Imam Junaid Al-Baghdadi : Biografi dan Ajaran Sufinya

Biografi

Nama lengkapnya adalah Abu Qasim al-Junaid ibnu Muhammad ibnu Junaid al-Baghdadi. Ia kemudian lebih populer dengan panggilan al-Junaid al-Baghdadi, dan terkadang juga dipanggil al-Junaid saja. Lahir di kota Nihawand, Persia dan wafat pada 298 H/910 M.

Imam Juaid belajar ilmu tasawuf kepada pamannya , Syaikh Sari al-Saqati (w. 253 H/867 M), dan al-Harits al-Muhasibi pendiri Madrasah al-Baghdadiyah. Sejak kecil, al-Junaid terkenal sebagai seorang anak yang cerdas sehingga sangat mudah dan cepat belajar kepada pamannya. Karena kecerdasannya itu, ketika berumur tujuh tahun, al-Junaid telah diuji oleh gurunya tentang makna syukur, maka dijawabnya dengan tangkas: “Syukur adalah jangan sampai anda berbuat maksiat dengan nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt”.

Kehidupan al-Junaid, disamping sebagai seorang sufi juga sebagai seorang pedagang. Beliau meneruskan usaha ayahnya, yaitu sebagai pedagang barang pecah-belah di pasar tradisional. Setelah selesai berdagang, beliau pulang ke rumah dan mampu mengerjakan salat dalam waktu sehari-semalam sebanyak empat ratus rakaat.

Walaupun diberi karunia harta yang banyak, tetapi gaya hidupnya jauh dari kemewahan. Sebagian besar kekayaannya disumbangkan kepada orang-orang sufí yang miskin atau digunakan untuk menjamu kawan-kawannya. Dia adalah sufí yang zuhud, tetapi dia tidak membuat hidupnya terlalu sederhana dan menjauhi kehidupan yang enak. Dia tidak menyenangi politik, apalagi terjun ke dunia tersebut. Dia hidup menyibukkan diri dengan memanjangkan ṣalat, memperbanyak puasa, dan sangat senang membaca al-Qur’an

Al-Junaid lebih mementingkan mengajar dan berdiskusi dari pada menulis buku, sehingga Ibnu Nadim dalam bukunya al-Fihrits hanya menyebutkan dua kitab al-Junaid, yaitu Amtsal al-Qur’an yang naskahnya sudah tidak ada, dan ar-Rasa’il yang sebagian besar dapat ditemukan. Oleh karena itu sebagian besar pendapatnya yang dapat kita temukan adalah yang dimuat dalam kitab-kitab karangan muridnya.

Pada akhir perjalanan hidupnya, ia diakui banyak muridnya sebagai imam. Imam Junaid meninggal pada hari Jum’at 298 H/910 M dan dimakamkan di dekat makan pamannya sekaligus gurunya, Sari al-Saqati di Baghdad.

Inti Ajaran Tasawuf

Konsep pemikiran tasawuf yang dikembangkan oleh al-Junaid belum tersusun secara sistematis, hanya disampaikan lewat ungkapan-ungkapan verbalnya, sehingga pemikiran tasawufnya baru banyak ditemukan dari tulisan-tulisan murid-muridnya yang mengutip pendapatnya. Suatu saat al-Junaid mengatakan, “Apabila saya telah mengetahui sesuatu ilmu yang ternyata lebih besar dari pada tasawuf, tentulah saya telah pergi untuk mencarinya, sekalipun harus dengan merangkak.”