Menu Tutup

Hukum Jual Beli Online dalam Islam

Untuk mengetahui hukum jual beli online, jika melihat kepada sistem jual beli online yang kebanyakan terjadi sekarang, transaksi ini mirip atau penerapan dari akad salam atau istishna’ di atas. Jika penerapannya sama dengan akad salam atau istishna’ yang ada, maka jual beli online ini halal di dalam Islam.

A. Sistem Jual Beli

Jika melihat sistem jual beli online kebanyakan, dimana setelah terjadi kesepakatan, penjual akan meminta pembayaran dilakukan terlebih dahulu, baru setelah itu barang akan dikirimkan. Maka ini sama persis dengan akad salam.

Seperti seseorang memesan handphone dari salah satu toko online. Penjual tidak akan mengirimkan handphone yang diinginkan oleh pembeli, kecuali setelah pemebyaran telah dilakukan. Dan ini merupakan penerapan yang terjadi dalam akad salam di dalam Islam.

Dalam sistem “Pre Oder (PO)” pun sama. Misalkan kita memesan baju yang ditujukan sample nya ke kita, kemudian kita sebutkan ukuran yang kita inginkan, maka penjual akan memenuhi permintaan pemesan tersebut dengan meminta pembayaran lebih dahulu, barulah baju tersebut akan diproses atau dibuatkan dan dikirim di waktu yang sudah diperkirakan.

Maka jika melihat sistem jual beli online seperti atas adanya, ini merupakan tidak lain dari penerapan akad salam dan istishna’. Karena barang-barang yang ditransaksikan sama-sama ditangguhkan dan pembayaran dilakukan di awal. Akad salam maupun akad istishna’ ini dilegalkan di dalam Islam.

B. Dalil

Jual Beli Online yang dibenarkan oleh syariah adalah jika dia menerapkan sistem akad salam atau Istishna’.

Dalil kebolehan melakukan akad tersebut adalah diantaranya hadis Nabi SAW:

قدِمَ النبُِّ صَلى اللهُ عَليْهِ وَسَلمَ المَدِينةَ وَهُمْ يسْلفُونَ فِِ الث مَارِ السَّنةَ وَالسَّن تيِْْ فَ قَالَ : مَنْ أسْلفَ فِِ تََرٍ فَ لْيسْلفْ فِِ كَيْلٍ مَعْلوم وَوَزْنٍ مَعْلوم إلََ أجَلٍ مَعْلوم

“Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di kota Madinah, penduduk Madinah telah biasa memesan buah kurma dengan waktu satu dan dua tahun. maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa memesan kurma, maka hendaknya ia memesan dalam takaran, timbangan dan tempo yang jelas (diketahui oleh kedua belah pihak).” [Muttafaqun ‘alaih].

وَعَنْ عَبْدِ الرحْْنِ بنِ أبْ زى وَعَبْدِ الَّلَِّ بنِ أبِ أوْفَِ قالا:  كُنا نصِيبُ المَغانَِ  مَعَِ رسُولِ الَّلَِِّ وكَِانَ يََتِِينا أنْ باطٌ ِمنْ أنْ باط الشَّام فَ نسْلفُهُمْ فِ الْْنْطة وَالشَّعير وَالزبيبِ  – وَفِ روَايَةٍ: وَالزَّْيتِ  –  إلََ أجَلٍ مُسَمًّى. قيلَ: أكَانَ لََمْ زَرعٌ ؟ قالا: مَا كُنا نسْألَُمْ عَ نْ ذَلكَ

Abdurrahman bin Abza dan Abdullah bin Auf RA keduanya mengatakan,”Kami biasa mendapat ghanimah bersama Rasulullah SAW. Datang orang-orang dari negeri syam. Lalu kami bertransaksi secara akad salam dengan mereka dengan gandum, jelai -dalam riwayat lain : lemak- dan kismis, dengan jangka waktu tertentu”. 

Ketika ditanyakan kepada kami,”Apakah mereka itu mempunyai tanaman?”. Jawab kedua sahabat ini,”Tidak kami tanyakan kepada mereka tentang itu”. (HR Bukhari dan Muslim)

قال ابن عباس : أشهد أن السلف المضمون إلَ أجل مسمى قد أحل الله فِ كتابه وأذن فيه ثم قرأ هذه الآية

Ibnu Al-Abbas berkata, Aku bersaksi bahwa akad salaf (salam) yang ditanggung hingga waktu yang ditentukan telah dihalalkan Allah dalam Kitab-Nya dan Dia telah mengizinkannya. Kemudian beliau membaca ayat ini. (HR Asy-Syafi’i dalam musnadnya)

C. Syarat-Syarat

Jual beli tangguh, baik dengan akad salam atau istishna’ yang diterpakan dalam jual beli online, tentunya harus memenuhi beberapa syarat. Karena jual beli ini tidak seperti jual beli tunai. Barangnya dilihat langsung, bahkan sesama penjual pun tidak saling bertemu.

1. Pembayaran Jelas dan Tunai

Ketika terjadi kesepakatan kedua belah pihak melakukan akad salam, maka pembayaran harus dilakukan secara tunai pada saat akad. Tidak boleh ditangguhkan, dan disebutkan secara jelas nominal dan mata uangnya.

Misalkan dibayar dengan 500 riyal, maka jika ternyata dibayar bukan dengan riyal, maka akad dapat dibatalkan. Begitupun jumlahnya harus jelas.

Tidak dibenarkan misalkan seorang pembeli mengatakan, saya beli motor ini sejumlah uang yang ada dalam kantong saya. Maka ini dilarang dalam akad salam maupun istishna’.

Hanya saja dalam akad istishna’ seperti yang telah disebutkan, ada sebagian ulama yang memberikan toleransi, boleh pembayarannya dicicil. Namun menurut            Syafi’iyah khusunya hendaklah pembayarannya dilakukan secara tunai.

2. Barang Ditangguhkan dan Harus Jelas Sifatnya

Dalam sistem akad salam ataupun istisnhna’ barang tidak ada, atau belum ada, atau ada tapi sedang tidak berada dalam majelis akad.

Penyerahannya diserahkan kemudian, sesuai waktu yang disepakati.

Secara umum memang ada larangan jual-beli ketika      barangnya    belum            ada, seperti  yang disebutkan dalam hadits berikut :   لاَ تبعْ مَاليْسَ عِنْدَكَ

Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki (HR. Tirmizy, Ahmad, An-Nasai, Ibnu Majah, Abu Daud)

Namun akad salam merupakan pengecualian yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana disebut di dalam hadits-hadits di atas. Maksud hadis di atas menurut para ulama adalah larangan menjual sesuatuyang tidak mungkin bisa dihadirkan ke pembeli. Bukan ketidak adaan barang.

Contohnya menjual hewan yang telah hilang. Sudah tidak diketahui sama sekali rimbanya, apakah masih hidup, atau sudah mati atau bagaimana.

Sehingga hewan yang hilang ini haram hukumnya dijual kepada orang lain, karena tidak bisa dihadirkan kepada pembeli, misalkan dia berusahapun mencarinya, tapi tidak bisa memberi kejelasan kepada pembeli kapan bisa menyerahkannya.

Ketika akad salam baik pembeli atau penjual harus menjelaskan spesifikasi barang secara jelas, semua sifat-sifatnya, jenis, kualitas, kuantitas harus disebutkan.

Tidak sah misalkan seseorang menyebutkan, saya pesan semua hasil mangga kamu dua minggu lagi seharga Rp. 5.000.000,-.

Akad semacam itu batil, karena mengandung unsur Gharar dan berpotensi besar merugikan salah satu pihak.

Mangga merupakan buah yang biasanya dijual perbiji atau ditimbang, maka ketika akad harus disebutkan kebiasaan penjualan mangga tersebut. Misal 100 Kilogram atau 100 biji.

3. Akadnya Jual Beli Sifat

Akad salam atau istishna’ yang diterapkan dalam jual beli online bukanlah jual beli ain barang, melainkan sifatnya saja yang disebutkan ketika akad.

Sehingga jika barang yang dihadirkan tidak sesuai sifatnya, maka akadnya dapat dibatalkan.

