Menu Tutup

Hijrah ke Habasyah: Perjalanan Kaum Muslimin Menuju Perlindungan

Hijrah ke Habasyah merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah awal perkembangan Islam. Peristiwa ini menggambarkan perjalanan sekelompok Muslimin untuk mencari perlindungan dari penganiayaan yang mereka alami di Makkah. Di bawah perlindungan Raja Najasyi di Habasyah (Ethiopia), mereka menemukan tempat yang aman untuk menjalankan agama mereka. Artikel ini akan mengulas secara mendalam latar belakang, jalannya hijrah, hingga dampaknya terhadap perkembangan Islam.

Latar Belakang Hijrah ke Habasyah

Pada awal dakwah Islam, kaum Muslimin mengalami tekanan dan penindasan yang berat dari kaum Quraisy di Makkah. Nabi Muhammad ﷺ menghadapi perlawanan keras dari berbagai pihak yang merasa terancam oleh ajaran tauhid (keesaan Tuhan) yang beliau sampaikan. Kaum Muslimin, terutama mereka yang tidak memiliki perlindungan suku kuat, seperti Bilal bin Rabah, Ammar bin Yasir, dan keluarganya, menjadi korban utama kekerasan dan penyiksaan. Dalam kondisi yang semakin sulit, Nabi ﷺ memerintahkan para pengikutnya untuk berhijrah ke Habasyah.

Habasyah dipilih sebagai tempat tujuan karena dipimpin oleh seorang raja Kristen yang adil dan dikenal dengan nama Raja Najasyi. Nabi ﷺ meyakini bahwa Raja Najasyi tidak akan mengizinkan adanya ketidakadilan di bawah kekuasaannya. Perintah hijrah ini menunjukkan bahwa dalam situasi genting, Islam mengajarkan umatnya untuk mencari tempat aman demi menjaga iman mereka.

Hijrah Pertama ke Habasyah

Pada tahun ke-5 kenabian, gelombang pertama hijrah ke Habasyah dilakukan. Sebanyak 12 laki-laki dan 4 perempuan termasuk Utsman bin Affan dan istrinya Ruqayyah, putri Nabi ﷺ, berangkat ke negeri tersebut. Mereka meninggalkan kampung halaman mereka di Makkah dengan harapan dapat beribadah dengan tenang di bawah perlindungan Raja Najasyi. Sesampainya di Habasyah, kaum Muslimin mendapatkan perlakuan yang baik dari sang raja.

Keberhasilan kaum Muslimin hidup aman di negeri asing ini menyebabkan kemarahan kaum Quraisy. Mereka merasa kewalahan karena tidak bisa lagi menindas sebagian Muslim yang telah hijrah. Ini mendorong Quraisy untuk melakukan berbagai upaya agar mereka dikembalikan ke Makkah.

Utusan Quraisy dan Pembelaan Ja’far bin Abi Thalib

Untuk mencegah Islam berkembang di Habasyah, Quraisy mengirim utusan ke Raja Najasyi. Dua orang cerdik, Amr bin Al-Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah, ditunjuk untuk menyampaikan permintaan agar Raja Najasyi menyerahkan kaum Muslimin kembali ke Makkah. Mereka membawa hadiah-hadiah mewah untuk melobi raja dan para pendetanya.

Amr bin Al-Ash dan rekannya berusaha membujuk Raja Najasyi dengan alasan bahwa kaum Muslimin telah keluar dari agama nenek moyang mereka dan membawa ajaran yang tidak dikenal. Meski sempat mendapat dukungan dari para pendeta, Raja Najasyi tidak langsung mengambil keputusan. Ia meminta untuk mendengar penjelasan dari kaum Muslimin terlebih dahulu sebelum membuat keputusan.

Ja’far bin Abi Thalib, sepupu Nabi ﷺ, diutus oleh kaum Muslimin untuk memberikan pembelaan. Dalam pembelaannya, Ja’far menjelaskan bahwa Islam mengajarkan keesaan Tuhan dan menghormati Nabi Isa dan Maryam. Ia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengisahkan tentang Nabi Isa. Raja Najasyi terkesan dengan penjelasan tersebut dan menyatakan bahwa ajaran Islam sangat dekat dengan ajaran Kristen yang ia anut. Raja pun menolak permintaan Quraisy dan memastikan bahwa kaum Muslimin akan tetap aman di bawah perlindungannya.

Hijrah Kedua ke Habasyah

Meskipun hijrah pertama berjalan dengan sukses, beberapa kaum Muslimin sempat kembali ke Makkah setelah mendengar kabar bahwa kaum Quraisy telah menerima Islam. Namun, kabar ini ternyata tidak benar, dan setibanya di Makkah, mereka kembali mengalami penganiayaan. Situasi ini mendorong dilakukannya hijrah kedua ke Habasyah, yang jumlah pesertanya jauh lebih besar. Rombongan kedua ini terdiri dari sekitar 83 laki-laki dan 18 perempuan.

Gelombang kedua hijrah ini kembali memperkuat komunitas Muslimin di Habasyah. Mereka merasa aman dan dilindungi, dapat beribadah tanpa rasa takut, dan hidup di bawah pemerintahan Raja Najasyi yang adil.

Dampak Hijrah ke Habasyah

Hijrah ke Habasyah memiliki dampak yang sangat signifikan dalam sejarah Islam. Peristiwa ini menunjukkan bahwa ketika kaum Muslimin menghadapi tekanan yang berat, mereka diperintahkan untuk mencari tempat yang aman untuk melindungi iman mereka. Hijrah ini juga menjadi bukti bahwa Islam bisa diterima dan hidup berdampingan dengan masyarakat non-Muslim, seperti yang terlihat dari sikap Raja Najasyi yang adil.

Selain itu, hijrah ke Habasyah juga memperkuat kepercayaan kaum Muslimin terhadap pertolongan Allah. Ketika kaum Muslimin menghadapi ancaman di Makkah, Allah memberikan mereka jalan keluar dengan menyediakan tempat aman di negeri yang dipimpin oleh seorang raja yang adil. Sikap Raja Najasyi juga menggambarkan pentingnya nilai-nilai keadilan dan perlindungan bagi orang-orang yang tertindas.

Keberhasilan hijrah ini memberikan waktu bagi kaum Muslimin untuk memperkuat komunitas mereka. Meskipun mereka jauh dari Makkah, mereka terus menjalankan ibadah, memperdalam ajaran Islam, dan menyiapkan diri untuk tantangan yang lebih besar di masa depan.

Penutup

Hijrah ke Habasyah adalah salah satu peristiwa penting yang menandai perjuangan awal kaum Muslimin dalam mempertahankan iman mereka. Peristiwa ini mengajarkan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nilai keadilan, dan di dalam situasi sulit, selalu ada jalan keluar yang diberikan oleh Allah. Raja Najasyi dan keberanian kaum Muslimin dalam berhijrah menjadi teladan bagi kita semua tentang pentingnya mempertahankan iman dan mencari perlindungan ketika dihadapkan pada tekanan.

Referensi:

  • Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah-Ibnu Hisyam. Qisthi Press, 2019.
  • Al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman. Ar-Rahiq al-Makhtum: Sirah Nabawiyah – Sejarah Lengkap Kehidupan Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wasalam. Qisthi Press, 2016.
  • Katsir, Ibnu, and Abu Ihsan al-Atsari. Sirah Nabi Muhammad. Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2010.

Lainnya