Menikah adalah salah satu sunnah Rasulullah SAW yang merupakan ibadah seumur hidup. Menikah juga merupakan cara untuk menjaga kehormatan diri dan keturunan dari perbuatan zina yang dilarang oleh Allah SWT. Namun, ada kalanya seseorang menikah karena hamil duluan akibat zina dengan pacarnya. Lantas, bagaimana hukum menikah hamil duluan dalam Islam? Apakah pernikahan tersebut sah? Apakah harus nikah ulang setelah melahirkan? Dan bagaimana nasib anak yang lahir di luar nikah?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita perlu mengetahui syarat-syarat sahnya perkawinan dalam Islam. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Selain itu, perkawinan juga harus dicatatkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Bagi yang beragama Islam, perkawinan dicatatkan oleh pejabat Kantor Urusan Agama (KUA) dan diterbitkan buku nikah sebagai bukti pencatatan perkawinan.
Dari syarat-syarat tersebut, dapat disimpulkan bahwa menikah hamil duluan tidak membatalkan sahnya perkawinan, asalkan dilakukan sesuai dengan hukum agama dan dicatatkan oleh pejabat yang berwenang. Hal ini sesuai dengan Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan bahwa seorang wanita yang hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan demikian, tidak diperlukan nikah ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Namun demikian, menikah hamil duluan memiliki beberapa konsekuensi hukum terkait dengan nasib anak yang lahir di luar nikah. Menurut Ustaz Abdul Somad dalam sebuah video di YouTube Teropong Islam, ada empat hal yang harus diperhatikan mengenai anak di luar nikah dalam Islam, yaitu:
- Anak di luar nikah tidak boleh memakai bin nama bapaknya, tetapi harus menggunakan bin ibunya, meskipun sang bapak sudah menikahi ibunya. Hal ini karena anak di luar nikah tidak memiliki hubungan nasab dengan bapaknya.
- Anak di luar nikah yang laki-laki tidak bisa menjadi wali bagi adik-adik perempuannya. Hal ini karena wali adalah orang yang sedarah sebapak dan seagama.
- Anak di luar nikah yang perempuan tidak bisa dinikahkan oleh bapaknya, tetapi harus dinikahkan oleh hakim yang dulu menikahkan ibunya. Hal ini karena bapaknya tidak memiliki hak wali atas anaknya.
- Anak di luar nikah tidak bisa mendapatkan harta warisan dari bapaknya. Hal ini karena warisan hanya berlaku bagi orang-orang yang memiliki hubungan nasab.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum menikah hamil duluan dalam Islam adalah sah, asalkan dilakukan sesuai dengan syarat-syarat perkawinan dan dicatatkan oleh pejabat yang berwenang.