Menu Tutup

Faidah Dan Manfaat Mengimani Takdir Allah

  1. Iman kepada takdir-Nya merupakan hal yang menyempurnakan keimanan seorang hamba kepada Allah Ta’ala dan tidak akan benar keimanan seorang hamba tanpa hal ini, karena iman kepada takdir Allah Ta’ala termasuk rukun-rukun iman.
  2. Iman kepada takdir-Nya termasuk penyempurna tauhid Rububiyyah dan tauhid nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala, sebagiamana penjelasan di awal tulisan ini.
  3. Merasakan ketenangan hati, kelapangan jiwa dan tidak merasa gelisah dalam menghadapi kesulitan dalam kehidupan di dunia ini, karena semua itu terjadi dengan ketetapan Allah Ta’ala dan tidak mungkin dihindari.
  4. Merasakan musibah menjadi ringan, sehingga memudahkan seorang hamba untuk bersabar dan meraih pahala dari Allah Ta’ala ketika ditimpa musibah dan bencana. Allah Ta’ala berfirman:

{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}

“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS at-Taghaabun:11).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Makna ayat ini: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah, sehingga dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah tersebut, maka Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Dia akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan yang lebih baik baginya”.[1]

  1. Orang yang mengimani takdir akan selalu mengembalikan semua urusannya kepada Allah Ta’ala, karena jika dia mengetahui bahwa segala sesuatu terjadi dengan takdir dan ketetapan-Nya maka dia akan selalu kembali kepada-Nya dalam memohon taufik dan kebaikan baginya dan menolak keburukan darinya, serta menyandarkan semua kebaikan dan nikmat kepada-Nya semata. Inilah landasan utama segala kebaikan bagi seorang hamba dan sebab utama meraih taufik dari Allah Ta’ala.[2]
  2. Menjadikan seorang hamba mengetahui kekurangan dan kelemahan dirinya, sehingga dia tidak merasa bangga dan lupa diri  ketika melakukan perbuatan baik.
  3. Menjadikan orang yang beriman semakin mengetahui sempurnanya hikmah Allah Ta’ala dalam semua perbuatan-Nya.
  4. Menjadi motivasi bagi orang yang beriman untuk semakin semangat berbuat kebaikan dan melakukan hal-hal yang bermanfaat.
  5. Berani dan tegar dalam menegakkan agama Allah Ta’ala dan tidak takut terhadap celaan manusia dalam kebenaran.
  6. Merasakan kekayaan/kecukupan dalam hati, dan inilah kekayaan yang hakiki. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “…Ridhahlah (terimalah) pembagian yang Allah tetapkan bagimu maka kamu akan menjadi orang yang paling kaya (merasa kecukupan)”.[3]

[1] Tafsir Ibnu Katsir (8/137).

[2] Sebagaimana keterangan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab “al-Fawaa-id” (hal. 97).

[3] HR at-Tirmidzi (no. 2305) dan Ahmad (2/310), dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah.

 

Baca Juga: