Wajib Bayar Jizyah
Bilamana mereka menolak untuk masuk Islam, maka diperbolehkan bagi mereka untuk tetap memeluk agamanya dan berada di bawah naungan sebuah pemerintahan Islam, dengan tetap memperhatikan aturan-aturan yang telah diberlakukan oleh pemerintah serta membayar jizyah dalam kadar dan ketentuan tertentu sebagai jaminan.
Hal ini berlaku bagi mereka secara konsensus, adapun di luar mereka maka mayoritas ulama tidak menganggapnya berlaku, kecuali menyangkut kaum Majusi penyembah api.
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” (QS. Al Maidah: 5)
bnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) menjelaskan;
“Orang Arab adalah suatu umat yang pada asalnya tidak ada sebuah kitab di tengah mereka. Setiap kelompok dari mereka beragama dengan agama umat-umat yang berdekatan dengan mereka… Maka Rasulullah SAW memberlakukan hukum-hukum jizyah, dan beliau tidak mempertimbangkan nenek moyang mereka juga tidak [mempertimbangkan] orang-orang yang masuk ke dalam agama Ahli Kitab : apakah dulu masuknya mereka itu sebelum terjadinya penghapusan (nasakh) [dengan turunnya Al Qur`an] dan penggantian (tabdiil) [tahrif terhadap Taurat dan Injil] ataukah sesudahnya.” (bnul Qayyim Al Jauziyyah, Zaadul Ma’ad, juz 3, hal. 158)
Menikahi Wanita Ahli Kitab
Jika seorang laki-laki ahli menikahi wanita muslimah, maka sudah tak diragukan lagi keharamannya. Permasalahannya adalah jika seorang laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab, bagaimana hukumnya?
Para fuqaha dari berbagai mazhab – di antaranya adalah mazhab yang empat, yaitu mazhab Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad – telah sepakat mengenai bolehnya seorang laki-laki muslim menikahi perempuan Ahli Kitab (kitabiyyah), yaitu perempuan beragama Yahudi dan Nashrani, sesuai firman Allah SWT :
”(Dan dihalalkan menikahi) wanita-wanita merdeka [al muhshanat] di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita merdeka [al muhshanat] di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.” (QS Al Maa`idah [5] : 5). (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 7/143; Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, 4/73;Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, 1/369; Wahbah Al Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 9/145).