah memiliki landasan teori yang kuat, serta prinsip-prinsip sistem ekonomi Islami yang mantap. Namun dua hal ini belum cukup karena teori dan system menuntut adanya manusia yang menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam teori dan system tersebut. Dengan kata lain harus ada manusia yang berprilaku, berakhlak secara professional ( Ihsan dan Itqon ) dalam bidang ekonomi. Baik dia itu dalam posisi sebagai produsen, konsumen, pengusaha, karyawan atau sebagai pejabat pemerintah. Karena teori yang unggul dan system-sistem ekonomi yang sesuai syariah sama sekali bukan merupakan jaminan bahwa perekonomian umat Islam akan otomatis maju.

Sistem ekonomi Islami hanya memastikan bahwa tidak ada transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syariah. Tetapi kinerja bisnis tergantung pada man behind the gun-nya karena itu pelaku ekonomi dalam kerangka ini dapat saja dipegang oleh umat non Muslim. Perekonomian umat Islam baru dapat maju bila pola pikir dan pola laku Muslimin dan Muslimat sudah itqon ( tekun ) dan ihsan ( professional ). Ini mungkin salah satu rahasia sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “ Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Karena akhlak ( prilaku ) menjadi indikator baik buruknya manusia. Baik buruknya prilaku bisnis para pengusaha menentukan sukses gagalnya bisnis yang dijalankannya.

Perkembangan Ekonomi Islam

Pada masa awal Islam perkembangan ekonomi hanya terbatas pada permasalah pengawasan jual beli. Saat itu ulama Muslimin belum menetapkan perinsip ekonomi, namun hanya berkisar pada penetapan hukum atas muamalat yang beredar, juga penyelesaian terhadap beberapa masalah yang terjadi.

Perkembangan permasalahan ekomoni dimulai dengan munculnya buku-buku literature Fikih Islami pada abad dua Hijiyah yang mana didalamnya terdapat banyak sekali permasalahan mu`amalat serta penyelesaiannya. Diantaranya adalah larangan riba, ihtikar, penetapan upah minimum pekerja, hukum syirkah, pengawasan pasar, dan lain sebagainya yang merupakan permasalahan penting dalam perekonomian umat Muslim pada zaman tesebut. Semua penyelesaian diambil berdasarkan petunjuk dari Al-Qur`an dan Hadist. Tetapi hanya pada batasan pencarian hukum, ekonomi Islam saat itu belum dijadikan disiplin ilmu tersendiri.

Tidak diragukan lagi ketika mengambil kesimpulan hukum mu`amalat dari buku-buku Fikih maka kita bisa menetapkan hal itu sebagai dasar ekonomi Islam. Yaitu ekonomi yang mempelajari secara mendalam tentang landasan hukum yang diterapkan Islam sehingga bisa dinamakan secara terminology sebagai aliran ekomoni Islam. Juga pada beberapa penyelesaian masalah dan penerapannya oleh para Ulama Islam terhadap masalah-masalah yang terjadi saat itu.

Ibnu Hazm Al-Andalusi dalam bukunya Al-Mahali tetah menerapkan beberapa dasar ekonomi Islam. Khususnya pada permasalahan kewajiban Negara untuk menjamin kebutuhan rakyatnya secara individu. Ibnu Hazm pada permasalahan ini memiliki pandangan yang berbeda dari para ulama sebelumnya. Maka berkembanglah madzhab ekonomi yang berbeda-beda disebabkan perbedaan pandangan ulama terhadap peramalahan kebebasan individu dalam ekonomi, juga campur tangan Negara dalam ekonomi rakyaknya, juga batasan kepemilikan individu dan umum. Perbedaan pendapat ini terjadi karena perbedaan zaman dan kondisi. Maka umat muslim bisa berijtihad sesuai dengan kemaslahatan yang berlaku pada zamannya masing-masing.

Dengan berkembangnya permasalah ekonomi umat saat itu yang pengambilan hukumnya didasari dari literature Fikih maka telah dihasilkan beberapa buku yang banyak menjelaskan tentang teori dasar ekonomi Islam. Bisa dipastikan bahwa ilmu ekonomi di dunia ini mucul dari Islam dan dijelaskan pertama kali dalam literature Arab mulai pada akhir abad ke dua Hijriah, atau akhir abad ke tujuh Masehi. Diantaranya karya-karya tersebut adalah ;

  • Kitab Al-Kharaj karya Abu Yusuf 182 H / 762 M
  • Kitab Al-Kharaj karangan Yahya Ibnu Adam Al-Qorsy 203 H / 774 M
  • Kitab Al-Amwal karangan Abu Ubaid bin Salam 224 H / 805 M
  • Kitab Al-Kasbu fi Al-Rizq karangan Imam Muhammad Al- Syaibani 234 H /815 M
  • Kitab Muqodimah karangan Ibnu Kholdun 1404 M

Kemudian salah satu sebab kemunduran ekonomi Islam adalah dengan ditutupnya pintu Ijtihad. Dengan ditutupnya pintu ijtihad sekitar abad ke lima Hijriyah maka mulai terasa kemunduran umat Islam hampir disemua bidang umumnya dan bidang ekonomi pada khususnya. Kemunduran ini terasa dengan ketidakmampuan umat Muslim menjawab permasalahan baru yang berkembang saat itu, sehingga penyelesaian masalahnya dikembalikan pada pendapat ulama terdahulu. Padahal bisa jadi pendapat ulama terdahulu tidak sesuai jika diterapkan pada masa dan zaman yang berbeda.

Kemudian tradisi pemikiran yang berkembang pada awal masa Islam tidak berlanjut sampai sekarang karena mundurnya umat Muslim. Kemunduran ini sebagian disebabkan karena musuh dari luar, sebagian lagi disebabkan oleh sikap umat Muslim sendiri. Umat Muslim tenggelam lama dalam tidur nyenyaknya. Kegaiatan berfikir terhenti sehingga umat Muslim mengalami kemerosotan disegala bidang, mulai dari politik, teknologi, ilmu pengetahuan, social, seni, kebudayaan hingga pada bidang ekonomi. Lama kelamaan peradaban Muslim terdengar lagi gaungnya untuk jangka waktu yang lama.

Joseph Schumpeter, mengatakan dalam buku magnum-opus miliknya menyatakan adanya great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun, yaitu masa yang dikenal sebagai dark ages. Masa kegelapan Barat itu sebenarnya merupakan masa kegemilangan umat Muslim, suatu hal yang berusaha ditutup-tutupi oleh Barat karena pemikiran ekonom Muslim pada masa inilah yang kemudian banyak di curi oleh para ekonom Barat.

Adapun proses pencurian terjadi dalam berbagai bentuk. Pada abad ke 11 dan 12 Masehi, sejumlah pemikir Barat seperti Constantine de African, Adelard of Beath melakukan perjalanan ke timur tengah, mereka belajar bahasa Arab dan melakukan study serta membawa ilmu-ilmu baru ke Eropa, contohnya Leaonardo Fibonacci atau Leonardo of Pissa, belajar di Baougi, Al-Jazair pada abad ke 12 M. Ia juga belajar aritmatika dan matematika dari Ulama Muslim Al-Khowajizmi ( 780-850 M ) sekembalinya dari sana ia menulis buku Liberabaci pada 1202 M.

Perbandingan Ekonomi Islam dengan Ekonomi Konvensional

Terdapat perbedaan paradigma yang mendasari ekonomi konvensional dan paradigma yang mendasari ekonomi Islam. Keduanya tidak mungkin dan tidak akan pernah mungkin untuk di kompromikan, karena masing-masingnya didasarkan atas pandangan dunia yang berbeda. Ekonomi konvensional melihat ilmu sebagai sesuatu yang sekuler ( berorientasi hanya pada kehidupan duniawi-kini dan disini), dan sama sekali tidak memasukkan Tuhan serta tanggung jawab manusia kepada Tuhan di akhirat dalam bangun pemikirannya. Oleh karena itu ekonomi konvesional menjadi bebas nilai ( posivistik ). Sementara itu, ekonomi Islam justru dibangun atas, atau paling tidak diwarnai oleh prinsip-prinsip religius ( berorientasi pada kehidupan dunia-kini dan disini- dan sekaligus kehidupan akhirat-nanti dan disana.)

Ada beberapa permasalah mendasar yang membedakan antara paradigma yang dianut oleh system ekonomi Kapitalis, Sosialis, dan Islam.