Sehingga jika seseorang membuka lapak jualannya di lapak online, perlu mengetahui hal ini, harus memberikan kebolehan kepada pembeli jika barang yang datang tidak sesuai pesanan boleh direturn atau dibalikin, baik uangnya dikembalikan, atau barangnya diganti sesuai kesepakatan dengan pembeli.  Sudah menjadi tanggung jawab penjual memenuhi pesanan pembeli.

Maka mengingat akad salam atau istishna’ adalah jual beli sifat, antara kedua belah pihak, yang melakukan jual beli harus menyepakati sifat tersebut, spesifikasi barang harus disebutkan secara jelas waktu akad.

Contoh seseorang memesan hape Samsung  terbaru keluaran 2018, Galaxy S10, warna gold. Maka sejatinya antara kedua pihak itu sedang melakukan jual beli sepesifikasi hape tersebut, yaitu merek hape Samsung, tipe Galaxy S10, warna Gold, keluaran 2018. Bukan jual beli ain hapenya.

Kalau jual beli ainnya, ini tidak sah, karena dalam akad salam, sejatinya barang tidak ada atau tidak hadir diantara kedua belah pihak, yang dapat dihadirkan hanya sifat-sifatnya.

Karena definisi salam adalah

بَيْعٌ مَوْصُوفٍ  ِّ ايفِ الذمَّةِ بِبَدْلٍ يُعْطىَ عاَجِل

Jual-beli barang yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan dengan imbalan (pembayaran) yang dilakukan saat itu juga.[1]

4. Waktu Penyerahan Harus Jelas

Penyerahan barang harus disebutkan secara jelas ketika akad. Maksudnya kapan barang tersebut bisa dikirim atau diterima oleh pembeli. Meskipun hanya dengan perkiraan, atau kemungkinan besar.

Penjual harus memberi tahu pembeli barang dikirim kapan, kemudian melalui apa, diperkirakan akan sampai kepada pembelinya kapan, semuanya sudah ada omongan dna kejelasan dari kedua belah pihak.

Kedua pihak sebagaimana yang telah nabi sebutkan sudah saling tahu waktu serah terima barangnya kapan, pada saat akad.

5. Barang Harus Tersedia di Waktu yang Ditentukan

Pada saat menjalankan akad salam atau istishna’ dalam jual beli online, kedua belah pihak diwajibkan untuk memperhitungkan ketersedian barang pada saat jatuh tempo.

Persyaratan ini demi menghindarkan akad salam dari praktek tipu-menipu dan untung-untungan, yang keduanya nyata-nyata diharamkan dalam syari’at Islam.

Misalnya seseorang memesan buah musiman seperti durian atau mangga dengan perjanjian: “Barang harus diadakan pada selain waktu musim buah durian dan mangga”, maka pemesanan seperti ini tidak dibenarkan.

Selain mengandung unsur gharar (untunguntungan), akad semacam ini juga akan menyusahkan salah satu pihak. Padahal diantara prinsip dasar perniagaan dalam islam ialah “memudahkan”, sebagaimana disebutkan pada hadits berikut:

لا ضَرَرَ ولا ضِرار

Tidak ada kemadharatan atau pembalasan kemadhorotan dengan yang lebih besar dari perbuatan. (HR. Ahmad)

Ditambah lagi pengabaian syarat tersedianya barang di pasaran pada saat jatuh tempo akan memancing terjadinya percekcokan dan perselisihan yang tercela. Padahal setiap perniagaan yang rentan menimbulkan percekcokan antara penjual dan pembeli pasti dilarang.

6. Jelas Tempat Penyerahannya

Ini misalkan jual beli online makanan, maka harus disebutkan secara jelas makanan dikirim kemana, begitu pun pemesanan-pemesanan online, pembeli atau yang memesan barang harus menyebutkan secara jelas alamat barang tersebut ditujukan.

Pensyaratan ini untuk menghindari muhdarat atau kerugian kedua belah pihak.

[1] Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, (Kuwait,  Mutabi’ Daresh Shofwah, 1427 H), Cetakan, ke-1, Jilid. 25, h. 191.

Sumber: Isnawati,Lc., MA, Jual Beli Online Sesuai Syariah, (Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2018 Cetakan pertama)

Baca Juga: