Syariat Islam juga melarang umat Islam berpenampilan khas agama lain, termasuk agama Kristen. Penampilan itu misalnya lambang salib yang sudah khas di seluruh dunia. Termasuk juga jubah khas para pendeta, pastor dan sejenisnya.
Dasar Keharaman
Keharaman mengenakan pakaian yang menyerupai pakaian orang-orang kafir didasarkan dari salah satu sabda Rasulullah SAW :
Siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum itu (HR. Abu Daud )
Selain itu juga ada hadits lainnya dimana beliau meminta para shahabatnya untuk berpenampilan lain yang tidak menyerupai orang-orang yahudi.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka.” (HR. Bukhari)
Para ulama berpendapat bahwa kedua hadits ini adalah dasar dari keharaman seorang muslim dari berpakaian atau berpenampilan seperti layaknya seorang yang bukan beragama Islam.
Tidak semua pakaian yang mengandung nilai kesamaan dengan pakaian orang kafir lantas menjadi haram atau kufur pelakunya. Para ulama telah membuat batasan yang jelas tentang masalah ini, agar kita tidak begitu saja menjatuhkan vonis kafir kepada sembarang orang.
Di Dalam Negara Islam
Al-Imam Ar-Ramli menegaskan bahwa seorang muslim akan menjadi kafir ketika mengenakan pakaian khas orang kafir di dalam negeri Islam.
Sedangkan bila dia mengenakannya di dalam negeri kafir, tidak dihukumi haram atau kafir. Hal itu mengingat bahwa boleh jadi pakaian yang tersedia di negeri kafir itu memang hanya tersedia yang seperti itu. (Asna Al-Mathalib jilid 2 halaman 14)
Al-Imam Ibnu Taimiyah juga menjelaskan bahwa bila seseorang yang tinggal di sebuah negeri kafir, baik darul kufri harbi atau darul kufri ghairul harbi, mengenakan pakaian yang menjadi ciri khas penduduk negeri itu, dengan niat dan tujuan untuk dapat melakukan pendekatan diri kepada penduduknya dalam rangka proses menyampaikan dakwah Islam, maka hukumnya tidak haram. (Iqtidha’ Shirathal Mustaqim jilid 1 halaman 418)
Dalam Keadaan Dharurat
Seseorang menjadi kafir atau berdosa besar kala mengenakan pakaian khas orang kafir, bila tidak ada alasan dharurat. Sedangkan bila dia mengenakannya karena dalam keadaan dharurat, maka hal itu dibolehkan.
Di antara bentuk keadaan dharurat antara lain karena perang, cuaca, terpaksa atau pun karena kemiskinan.
Dalam perang yang berkecamuk dengan dahsyat, terkadang dibutuhkan sebuah tipu daya untuk mengelabuhi musuh. Misalnya dalam operasi penyelamatan sandera dengan cara mengendap-endap masuk ke wilayah musuh, dalam hal ini dibolehkan seorang tentara muslim mengenakan pakaian khas milik orang kafir.
Atau dalam operasi inteligen yang membutuhkan penyamaran, maka hukumnya dibolehkan bila memakai pakaian khas orang kafir.
Sedangkan contoh karena penyebab cuaca misalnya negeri sub-tropis dengan suhu yang ekstrim, penduduk yang tinggal di negeri itu harus mengenakan pakaian yang bisa untuk bertahan terhadap cuaca dingin yang mengigit atau cuaca panas yang menyengat. Bila saat itu yang ada hanya pakaian khas milik orang kafir, hukumnya diperbolehkan untuk dipakai karena darurat.
Khas Pakaian Agama
Yang diharamkan untuk dipakai hanyalah pakaian khas milik agama tertentu, dimana selain pemeluk agama itu tidak akan mengenakannya. Pakaian itu bukan milik bangsa atau rakyat yang tinggal di negeri tertentu.
Dan mode pakaian suatu agama pun terkadang mengalami perubahan yang signifikan. Maka keharamannya hanya sebagai ketika suatu jenis pakaian sedang dijadikan pakaian khas suatu agama.
Sehingga boleh jadi, ketika zaman berganti, dan suatu agama mengubah pakaian khas mereka, maka pakaian yang lama yang sudah tidak jadi ciri khas agama itu sudah tidak lagi haram untuk dipakai oleh seorang muslim.
Lambang Salib
Lambang salib sebagai ciri khas pakaian atau asesoris kaum nasrani haram hukumnya dikenakan oleh seorang muslim. Baik lambang itu dalam bentuk motif pakaian, atau pun dalam bentuk perhiasan pada kalung, gelang, cincin, atau tongkat.
Walau pun belum tentu orang yang mengenakan lambang salib itu menjadi pemeluk agama nasrani, namun syariat Islam melarang umatnya untuk memakai pakaian dan asesoris yang melambangkan suatu agama.
Rasulullah SAW telah menegaskan dalam sabdanya :
Siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum itu (HR. Abu Daud )
Jubah Pendeta
Di antara pakaian yang khas hanya dikenakan oleh non muslim adalah jubah pendeta dari suatu agama, entah Hindu, Budha, Konghuchu atau yahudi dan nasrani.
Jubah-jubah itu umumnya punya lambang tertentu, warna tertentu serta model dan cara pemakaian tertentu.
Namun kita tidak bisa membuat vonis bahwa siapa pun yang mengenakan jubah berarti telah meniru orang kafir. Sebab jubah adalah pakaian yang sejak zaman dulu telah dikenakan orang sebagai pakaian yang tidak mengandung nilai.
Topi Yahudi
Agama yahudi punya topi khas yang hanya dikenakan oleh mereka saja. Di luar yahudi, rasanya tidak ada orang yang memakai penutup kepala seperti itu.
Maka karena topi ini khas milik kaum yahudi, dengan cara pemakaian yang unik, maka umat Islam diharamkan untuk mengenakan topi seperti itu.
Bintang David
Orang-orang yahudi amat memuja Nabi Daud alaihissalam, meskipun cara pemujaan mereka tidak dibenarkan dalam syariah Islam. Salah satu bentuk pemujaan mereka adalah membuat bintang david yang berbentuk persegi enam.
Namun terkadang ada jenis mode pakaian yang masuk ke wilayah yang diperdebatkan, apakah termasuk dianggap menyerupai pakaian orang kafir, ataukah dianggap sudah bukan lagi khas orang kafir. Di antara yang sering diperdebatkan itu misalnya kemeja, jas dan dasi, serta celana jeans.
Kemeja, Jas dan Dasi
Yang menarik untuk dibahas adalah bagaimana hukum memakai kemeja, jas dan dasi buat seorang muslim?
Di masa lalu, ketika penjajah Portugis dan Belanda menjajah negeri ini, kemeja, jas dan dasi memang menjadi ciri khas pakaian mereka. Lantas pada masa itu banyak ulama yang mengharamkan umat Islam berdandan ala kostum penjajah, lantaran pakaian mencirikan jati diri seseorang.
Lantas, apakah umat Islam akan selamanya diharamkan mengenakan kemeja, jas dan dasi, karena pakaian itu dianggap menyerupai orang kafir?
Jawabannya relatif, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Mungkin pendapat yang mengatakan kemeja, jas dan dasi itu haram bisa diterima untuk suatu masa dan wilayah tertentu, salah satunya di masa penjajahan dulu.
Tetapi sebagaimana kita tahu, pakaian tiap bangsa selalu berganti. Apa yang dulu menjadi ciri khas suatu bangsa tertentu, kemudian akan berganti menjadi sesuatu yang lain.
Anggaplah dahulu kemeja, jas dan dasi itu menjadi khas milik orang-orang barat yang nota bene bukan muslim. Tetapi perkembangan terkini menyebutkan justru mereka sudah banyak yang masuk Islam. Belanda termasuk negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbanyak dan tercepat dibandingkan dengan negara-negara lain di Eropa.
Dan karena orang Belanda punya pakaian khas kemeja, jas dan dasi, apakah bila ada yang masuk Islam lantas harus berganti kostum ala orang Arab?
Jawabnya tentu tidak. Sebab kemeja, jas dan dasi hanya sekedar pakaian orang Belanda, yang kebetulan agamanya bukan Islam. Tetapi kemeja, jas dan dasi itu bukan cerminan dari agama Nasrani. Para pendeta Belanda malah mengenakan jubah dan tutup kepala khusus, yang juga berbeda dengan pakaian khas milik publik Belanda.
Sebaliknya, banyak orang Belanda yang kini justru sudah memeluk agama Islam. Tentu kita tidak perlu mengganti kostum mereka dengan kostum Arab Saudi atau Pakistan.
Apalagi salah satu fungsi kemeja, jas dan dasi memang terkait dengan faktor alam yang dingin.
Celana Jeans
Dilihat dari asalnya, celana jeans konon datang dari daerah barat Amerika, di masa para koboi menggembala sapi. Namun versi lain menyebutkan celana jeans sebenarnya adalah celana para penambang emas di benua Amerika.
Konon Levi Strauss, demikian orang menyebut nama penemunya, mencoba membuat celana dari bahan yang tidak mudah robek dengan memesannya dari Genoa. Bahan itu di dunia pemintalan dikenal dengan istilah ‘genes’, yang sekarang orang lebih mengenalnya dengan sebutan ‘jeans’.
Strauss sendiri bukan koboi juga bukan penambang emas, dia hanyalah seorang penjual pakaian yang menjual pakaian buat para penambang emas. Tidak dinyata, celana jeans jualannya laku keras di kalangan penambang, dan kemudian malah menjadi genre tersendiri untuk pakaian bercorak western.
Lalu apakah celana jeans bisa diidentikkan dengan pakaian orang kafir? Dan apakah bila seorang muslim mengenakan celana jeans lantas bisa dikatakan telah mengikuti pakaian orang kafir?
Jawabnya begini, ketika Rasulullah SAW menegaskan bahwa siapa saja yang berpenampilan mirip orang kafir maka dia termasuk bagian dari mereka, tidak berarti segala pakaian yang dipakai orang kafir berarti haram dipakai umat Islam.
Mengapa demikian?
Sebab sebenarnya Rasulullah SAW dan para shahabat hidup di Mekkah dan Madinah saat itu juga mengenakan pakaian khas orang kafir. Baju panjang atau sering kita sebut baju gamis itu bukan hanya dipakai oleh Rasulullah SAW dan para
shahabat saja, tetapi saat itu Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sufyan, Utbah dan para gembong kafir Quraisy juga mengenakan baju gamis, lengkap dengan sorban yang melilit kepala. Kostum mereka sama dengan kostum Rasulullah SAW dan para shahabat saat itu dan tidak bisa dibedakan kalau hanya dilihat dari sekilas penampilan.
Kalau demikian kenyataannya, apakah kita akan mengatakan bahwa Rasulullah SAW dan para shahabat saat itu telah melanggar ketentuan syariat Islam, lantaran pakaian mereka mirip dengan pakaian orang kafir?
Jawabnya tentu saja tidak. Kenapa tidak?
Karena sebenarnya yang dimaksud bahwa seorang muslim tidak boleh menyerupai orang kafir itu bukan semata-mata demikian, namun titik tekannya lebih kepada penampilan yang merupakan ciri khas yang hanya dimiliki oleh agama tertentu sebagai lambang atau syiar agama tertentu.
Rasulullah SAW sendiri punya banyak pakaian buatan dari beberapa negara yang saat itu masih kafir, seperti Mesir, Yaman, Syam dan lainnya. Bukan hanya modelnya bahkan bahannya pun impor dari negara yang notabene penduduknya masih kafir di masa itu.
Dengan demikian, kalau logika itu kita masukkan ke dalam masalah celana jeans, memang kita bisa terima bahkan celana itu awalnya dipakai dan ditemukan oleh orang-orang yang saat itu kebetulan belum atau tidak memeluk agama Islam.
Tetapi sekedar fakta seperti itu belum cukup untuk menjadikan celana jeans itu sebagai kostum atau atribut khusus dan eksklusif milik agama tertentu, misalnya agama Kristen.
Celana jeans bukan pakaian khas agama Kristen, dan patung Yesus yang disembah oleh pemeluknya pun juga tidak pakai celana jeans. Maka tidak ada ‘illat untuk mengharamkan celana jeans dengan alasan menyerupai pakaian orang kafir.
Seandainya saja, patung Yesus yang disembah itu pakai celana jeans, mungkin akan keluar fatwa bahwa celana Jeans haram hukumnya, karena merupakan pakaian khas agama Kristen.
Pakaian Traditional Suku Non Muslim
Orang juga banyak bertanya, bolehkah kita mengenakan kostum yang merupakan ciri khas dari suku-suku tertentu, yang nota bene dikenal sebagai suku yang bukan muslim. Misalnya kostum suku Indian di Amerika pada masa lalu.
Jawabnya bisa beragam. Sebagian mengharamkan, lantaran dianggap bangsa Indian itu bukan bangsa muslim, sehingga terbawa-bawa dalam urusan kostumnya yang tidak boleh diserupai oleh umat Islam.
Referensi:
Ahmad Sarwat, Lc., MA., Fiqih Interaksi Muslim dengan Non Muslim, Rumah Fiqih Indonesia, 2018.