Permasalah kepentingan

Menurut pendapat ekonomi Kapitalis kepentingan individu diutamakan diatas kepentingan umum. Maka dalam ekonomi setiap individu bebas bersaing untuk mendapatkan keuntungan tanpa ada batasan tertentu. Begitu juga dalam kepemilikan dan pemakaian harta benda. Menurut pendapat Madzhab ini dengan memperhatikan kepentingan individu maka secara tidak langsung kepentingan umum juga akan berjalan baik. Kemudian dibolehkan bagi setiap individu untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa perduli dengan kebutuhan masyarakat umum, bahkan tidak boleh ada campur tangan Negara sama sekali dalam pelaksanaan ekonomi. Keuntungan seseorang didapat sesuai dengan kerja keras yang dihasilkan. Kelebihan system ini adalah setiap orang bebas bekerja dan menggunakan kemampuannya dalam menaikan taraf hidupnya. Kelemahan system ini adalah munculnya banyak pengangguran dan permasalahan ekonomi karena tidak mereatanya pendapatan dan peredaran uang yang terjadi.

Sedangkan dalam pandangan ekonomi Sosialis kepentingan bersama lebih utama didahulukan daripada kepentingan individu. Maka Negara berhak ikut campur pada permasalahan ekonomi dan melarang kepemilikan individu pada suatu harta benda. Mereka berkeyakinan dengan memperhatikan kepentingan berasama, maka saat itu kepentingan pribadi individu otomatais akan terperhatikan. Kelebihan system ini adalah terpenuhinya kebutuhan masyarakat luas, hasil produksi dan mengurangi jumlah pengangguran juga permasalahan ekonomi. Ini semua karena kepentingan bersama lebih diperhatikan. Tetapi kelemahannya dari system ini adalah tidak adanya persaingan yang baik dalam peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi, ini disebabkan karena kebebasan individu dikekang dan tidak dapat bergerak secara leluasa.

Lain lagi dari sudut pandang Islam, dalam ekonomi Islam tidak menitik beratkan kepada salah satu kepentingan dengan mengesampingkan lainnya. Menurut Islam kepentingan individu maupun kepentingan umum harus saling melengkapi. Dengan sama-sama diperhatikan segi maslahat yang ada pada keduanya, hingga Islam disebut ideology moderat. Keduanya diperhatikan sama rata, namun pada saat-saat tertentu seperti pada masa peperangan, maka memungkingkan untuk mengorbankan kepentingan individu diatas kepentingan umum.

Kebebasan berekonomi dan campur tangan Negara dalam perekonomian.

Menurut ekonomi Kapitalis setiap individu bebas melakukan semua aktivitas perekonomian untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada batasan apapun yang melarangnya. Negara sama sekali tidak berhak ikut campur dalam permasalahan perekonomian yang sedang berlangsung. Berbeda dengan yang dianut system ekonomi Sosialis, menurut mereka Negara berhak seluas-luasnya mengatur semua permasalahan perekonomian yang sedang berlangsung.

Islam menggabungkan keduanya, bahwa setiap orang mempunyai kebebasan dalam menjalankan aktifitas perekonomian degan memperhatikan batasan-batasan yang diatur oleh syariah dan tidak merugikan orang lain. Dilain pihak Negara juga punya andil untuk mengatur segala jenis perekonomian yang terjadi selama campur tangan terebut tidak merugikan salah satu dari anggota masyarakat .

Kepemilikan Kekayaan

Dalam pandangan ekonomi Kapitalis segala seuatu kekayaan bisa dimiliki oleh setiap individu dan bebas untuk dimanfaatkan tanpa boleh ada ikut campur Negara di dalamnya. Hanya pada keadaan tertentu saja Negara punya hak untuk ikut mengatur pembagian kekayaan yang ada. Sedangkan menurut para ekonom Sosialis seluruh kekayaan yang ada adalah milik Negara sehingga setiap orang tidak punya hak untuk memiliki ataupun mengelolanya. Tidak ada pengakuan terhadap semua kekayaan yang dimiliki oleh masing-masing individu, disinilah sebab munculnya bebagai permasalahan yang ada.

Dalam pandangan ekonomi Islam digabungkan antara keduanya. Semua harta di dunia ini adalah kepunyaan Allah Subhanhu Wa Ta’ala, dan manusia hanya diizinkan untuk mengelolanya sesuai dengan kebutuhan. Kekayaan yang ada di suatu Negara bisa dimiliki oleh masing-masing individu dengan cara mengelolanya seperti tanah pertanian. Namun ada beberapa yang dimiliki oleh Negara seperti sungai, danau, hutan lindung, laut, maka semua itu tidak boleh hanya dikuasai oleh beberapa orang saja. Disini lah letak kemoderatan Islam dengan sama sama mengakui kepemilikan dari individu maupun Negara dengan batasan tidak adanya hal-hal yang bisa merugikan kepentingan pihak lain .

Pembagian Hasil Produksi

Dalam pandangan ekonomi Kapitalis hasil produksi bergantung atas kepemilikan harta, maka semakin banyak yang dimikili semakin banyak hasil yang diperoleh. Hal ini yang menyebabkan kesenjangan social yang terjadi di masyarakat, karena hanya uang hanya berputar di kalangan beberapa orang saja.

Menurut para ekonom Sosialis hasil produksi bergantung pada usaha masing-masing, semakin banyak usaha yang dilakukan semakin banyak pendapatan yang dihasilkan. Maka akan berbeda-beda pada setiap orangnya.

Menurut pandangan Islam pendistribusian hasil kekayaan yang dimiliki Negara disesuaikan tergantung pada kebutuhan, kemudian hasil kerja dan terakhir adalah sesuai dengan kepemilikan. Maka Islam memerintahkan kepada Negara untuk menjamin kebutuhan setiap anggota masyarakat dengan mensyariatkan zakat yang diambil dari golongan kaya dan diberikan kepada para fakir miskin.

Kesimpulan yang bisa diambil adalah ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi Kapitalis maupun Sosialis, karena Islam mengabungkan diantara keduanya. Islam menghormati kepemilikan individu dengan dibatasai batasan jelas yang diatur oleh syariah. Islam juga membolehkan Negara mengatur bentuk perekonomian yang ada dengan tidak merugikan pihak manapun.

Pendapat Ekonom Barat

Ditengah ketidak pahaman umat Muslimin terhadap system ekonomi Islam dan bahkan terkesan lebih membanggakan system ekonomi yang di anut oleh Barat, beberapa pakar ekonomi Barat justru mempunyai beberapa pendapat bebeda. Mereka dengan yakin menyatakan bahawa system ekonomi Islam adalah satu-satunya system ekonomi yang bisa menjawab semua permasalahan yang ada.

  1. Jack Austry, salah satu pakar ekonomi di Prancis setelah mendalami tentang ekonomi Islam dengan segala keharmonisannya dalam penggabungan kepentingan individu maupun kepentingan umum, berpendapat dalam salah satu tulisannya yang dipopulerkan tahun 1961 M dengan judul “Islam dalam Mengahadapi Perkembangan Ekonomi” akhirnya berkesimpulan “ Bahwa pertumbuhan ekonomi bukan hanya terbatas dengan dua system ekonomi yang dikenal dengan mazhab Kapilatis maupun Sosialalis. Namun disana ada system ekonomi ke tiga yang paling benar, yaitu system ekonomi Islam. “ Ia berpendapat, bahawa dengan diterapkannya system ketiga ini maka akan tercapai semua kebutuhan umat manusia.
  2. Louis Gardet salah satu misnionaris Barat dalam bukunya Cite Musulmane, dan seorang konsultan bernama Rayamond Charles dalam bukunya Le Droit Muslman menyimpulkan akan pentingnya kembali kepada semua ajaran Islam untuk mencapai kebahagiaan disemua bidang khusunya dalam bidang ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

  • Al-Qur`an Al-Karim
  • Yunus, Rafiq Al-Masry, Dr, Al-Iqtishod Al-Islamiy, Daar Al-Qolam, Damaskus, Cetakan ke Tiga Tahun 1999 M/ 1420 H.
  • Al-Fanjary, Muhammad Syauqi, Dr, Al-Wajiz fi Al-Iqtisod Al-Islamiy, Daar Al-Suruq, Cairo, Cetakan Pertama Tahun 1994 M/1414 H.
  • Qolahji, Muhammad Rawas, Dr, Mabahis fil Al-Iqtishod Al-Islamiy min usulihi Al-Fiqhiyah, Daar Nafais, Beirut, Libanon, Cetakan kedua tahun 1997 M/ 1417 H.
  • Karim, Adiwarman Azwar, Ir, Ekonomi Mikro Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Edisi Ketiga.

Baca Juga: