Menu Tutup

Gono-gini dalam Islam

Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kemunculan pasal-pasal tentang harta bersama.

Diantara argument mereka tentang harta bersama ialah:

1. ‘Urf (Kebiasaan)

Para pendukung gono-gini mendapati memang sebelum pasal itu muncul, budaya orang-orang Indonesia sejak lama telah menjalankan praktek harta bersama. Karena adat inilah yang kemudian memunculkan pasal-pasal tersebut dalam Undangundang resmi Negara.

Jadi, ‘urf atau adat dan kebiasaan menjadi argument pertama dari para ulama pendukung gono-gini. Ditambah lagi bahwa memang tidak ada dalil syar’i baik dari nash Al-Quran maupun Hadits Nabi SAW yang melarang untuk menjadikan harta suami-istri itu harta bersama.

Bahwa para ulama dan ahli fiqih tidak membicarakan harta bersama dalam kitab-kitab mereka, itu didasari oleh budaya dan kultur mereka (timur tengah). Budayanya memang suamilah yang menafkahi seluruh kebutuhan keluarga dan istri hanya berdiam di rumah melayani suami. Pun ketika memulai pernikahan, suami sudah punya harta untuk keluarga dan istri dalam status tak berharta.

Berbeda dengan budaya Indonesia yang kedua pihak; suami dan istri, masing-masing berangkat memulai perkawinan dari nol harta. Sama sekali tidak punya harta, barulah setelah mereka bersama, mereka memulai mencari dan berpenghasilan.

Menurut mereka tidak ada dalil syar’i baik dari nash Al-Quran maupun Hadits Nabi SAW yang melarang untuk menjadikan harta suami-istri itu harta bersama. Karena tidak ada dalilnya, maka ini termasuk perkara yang didiamkan oleh syariah atau amrun maskuutun ‘anhu [أمر مسكوت عنه].

Karena perkara ini didiamkan oleh syariah, maka hukumnya dikembalikan kepada ‘urf dan kebiasaan setempat. Artinya mengambil hukum adat setempat yang mana syariah membolehkan, sebagaimana kaidah fiqih:  العادة محكمة

“Kebiasaan/adat (bisa) menjadi hukum”

Jadi menurut mereka tidak ada masalah mempraktekkan hukum harta bersama dalam masyarakat Indonesia yang memang sejak dahulu telah mengamalkannya sebagai budaya yang tidak ditinggalkan.

2. Syirkah Abdan

Argumen para pendukung adanya harta bersama setelah menggunakan ‘urf, mereka melihat dari segi muamalah. Mereka dengan optimis mengatakan bahwa harta bersama juga diakui oleh syariah dengan adanya kerja-bersama antara suami dan istri.

Dalam muamalah dikenal adanya akad syirkah antara dua pihak atau lebih dalam sebuah usaha, yang kemudian hasil dari usaha tersebut menjadi milik mereka dan dibagi sesuai hasil kesepakatannya.

Menurut mereka, sejatinya apa yang dilakukan oleh suami dan istri itu ialah koperasi 2 badan yang dikenal dalam syariah dengan istilah syirkah abdan

 .[شركة أبدان]

Bagaimana bentuknya?

Bentuknya ialah sang suami bekerja menghasilkan uang dari usahanya dan sang istri membantu melayaninya dan memenuhi segala kebutuhannya di rumah. Tugas melayani dan memenuhi kebutuhan suami di rumah itu menunjang kinerja suami dalam menghasilkan penghasilan dari usahanya itu.

Jadi sejatinya istri punya andil besar dalam usaha yang dihasilkan oleh suaminya tersebut. Mungkin saja, kalau tidak ada istri yang memenuhi kebutuhan suaminya di rumah, kinerja sang suami bisa menurun atau bahkan memburuk.

Begitu beberapa argumen para ulama dan srjana muslim pendukung adanya harta bersama dalam budaya masyarakat Indonesia.

Sumber: Ahmad Zarkasih, Gono-Gini, Antara Adat, Syariat dan Undang-Undang, Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2018.

Baca Juga: