Menu Tutup

Eksistensi Allah

 Tuhan secara terminology memiliki banyak bentuk sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menyebut God, Allah, Yang Maha Kuasa, ingkang murbahing dumadi, dan lainnya. Dalam Islam istilah Tuhan dikenal dengan nama Allah, yang berasal dari bahasa Arab. Siapakah Allah itu? Bagaimana wujudnya? Bahkan dalam dalil naqli pun tidak ditemukan adanya kejelasan tentang wujud Allah yang nyata sebenarnya seprti apa.

Tuhan tidak mungkin dan tidak akan pernah menjadi kajian ilmu, karena kajian ilmu sangat terbatas, terukur dan selalu berubah dan diuji secara berulang-ulang oada laboratorium manusia, secara keilmuan. Keinginan untuk membuktikan Tuhan melalui pendekatan ilmu akan selalu mengalami kegagalan karena sudah sejak awal tidak ditemukan metodologi yang baku, karena Tuhan tidak dapat dibawa, diukur, ditimbang, difoto dan diujicobakan dalam laboratorium. Jadi, bukan berarti Tuhan tidak ada karena ketidaktahuan, Tuhan barangkali dilakukan karena kesalahan metodologi/pendekatannya.

Fazlur Rahman mengatakan Al-Quran telah menyatakan bahwa keyakinan kepada yang lebih tinggi daripada alam adalah “keyakinan dan kesadaran terhadap yang gaib”. Eksistensi Tuhan bagi mereka yang suka merenungi hal ini tidak lagi diyakini sebagai sesuatu yang “irrasional” dan “tidak masuk akal” tetapi berubah menjadi “ Kebenaran Tertinggi”. Dan yang menjadi masalah adalah bukanlah bagaimana caranya membuat manusia beriman dengan mengemukakan bukti-bukti “teologis” mengenai eksistensi Tuhan, tetapi bagaimana membuat manusia beriman dengan mengalihkan perhatiannya kepadaberbagai fakta yang jelas, dan mengubah fakta-fakta itu menjadi hal-hal yang mengingatkan manusia untuk memahami eksistensi Tuhan. Ada 3 hal yang perlu diingat manusia untuk memahami eksistensi Tuhan, yaitu:

  1. Segala sesuatu selain Allah, termasuk alam semesta senantiasa bergantung pada Tuhan.
  2. Tuhan Yang Maha Besar dan Perkasa pada dasarnya adalah Yang Maha Pengasih
  3. Hal-Hal yang sudah pasti mensyaratkan adanya hubungan yang tepat antara Tuhan dan manusia, yaitu hubungan antara yang diper-Tuan dengan hamba-Nya, yang konsekuensinya melahirkan hubungan manusia dengan manusia.

Kalau eksistensi Tuhan dapat dipahami sebagai sesuatu yang bukan irrasional, bagaimana caranya? Rahman menulis dengan jelas:

“ … begitu engkau mengurangi dari mana kemana alam semesta ini maka engkau pasti akan menemukan Tuhan. Pernyataan ini bukan merupakan bukti terhadap eksistensi Tuhan, karena menurut Al-Quran : Jika engkau tidak menemukan Tuhan, maka engkau tidak akan membuktikan eksistensinya…’ Menemukan’ bukan sebuah perkataan yang hampa. Perkataan ini meminta sebuah re-evaluasi total terhadap urutan realitas yang prima … Konsekuensi dari penemuan adalah bahwa Tuhan tidak dapat dipandang sebagai sebuah eksistensi diantara eksistensi-eksistensi lainnya… Tuhan ada bersama setiap sesuatu. Dialah yang menyebabkan integritas dari setiap sesuatu itu melalui  dan didalam hubungannya dengan yang lain, berhubungan pula denganTuhan. Jadi Tuhan adalah makna dari realitas, sebuah makna yang dijelaskan serta dibawakan oleh alam, dan selanjutnya oleh manusia. Setiap sesuatu dialam semesta ini adalah petanda eksistensi Tuhan… dan aktivitas-Nya yang mempunyai maksud dan tujuan akan dilanjutkan oleh manusia.

Intinya bahwa untuk dapat mengenal dan mengetahui eksistensi Tuhan maka lihat dan pelajarilah tanda-tanda kekuasaan dan keagungan_Nya.

Al-Quran juga menunjukkan cara untuk mengenal Tuhan melalui alam semesta yang ada. Pernyataan inisesuai dengan hadis Qudsi yang berbunyi “ Aku adalah sesuatu yang tersembunyi.Aku berkehendak untuk dikenal, maka Kuciptakan makhluk agar mereka mengenalKu. Begitupun juga menurut Ibnu ‘Arabi dalam studi filasafat islam.

Daftar Pustaka

Haris Abd, Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam, 2012, Jakarta: Amzah.

Syarif Iberani Jamal, Mengenal Islam, 2003. Jakarta: El-Kahfi.

Suharto Toto, Filsafat Pendidikan Islam, 2013, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Trueblood David, Philosophy Of Religion Filsafat Agama, 1987, Jakarta: PT Bulan Bintang

Baca Juga: