Menu Tutup

Etika Bisnis Islam : Pengertian, Sistem, Konsep Dasar, Peranan & Fungsi dan Manfaat

Pengertian Etika Bisnis

Sebelum mendefinisikan etika bisnis terlebih dahulu kita telusuri makna kata per kata dari kalimat etika bisnis. Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan yang merupakan bagian dari filsafat. Menurut Webster Dictionary, etika ialah ilmu tentang tingkah laku manusia, prinsip-prinsip yang disistematisir tentang tindakan moral yang benar.[1] Banyak istilah lain yang senada dengan etika yaitu akhlaq, moral, etiket, nilai, dan sebagainya.

Hamzah Ya’kub dalam bukunya Etika Islam (1991:11-15): Perkataan akhlaq berasal dari bahasa Arab, yang diartikan sama dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiatAkhlaq adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.[2] Moral merupakan aturan dan nilai kemanusiaan (human conduct and value) seperi sikap, perilaku dan nilai. Etiket adalah tata karma atau sopan santun yang dianut oleh suatu masyarakat dalam kehidupannya. Nilai adalah penetapan harga sesuatu sehingga sesuatu itu memiliki nilai yang terukur.[3]

Kemudian, Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).[4] Skinner (1992) mengatakan bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.[5]

Jadi etika bisnis adalah refleksi kritis dan rasional dari perilaku bisnis dengan memperhatikan moralitas dan norma untuk mencapai tujuan. Etika bisnis kadang-kadang disebut pula etika manajemen, yakni penerapan standar moral ke dalam kegiatan bisnis. Faktor utama atas kecenderungan berhembusnya kepedulian melaksanakan etika bisnis adalah perilaku perusahaan dan para pengusahanya yang terus menerus melakukan pelanggaran dalam kegiatan bisnis.

Etika baik atau akhlak mulia itu tidak didapat dan terbentuk dengan sendirinya, tetapi ada faktor-faktor lain seperti yang dikemukakan oleh ahli etika bisnis islam dari Amerika, Rafiq Issa Beekun[6] mengungkapkan bahwa perilaku etika individu dapat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu Pertama: interprestasi terhadap hukum, Kedua: faktor organisasional dan Ketiga: faktor individu dan situasi. Hal-hal yang termasuk ke dalam bidang sensitif dalam etika bisnis yaitu :

  1. Dasar kebenaran dan kejujuran
  2. Hubungan saling percaya sesama rekan bisnis
  3. Adil dalam hubungan dengan pelanggan
  4. Etika dan tanggung jawab karyawan dalam melaksanakan pekerjaan
  5. Bertanggungjawab dalam menggunakan sumber daya dan aset perusahaan
  6. Keamanan dan kualitas produk
  7. Keamanan dan kesehatan di tempat kerja
  8. Perilaku suap-menyuap
  9. Pelestarian lingkungan
  10. Penghematan dalam penggunaan biaya, tidak ada mark up dan pemborosan
  11. Praktek dalam penjualan, promosi, dan pemasaran pada umumnya[7]

Pengertian Etika Bisnis Islam

Pengertian Etika Bisnis Islam Menurut Yusuf Qardhawi meliputi 3 bidang yakni sebagai berikut :

  1. Bidang Produksi, seorang hendaknya bekerja pada bidang yang dihalalkan, tidak melampaui hal yang diharamkan oleh Allah SWT., juga memelihara sumber daya alam agar tetap terjaga keberlangsungannya.
  2. Bidang Konsumsi, seorang muslim harus membelanjakan harta pada hal-hal yang baik, tidak bakhik serta tidak kikir. Seorang muslim juga hendaknya hidup sederhana dan menghindari kemubaziran.
  3. Bidang Distribusi, mendistribusikan hasil produksi hendaknya seorang muslim melandaskan kegiatannya pada nilai kebebasan yang dibingkai dalam nilai keadilan. Mewujudkan bisnis yang beretika berarti menjalankan suatu usaha atau pekerjaan yang dapat menghasilkan keuntungan sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan oleh agama Islam.

Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara :

  1. Melakukan suatu rekonstruksi kesadaran baru tentang bisnis.
  2. Diperlukan suatu cara pandang baru dalam melakukan kajian-kajian keilmuan tentang bisnis dan ekonomi yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan normatif sekaligus empirik induktif yang mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai, agar dapat mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang semakin cepat.[8]

Islam telah mensyariatkan etika yang rapi dalam aktivitas bisnis. Etika bisnis akan membuat masing-masing pihak merasa nyaman dan tenang, bukan saling mencurigai. Etika bisnis dalam Islam telah dituangkan dalam hukum bisnis Islam yang biasa disebut dengan muamalah. Aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia mempunyai aturan-aturan tertentu, sebut saja aturan dalam hal jual beli (ba’iy), berinvestasi (mudharabah), kerjasama bisnis (musyarakah), menggunakan jaminan (rahn), pengalihan utang (hiwalah) dan masih banyak jenis transaksi lainnya.

Demikian juga perbuatan yang dilarang dalam bisnis seperti praktik riba dengan segala macam bentuknya, penipuan, ketidakjelasan (gharar)maysir dan juga monopoli (ihtikar). Dalam hal tawar menawar jual beli, betapa indahnya jika dibungkus dengan etika bisnis. Jika seorang pedagang menjelaskan harga pokok sebuah sepatu dengan harga tertentu dan mengambil keuntungan dengan bilangan tertentu dengan mempertimbangkan biaya transportasi, sewa tempat dan seterusnya, maka tidaklah mungkin pembeli merasa keberatan dengan harga yang ditawarkan.

Dengan demikian, tidak terjadi spekulasi antara penjual dengan pembeli dalam tawar menawar, lebih dari itu terjadi hubungan persaudaraan yang indah antara penjual dan pembeli, sebab keduanya saling membutuhkan dan merasa terbantu. Bukan sebaliknya, terjadi kecurigaan dan bahkan tak jarang penipuan dalam rangka mencari keuntungan dan kesempatan.[9]

Aktivitas bisnis haruslah berorientasi dengan ibadah, semua jenis transaksi dalam bisnis hendaklah didasari oleh prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan patokan. Salah satu prinsip bisnis Islam adalah prinsip ilahiyah (prinsip ketuhanan). Prinsip ini sangat penting dalam mewarnai prilaku pelaku bisnis. Dalam Islam, semua aktivitas termasuk bisnis yang dilakukan bukan hanya pada dimensi duniawi yang berarti berkaitan dengan untung rugi saja.

Namun, lebih dari itu, hubungan bisnis dalam Islam adalah manifestasi dari ibadah kepada Allah SWT. Sudah menjadi ketentuan umum di masyarakat, jika tidak bisa menipu atau atau bermain “kotor” akan tersingkir dari dunia bisnis. Dengan kata lain, seorang pebisnis tidak bisa “lepas” dari prilaku kotor, tipu muslihat dan semacamnya, jika jujur maka akan terbujur.

Paradigma seperti ini tampaknya sudah menjadi “kesepakatan” masyarakat kita. Memang harus diakui karena bisnis berkaitan dengan uang maka peluang dan godaan untuk melakukan penipuan dan kebohongan sangat terbuka lebar. Dalam hal ini, telah terjadi pemilahan orientasi seorang pedagang dengan membedakan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Kehidupan dunia harus dikejar dengan cara-cara keduniaan, sedangkan kehidupan akhirat diperoleh dengan aktivitas ibadah dalam arti sempit (shalat, puasa, zakat dan haji).

Padahal, Islam tidak memandang aktivitas bisnis hanya dalam tataran kehidupan dunia, sebab semua aktivitas dapat bernilai ibadah jika dilandasi dengan aturan-aturan yang telah disyariatkan Allah. Dalam dimensi inilah konsep keseimbangan kehidupan manusia terjadi, yakni menempatkan aktivitas keduniaan dan keakhiratan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Etika bisnis adalah tuntutan yang harus dilaksanakan oleh pelaku bisnis dalam menegakkan konsep keseimbangan ekonomi. Jika saja pengambilan keuntungan berlipat-lipat adalah sebuah kesepakatan pelaku ekonomi, bukankah hal ini menjadikan supply-demand tidak seimbang, pasar bisa terdistorsi dan seterusnya.

Sistem Etika Bisnis Islam

Pada hakekatnya Islam sebagai suatu agama besar telah mengajarkan konsep-konsep unggul lebih dulu dari Non-Islam, akan tetapi para penganjur dan para pengikutnya kurang memperhatikan dan tidak melaksanakan ajaran-ajaran Islam sebagaimana mestinya.[10]

Berikut ini akan diungkapkan sejumlah parameter kunci sistem etika bisnis islam yakni sebagai berikut :

  1. Berbagai tindakan ataupun keputusan disebut etis bergantung pada niat individu yang melakukannya.
  2. Niat baik yang diikuti tindakan yang baik akan dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang haram menjadi halal
  3. Islam memberikan kebebasan kepada individu untuk percaya dan bertindak berdasarkan apapun keinginannya, namun tidak dalam hal tanggung jawab dan keadilan.
  4. Percaya kepada Allah SWT memberi individu kebebasan sepenuhnya dari hal apapun atau siapapun kecuali Allah.
  5. Keputusan yang menguntungkan kelompok mayoritas maupun minoritas tidak secara langsung berarti bersifat etis dalam dirinya karena etika bukanlah permainan mengenai jumlah.
  6. Islam mempergunakan pendekatan terbuka terhadap etika, bukan sebagai sistem yang tertutup dan berorientasi-diri sendiri.
  7. Keputusan etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama-sama antara Al-Qur’an dan alam semesta
  8. Islam mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktif dalam kehidupan ini.[11]

Lima konsep yang membentuk sistem etika bisnis islam adalah yakni sebagai berikut :

  1. Keesaan (Unity), berhubungan dengan konsep tauhid berbagai aspek dalam kehidupan manusia yakni politik, ekonomi, sosial, dan keagamaan membentuk satu kesatuan homogeny yang bersifat konsisten dari dalam dan integrasi dengan alam semesta secara luas. Ini merupakan dimensi vertical islam
  2. Keseimbangan (Equilibrium), berhubungan dengan konsep keesaan dimana keseimbangan diantara berbagai kehidupan manusia seperti yang disebutkan diatas untuk menciptakan aturan sosial yang terbaik. Rasa keseimbangan ini diperoleh melalui tujuan yang sadar. Ini merupakan dimensi horizontal islam.
  3. Kehendak bebas (Free Will) yaitu kemampuan manusia untuk bertindak tanpa tekanan eksternal dalam ukuran ciptaan Alloh dan sebagai khalifah Alloh dimuka bumi.
  4. Tanggung jawab (Responsibility) yaitu keharusan manusia untuk diperhitungkan semua tindakannya.
  5. Kebajikan (Benevolence) atau suatu tindakan yang memberi keuntungan bagi orang lain tanpa ada suatu kewajiban tertentu.[12]

Konsep Dasar Etika Bisnis Islam

Sejumlah pilar mendasar (fundamental) dalam keterkaitannya dengan pengembangan sistem nilai dari etika bisnis islam yang dikembangkan dari upaya reinterprestasi Al-Qur’an dan Sunnah. Konsep-konsep berikut diarahkan untuk lebih mengangkat nilai-nilai moral yang berkaitan dengan pencegahan atas tindakan eksploitatif, pembungaan, spekulasi, perjudian, dan pemborosan yang telah dirumuskan oleh para ahli adalah sebagai berikut:

Konsep Kepemilikan dan Kekayaan         

Secara etimologis kepemilikan seseorang akan materi berarti penguasaan terhadap sesuatu atau benda sedangkan secara terminolagi berarti spesialisasi seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkanya untuk melakukan tindakan hukum atas benda tersebut sesuai dengan keinginanya, selama tidak ada halangan syara’ atau selama orang lain tidak terhalangi untuk melakukan tindakan hukum atas benda tersebut. Aplikasi etika dan konsep kepemilikan dan kekayaan pribadi dalam islam bermuara pada pemahaman bahwasanya sang pemilik hakiki dan absolute hanyalah Allah SWT, sedangkan manusia hanya diberi hak kepemilikan terbatas yaitu sebagai pihak yang diberi wewenang untuk memanfaatkan. Allah SWT. berfirman“kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Ali-Imran ayat 189)

Konsekuensi etika dari hak kepemilikan akan materi/kekayaan dalam islam mencerminkan beberapa hal pemberlakuan hak kepemilikan individu pada satu benda tidak menutupi sepenuhnya akan adanya hak yang sama bagi orang lain, negara mempunyai otoritas kepemilikan atas individu yang tidak bertanggung jawab terhadap hak miliknya, dalam hak kepemilikan berlaku sistematika konsep takaful/jaminan sosial antar sesama muslim atau antar manusia secara umum, hak milik umum dapat menjadi hak milik pribadi (konsep usaha dan niatan), konsep hak kepemilikan dapat meringankan sejumlah konsekuensi hukum syariah, konsep kongsi dalam hak yang melahirkan keuntungan materi harus merujuk kepada sistem bagi hasil, dan ada hak kepemilikan orang lain dalam hak kepemilikan harta (konsep zakat).

Konsep Distribusi Kekayaan

Konsep dasar kapitalis dalam permasalahan distribusi adalah kepemilikan private (pribadi). Makanya permasalahan yang timbul adalah adanya perbedaan mencolok pada kepemilikan, pendapatan, dan harta pusaka peninggalan leluhurnya masing-masing. Islam menawarkann instrumen yang sangat beragam untuk optimalisasi proses distribusi income. Dan konsep yang ditawarkan ada yang menuntut bantuan otoritas dari pemerintah (negara) dan ada pula yang memang sangat bergantung kepada konsep karitatif personal dan sosial muslim. Instrumen tersebut antara lain ghanimah, kharaj, jizyah, rikaz, dhawa’i, usyur, dan zakat fitrah.

Konsep Kerja dan Bisnis

Paradigma yang dikembangkan dalam konsep ini mengarah kepada pengertian kebaikan (thoyib) yang meliputi materinya itu sendiri, cara memperolehnya, dan cara pemanfaatannya.

Konsep Halal-Haram.

Dalam Al-Qur’an aturan halal dan haram kontrak komersial/bisnis diatur secara umum, Allah SWT. berfirman (Q.S. An-Nisaa’ ayat 29) “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu”[13]

Peranan & Fungsi Etika Bisnis

Etika bisnis dalam perusahaan mempunyai peran penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.[14]

Peranan Etika dalam Bisnis menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses atau berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :

  1. Produk yang baik
  2. Managemen yang baik
  3. Memiliki Etika

Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Etika bisnis memang memiliki peranan penting dalam keberhasilan ataupun kegagalan sebuah usaha. Etika bisnis sangat berpengaruh besar dalam hasil suatu usaha tingkah wirausaha yang baik akan menentukan suatu usahanya tersebut dapat kearah yang berhasil atau gagal.[15]

Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, individu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral. Individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku mereka[16].

Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral. Etika bisnis mempunyai prinsip dalam kaitan ini berhubungan dengan berbagai upaya untuk menggabungkan berbagai nilai-nilai dasar (basic values) dalam perusahaan, agar berbagai aktivitas yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan.

Adapun fungsi dari etika bisnis yakni sebagai berikut:

  1. Dapat mengurangi dana yang diakibatkan dari pencegahan yang kemungkinan terjadi friksi atau perpecahan, baik dari intern perusahaan itu sendiri maupun ekstern.
  2. Membangkitkan motivasi pekerja agar terus meningkat, melindungi prinsip dalam kebebasan berdagang atau berniaga, serta dapat menciptakan keunggulan dalam bersaing.
  3. Melakukan perubahan kesadaran masyarakat tentang bisnis dengan memberikan suatu pemahaman atau cara pandang baru, yakni bahwa bisnis tidak terpisah dari etika.

Manfaat Etika Bisnis

Berikut ini merupakan manfaat etika bisnis yang baik dijalankan oleh perusahaan perusahaan maupun organisasi :

  1. Pengendalian diri
  2. Pengembangan tanggung jawab sosial perusahaan
  3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
  4. Dapat menciptakan persaingan yang sehat antar perusahaan maupun organisasi
  5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
  6. Guna menghindari sifat KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang dapat merusak tatanan moral
  7. Dapat mampu menyatakan hal benar itu adalah benar.
  8. Membentuk sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah
  9. Dapat konsekuen dan konsisten dengan aturan-aturan yang telah disepakati bersama
  10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah dimiliki.

[1] Buchari Alma, dkk, Manejemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta) hal.204

[2] Ibid 203

[3] Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: UPP-AMP YKPN) 2004, Hal.37

[4] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta : UPP-AMP YKPN, 2003

[5] Skinner (1992), dalam Yusanto & Wijayakusuma, Menggagas Bisnis Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 2002

[6] Rafiq Issa Beekun, Islamic Business Ethics, IRTI, Virginia, 1997, hal. 3

[7] Buchari Alma, dkk, Manejemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta) hal 202

[8] Rafiq Issa Beekun, Islamic Business Ethics, Virginia : The International Institute of Islamic Thought, hal.33

[9] Ibid 12-13

[10] Ibid 204

[11] Rafiq Issa Beekun, Islamic Business Ethics, Virginia : The International Institute of Islamic Thought, 1997

[12] Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: UPP-AMP YKPN) 2004, Hal 53-54

[13] Drs faisal badroen, MBA, dkk,Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press), 2006 hal. 104-170

Baca Juga: