Menu Tutup

Esensi Azab dalam Islam

[otw_shortcode_dropcap label=”K” background_color_class=”otw-green-background” size=”large” border_color_class=”otw-no-border-color”][/otw_shortcode_dropcap]ata ‘ażāb berasal dari kata ‘a-ża-ba yang artinya sangat bervariasi sesuai dengan konteksnya. Dalam hadis ażāb bisa bermakna sesuatu yang membuat tersiksa:

Dari Abu Hurairah Ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: Safar adalah bagian dari siksa. (Ketika safar) salah seorang dari kalian akan terhalang (sulit) makan, minum dan tidur. Maka, jika urusannya telah selesai, bersegeralah kembali kepada keluarganya [HR. al-Bukhāri dan Muslim].

Namun ketika kata ‘ażāb dikaitkan dengan berbagai peristiwa yang menimpa manusia maka kata ‘ażāb berarti siksaan. Berbagai peristiwa yang menimpa manusia karena perbuatan yang melanggar ketetapan Allah disebut dengan ‘ażāb baik yang berdampak besar maupun kecil. Allah berfirman,

(15) Sesungguhnya (kalau) Kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar). (16) (Ingatlah) hari (ketika) Kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya Kami adalah Pemberi balasan [Q.S. al-Dukhān (44): 15-16].

Dengan memperhatikan makna kata‘ażāb di atas maka peristiwa-peristiwa yang merupakan ‘ażāb berasal dari luar diri manusia atau dalam diri manusia yang berfungsi sebagai ancaman dan hukuman bagi perbuatan manusia yang melanggar ketetapan Allah.

Peristiwa yang masuk dalam kategori ‘ażāb dapat berupa peristiwa alam yang dahsyat seperti tsunami, tanah longsor, banjir, gunung meletus, dan gempa bumi, ataupun berupa peristiwa sosial yang besar seperti peperangan dan ancaman sosial lainnya yang berfungsi sebagai peringatan agar manusia kembali pada ketetapan Allah. Allah berfirman,

(21) Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar). (22) Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayatayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa [Q.S. al-Sajdah (32): 21-22].

Kemudian Allah juga berfirman,

(6) Di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (7) Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih [Q.S. Luqmān (31): 6-7].

Dengan memperhatikan penjelasan di atas, kata ‘ażāb mengacu pada peristiwa akibat kesalahan manusia dalam menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan manusia lain dan alam.

Peristiwa-peristiwa itu bukan merupakan bencana, karena berbagai peristiwa pasti akan terjadi, namun ketika manusia tidak memperhitungkan risiko yang akan ditimbulkan oleh peristiwa tersebut, maka manusia akan mengalami bencana.

Dengan demikian, kesalahan manusia terletak pada tidak dapat memperhitungkan dengan seksama risiko yang dapat ditimbulkan oleh berbagai peristiwa dahsyat tersebut. Oleh karena itu, sebagian ‘ażāb merupakan bencana bagi manusia yang melakukan kesalahan, yakni salah memperhitungkan faktor risiko dari peristiwa alam yang dahsyat itu.

Referensi

Berita Resmi Muhammadiya, Fikih Kebencanaan, 2018.

Baca Juga: