Menu Tutup

Good and Clean Governance : Pengertian, Prinsip, dan Manfaatnya

Pengertian Good and Clean Governance

a. Good Governance

Istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai – nilai tersebut dalam kehidupan sehari – hari. Dalam konteks ini, pengertian good governance tidak sebatas pengelolaan lembaga pemerintahan semata, tetapi menyangkut semua lembaga baik pemerintah maupun nonpemerintah (lembaga swadaya masyarakat) dengan istilah good corporate.

b. Pengertian  Clean Governance

Clean governance berarti pemerintahan yang bersih yaitu model pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan dan bertanggung jawab.  Jadi pemerintahan yang bersih yaitu pemerintahan yang terbuka terhadap public dan bebas dari permasalahanKorupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pemerintahan yang bersih akan membuat rakyat percaya terhadap pemerintah sehingga tidak ada saling curiga antara rakyat kepada pemerintah.

Prinsip – Prinsip Pokok Good and Clean Governance

a. Partisipasi

Pengertian ini tidak ditemui dalam UU No. 28 Tahun 1999, tetapi kalau dipahami misi UU No. 22 Tahun 1999 maka partisipasi masyarakat adalah hal yang hendak diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan ringkas Sukardi (2000) menterjemahkan partisipasi sebagai upaya pembangunan rasa keterlibatan masyarakat dalam berbagai proses yang dilakukan oleh pemerintah. Pendapat ini adalah upaya melibatkan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan. Dalam teori pengambilan keputusan semakin banyak partisipasi dalam proses kelahiran sebuah politik maka dukungan akan semakin luas terhadap kebijaksanaan tersebut (Dunn, 1997). Hal ini dapat dipahami karena kecenderungan ke depan pemerintah yang mempunyai peranan terbatas dapat mempercepat pembangunan masyarakat.

Konsep partisipasi tentu sejalan dengan system pemerintahan yang demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran serta dalam suatu lingkungan kegiatan. Peran serta disini menyangkut akan adanya proses antara dua atau lebih pihak yang ikut mempengaruhi satu sama lain yang menyangkut pembuatan keputusan, rencana, atau kebijakan. Dalam pelayanan publik, partisipasi tidak hanya terjadi diantara pihak pemerintah melalui birokrat yang kemudian membuat kebijakan mengenai bentuk pelayanan yang akan diberikan, tetapi juga harus melibatkan masyarakat sehingga mengetahui lebih lanjut apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dalam pelayanan publik. Dalam hal ini, pemerintah melalui pihak birokrat harus berperan sebagai fasilitator dan katalisator yang memberikan pelayanan terbaik yang memang sesuai.

Tujuan utama dari adanya partisipasi sendiri adalah untuk mempertemukan kepentingan yang sama dan berbeda dalam suatu perumusan dan pembuatan kebijakan secara berimbang untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh. Keterlibatan masyarakat lebihkepada pengharapan akan tertampungnya berbagai aspirasi dan keluhan masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan oleh birokrat selama ini. Masyarakat terlibat baik dalam bentuk perencanaan untuk mengedepankan keinginan terhadap pelayanan publik, perumusan ataupun pembuatan kebijakan, serta juga sebagai pengawas kinerja pelayanan. Adapun criteria yang perlu dipenuhi dalam pengaplikasian pendekatan partisipatif ini (Lijan Poltak Sinambela, 2006), menyangkut :

  1. Pelibatan seluruh stake holder untuk setiap arena perumusan dan penetapan kebijakan.
  2. Penguatan institusi-institusi masyarakat yang legitimate untuk menyuarakan seluruh aspirasi yang berkembang.
  3. Penciptaan proses-proses politik yang negosiatif untuk menentukan prioritas atas collective agreement.
  4. Mendorong pemberdayaan masyarakat melalui pembelajaran kolektif sebagai bagian dari proses demokrasi

b. Penegak Huhum(rule of law)

Rule of low berarti penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu, yang mengatur hak-hak manusia yang berarti adanya supremasi hukum. Menurut Bargir manan (1994), supremasi hukum mengandung arti :

  1. Suatu tindakan hukum hanya sah apabila dilakukan menurut atau berdasarkan aturan hukum tertentu (asas legalitas). Ketentuan hukum hanya dapat dikesampingkan dalam hal kepentingan umum benarbenar menghendaki atau penerapan suatu aturan hukum akan melanggar dasar-dasar keadilan yang berlaku dalam masyarakat (principlesof natural justice)
  2. Ada jaminan yang melindungi hak-hak setiap orang baik yang bersifat asasi maupun yang tidak asasi dari tindakan pemerintah atau pihak lainnya. Asas penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintahan yang profesional harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa.

Sehubungan dengan hal tersebut, realisasi wujud good and clean governance, harus diimbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

Supremasi hukum,

Yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara, dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan aturan yang jelas dan tegas, dan dijamin pelaksanaannya secara benar serta independen. Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya tindakan pemerintah atas dasar diskresi (tindakan sepihak berdasarkan pada kewenangan yang dimilikinya).

Kepastian hukum,

Bahwa setiap kehidupan berbangsa bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikatif dan tidak bertentangan antara suku , agama  dan lainnya.

Hukum yang responsif,

Yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas, dan mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil.

  1. Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hukum berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu. Untuk itu, diperlukan penegak hukum yang memiliki integritas moral dan bertanggung jawab terhadap kebenaran hukum.
  2. Independensi peradilan,

Yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh penguasa atau kekuatan lainnya.

c. Transparansi (transparency)

Adanya transparansi / keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha, terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan publik adalah dalam masalah transparansi sendiri. Dalam organisasi swasta, keterbukaan informasi bukanlah suatu hal yang menjadi harus. Banyak hal yang dirasa harus dirahasiakan dari publik dan hanya terbuka untuk beberapa pihak. Sementara itu, organisasi publik yang bergerak atas nama publik mengharuskan adanya keterbukaan agar dapat menilai kinerja pelayanan yang diberikan. Dengan begini, akan terlihat bagaimana suatu system yang berjalan dalam organisasi tersebut.

Menurut penjelasan Pasal 3 angka 4 UU No. 28 tahun 1999 prinsip  transparan diartikan sebagai berikut :

“Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur,dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara”.

Dari pengertian tersebut terlihat bahwa masyarakat berhak memperoleh informasi yang benar dan jujur tentang penyelenggaraan negara. Ini adalah peran serta masyarakat secara nyata dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Secara lebih jelas peran serta masayarakat ini ditentukan dalam PP No. 68 Tahun 1999. Dalam Pasal 2 ayat (1) dikatakan peran serta masyarakat untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dilaksanakan dalam bentuk :

  1. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara;
  2. hak memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara;
  3. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggaraan negara.

d. Responsif (responsive)

Asas responsif adalah dalam pelaksanaan prinsip-prinsip goodandcleangovernance bahwa pemerintah harus cepat tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat,  harus memehami kebutuhan masyarakat, harus proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan masyarakat. Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi kepentingan public (publicinterest) sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, Birokrasi dalam memberikan pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam memberikan suatu model pelayanan.

Masyarakat adalah sosok yang kepentingannya tidak bisa disamakan secara keseluruhan dan pada saatnya akan merasakan suatu kebosanan dengan hal yang stagnan atau tidak ada perubahan, termasuk dalam pemberian pelayanan. Masyarakat selalu akan menuntut suatu proses yang lebih mudah/simple dalam memenuhi berbagai kepentingannya. Oleh karena itu, Birokrasi harus dengan segera mampu membaca apa yang menjadi kebutuhan publik.

Sesuai dengan asas responsif, setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni etika individual dan sosial.

  1. Kualifikasi etika individual menuntut pelaksana birokrasi pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan layolitas profesional.
  2. Etika sosial menuntut mereka agar memiliki sensitivitas terhadap berbagai kebutuhan publik

e. Berorientasi pada kesepakatan (concensusorientation)

Berorientasi pada consensus berarti pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para aktor yang terlibat. Hal ini sejalan dengan konsep partisipatifdimana adanya keterlibatan dari masyarakat dalam merumuskan secara bersama mengenai hal pelayanan publik.

Cara pengambilan keputusan konsensus, selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, cara ini akan mengikat sebagian besar komponen yang bermusyawarah dan memiliki kekuatan memaksa terhadap semua yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.

Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Semakin banyak yang melakukan pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan umum, maka akan semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya, dan akuntabilitas pelaksanaannya dapat semakin dipertanggungjawabkan.

f. Kesetaraan (equity)

Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Asas inimengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah bersikap dan berperilaku adil dalam halpelayanan publik tanpa membedakan suku, jenis, keyakinan, jenis kelamin, dan kelas social.

Keadilan berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki maupun perempuan, miskin dan kaya memilik kesamaan dalam memperoleh pelayanan publik oleh birokrasi. Dalam hal ini, birokrasi tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani pihak-pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali. Konsep keadilan masih terlihat sulit diterpakan dalam pelayanan publik di Indonesia. Hal ini bisa dipengaruhi karena konflik kepentingan birokrasi

g. Efektivitas (effectiveness) dan efisiensi (efficiency)

Efektif secara sederhana berarti tercapainya sasaran dan efisien merupakan bagaimana dalam mencapai sasaran dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam bentuk pelayanan publik, hal ini berarti bagaimana pihak pemberipelayanan melayani masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur yang sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.Pemerintahan yang baik dan bersih harus memenuhi criteria efektif (berdaya guna)dan efesien ( berhasil guna). Efektivitas dapat diukur dari seberapa besar produk yang dapatmenjangkau kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok. Efesiensi umumnya diukurdengan rasionalisitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat

i. Akuntabilitas (accountability)

Asas akuntabilitas adalah pertanggung jawaban pejabat public terhadap masyarakat yang memberinya wewenang untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat public dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat.

Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersebut, sudah sesuaikah pengaplikasiannya, dan bagaimana dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain. Dalam birokrasi, akuntabilitas yang berarti akuntabilitas publik menjadi sesuatu yang sepertinya menjadi sosok yang menakutkan. Hal ini tentunya disadari dari ketidakjelasan atas kinerja birokrat itu sendiri. Namun, ternyata, banyak cara yang sering dilakukan para birokrat dalam menutupi kesalahan sehingga akuntabilitasnya terlihat baik. Menurut Turner dan Hulme (Mardiasmo, 2002), menerapkan akuntabilitas memang sangatlah sulit, bahkan lebih sulit dalam memberantas korupsi. Akuntabilitas saat ini menjadi konsep utama yang harus diterapkan dalam organisasi publik dalam mendongkrak kinerja mereka tentunya. Tuntutan akan akuntabilitas tidak hanya menekankan pada tanggung gugat secara vertikal dalam arti antara bawahan terhadap atasan, tetapi juga secara horisontal yang berarti terhadap masyarakat. Elwood (Mardiasmo,2002) menyatakan bahwa ada empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi dalam organisasi sektor publik, yang juga termasuk birokrasi, yakni :

  • Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum    (accountabilityforprobityandlegality)
  • Akuntabilitas Proses (processaccountability)
  • Akuntabilitas Program (program accountability)
  • Akuntabilitas Kebijakan (policyaccountability)

j. Visi strategis (strategic vision)

Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi goodandclengovernance. Dengan kata lain, kebijakan apapun yang akan diambil saat ini, harus diperhitungkan akibatnya untuk sepuluh atau duapuluh tahun ke depan. Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan latar belakang sejarah, kondisi sosial, dan budaya masyarakat.

Good and Clean Governance dan kontrol Sosial

Kontrol masyarakat akan berdampak pada tata pemerintahan yang baik, efektif, dan bebas dari KKN. Untuk mewujudkan pemerintah yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-prinsip pokok good and clean governance , setidaknya dapat dilakukan melalui pelaksaan prioritas program, yakni:

  1. Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan

Penguatan peran lembaga perwakilan rakyat, MPR, DPR, dan DPRD mutlak dilakukan dalam rangka peningkatan fungsi mereka sbagai pengontrol jalannya pemerintahan.

  1. Kemandirian lembaga peradilan

Untuk mewuudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa berdasarkan prinsip good and clean governance peningkatan profesionalitas aparat penegak hukum dan kemandirian lembaga peradilan mutlak dilakukan.

  1. Profesionalitas dan integritas aparatur pemerintah

Perubahan paradigma aparatur negara dari birokrasi elitis menjadi birokrasi populis (pelayan rakyat) harus dibarengi dengan peningkatan profesionalitas dan integritas moral jajaran birokrasi pemerintah.

  1. Penguatan partisipasi masyarakat madani (civil society)

Peningkatan partisipasai masyarakat adalah unsur penting lainnya dalam merealisasikan pemerintahan yang baik dan berwibawa. Partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan mutlak dilakukan dan difasilitasi oleh negara (pemerintah).

  1. Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah

Untuk merealisasikan prinsip-prinsip clean and governance, kebijakan otonomi daerah dapat dijadikan sebagai media transformasi perwujudan model pemerintahan yang menompang tumbuhnya kultur demokrasi di Indonesia.

Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik

Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan good and governance di Indonesia. Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi area di mana negara yang diwakili pemerintah berinteraksi dengan leembaga nonpemerintah. Keberhasilan dalam pelayanan publik akan mendorong tingginya dukungan masyarakat terhadap kerja birokrasi. Kedua,pelayanan publik adalah wilayah dimana berbagai aspek good and clean governance bisa diartikulasikan secara lebih mudah. Ketiga, pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance, yaitu pemerintah, masyarakat, dan mekanisme pasar. Dengan demikian, pelayanan publik menjadi titik pangkal efetifnya kinerja birokrasi.

Kinerja birokrasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen indikator sebagai berikut ini:

  1. Indikator masukan (inputs), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar birokrasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya.
  2. Indikator proses (process), yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses pekerjaan berkaitan dengan kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
  3. Indikator produk (outputs), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari sesuatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
  4. Indikator  hasil (outcomes), adalah sesuatu yang mencerminkan berfungsinya produk kegiatan pada jangka waktu menengah (efek langsung).
  5. Indikator manfaat (benefit), adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
  6. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

Manfaat Adanya Good Governance

  1. Mendorong tercapainya kesinambungan pemerintahan melalui pengelolaan yang didasarkan pada aspek transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kesetaraan dan kewajaran.
  2. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat.
  3. Meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan
  4. Berkurangnya secara nyata praktek  KKN  di birokrasi  yang antara  lain   ditunjukan dengan hal-hal sebagai berikut :
  5. Tidak adanya manipulasi pajak;
  6. Tidak adanya pungutan liar;
  7. Tidak adanya manipulasi tanah;
  8. Tidak adanya manipulasi kredit;
  9. Tidak adanya penggelapan uang negara;dll
  10. Terciptanya  sistem  kelembagaan  dan  ketatalaksanaan  pemerintahan  yangbersifat efektif, efisien, transparan, profesional dan akuntabel :
  11. Sistem kelembagaan lebih efektif, ramping, fleksibel;
  12. Kualitas tata laksana dan hubungan kerja antar lembaga di pusat, dan antar  pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota lebih baik;
  13. Sistem administrasi pendukung dan kearsipan lebih efektif dan efisien;
  14. Dokumen/arsip negara dapat diselamatkan, dilestarikan, dan terpelihara dengan baik;
  15. Terhapusnya  peraturan  perundang-undangan  dan  tindakan  yang  bersifat  diskriminatif terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat :
  16. Kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha (swasta) Meningkat.
  17. SDM, prasarana, dan fasilitas pelayanan menjadi lebih baik.
  18. Berkurangnya hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan public.
  19. Prosedur  dan  mekanisme  serta  biaya  yang  diperlukan  dalam pelayananpublik lebih baku dan jelas.
  20. Penerapan sistem merit dalam pelayanan.
  21. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan  publik.
  22. Penanganan pengaduan masyarakat lebih intensif.
  23. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan pelayanan publik
  24. Terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan baik di pusat maupun di daerah :
  25. Hukum  menjadi  landasan  bertindak  bagi  aparatur  pemerintah  dan masyarakat untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik;
  26. Kalangan dunia usaha/swasta merasa lebih aman dan terjamin ketikamenanamkan modal dan menjalankan usahanya karena ada aturan main (rule ofthe game) yang tegas, jelas, dan mudah dipahami oleh masyarakat;
  27. Tidak  akan  ada  kebingungan  di  kalangan  pemerintah  daerah  dalam melaksanakan  tugasnya  serta  berkurangnya  konflik  antarpemerintahdaerahserta    antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

DAFTAR PUSTAKA

  • Amarsuteja.blogspot.com/2013/01/good-and-clean-governance.html
  • Haris. Syamsuddin. 2007.  Desentralisasi & Otonomi Daerah. Jakarta: Lipi Press
  • Hidayat ,Komarudin. 2010. Azra , Azyumardi. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup
  • Leekaayoung.blogspot.com/2017/01/hi-guys-aku-pengen-share-makalah pkn.html
  • Menulis-makalah.blogspot.com/2017/01/good-and-clean-governance

Baca Juga: