Menu Tutup

Jenis Kebenaran, Teori Kebenaran dan Sifat Kebenaran

Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik.

Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai di situ saja. Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya espistemologi.

Jenis-jenis kebenaran.

  1. Kebenaran Individual: Kebenaran Individual ini merupakan kebenaran yang di ikuti manusia berdasarkan pendapat sendiri.
  2. Kebenaran Objektif: merupakan kebenaran yang biasanya bersumber dari ajaran leluhur  yang diwariskan secara turun temurun dan sudah mendarah daging dalam masyarakat.
  3. Kebenaran Hakiki: Kebenaran yang sifatnya mutlak, pasti dan tidak akan pernah mengalami perubahan, tentunya kebenaran ini bukan dari manusia, tetapi kebanaran ini datangnya dari Sang Pencipta.

Teori-Teori Kebenaran

Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan tentang kebenaran sudah dimulai sejak Plato yang kemudian diteruskan oleh Aristoteles. Melalui metode dialog Plato yang membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori pengetahuan yang paling awal. Sejak itulah teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan berbagai penyempurnaan sampai kini.

Ada beberapa teori tentang kebenaran yang berkembang dalam kajian filsafat ilmu. Beberapa diantaranya, antara lain sebagai berikut.

  1. Teori Kebenaran Saling Berhubungan (Coherence Theory of Truth)

Teori ini menganggap bahwa sesuatu dianggap benar apabila pernyataan itu koheren atau konsistent dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Proporsi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi lainnya yang benar, atau makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita. Biasanya, kita mengatakan orang berbohong dalam banyak hal dan kita mengetahuinya dengan cara menunjukkan bahwa apa yang dikatakannya tidak cocok dengan hal-hal lain yang telah dikatakannya atau dikerjakanya.

Bila kita menganggap bahwa “Semua manusia akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka “Si Dadang adalah seorang manusia dan ia pasti akan mati” adalah pernyataan yang tentunya pasti benar (tidak mungkin salah) sebab pernyataan kedua ini konsistent dengan pernyataan pertama. Contoh kebenaran koherensi ini banyak ada dalam matematika karena matematika adalah ilmu yang disusun atas dasar beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar, yaitu aksioma.

Plato dan Aristoteles adalah dua Filsuf Yunani yang mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola pemikiran yang dipergunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya. Setelah itu teori ini juga banyak digunakan para filsuf idealis.

  1. Teori Kebenaran Saling Bersesuaian (Correspondence Theory of Truth)

Bagi penganut teori kebenaran ini, suatu pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Sebuah pernyataan itu benar jika apa yang diungkapkannya merupakan fakta. Jika penulis mengatakan, “Di luar hawanya dingin” maka, memang begitulah kenyataanya berdasarkan keadaannya yang nyata. Jika ada yang mengtakan, “Ibukota Jawa Timur adalah Surabaya” Maka, pernyataan itu dianggap benar sebab hal itu cocok dengan objek materialnya, bersifat faktual (berdasarkan fakta).

Salah satu tokoh teori ini adalah Bertrand russel (1872-1870) dan para penganut aliran realis yang berpandangan bahwa fakta material itu sifatnya mandiri dan tak terpengaruh oleh ide. Ada atau tidaknya ide, fakta tetap ada. Kalau ide mau benar, ia harus sesuai dengan kenyataan yang ada.

  1. Teori Kebenaran Inherensi/Pragmatis (Inherent Theory of Truth)

Teori ini berpandangan bahwa sesuatu dianggap benar apabila berguna. Artinya, kebenaran suatu  pernyataan bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Ajaran pragmatisme memang memiliki banyak corak (variasi). Tetapi, yang menyamakan di antara mereka adalah bahwa ukuran kebenaran diletakkan dalam salah satu konsenkuensi. William James, misalnya, mengatakan, “Tuhan ada.” Benar bagi seorang yang hidupnya mengalami perubahan karena percaya adanya Tuhan. Artinya, proposisi-proposisi yang membantu kita mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman-pengalaman kita adalah benar.

Teori pragmatisme dicetuskan oleh Charles S. Pierce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Our Ideas Clear”. Teori ini lalu dikembangkan oleh beberapa filafaat yang kebanyakan adalah orang Amerika, karena itulah filsafaat Amerika identik dengan aliran pragmatisme ini.

  1. Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)

Yaitu proposisi itu ditinjau dari segi arti atau maknanya. Apakah proposisi yang merupakan pangkal tumpunya mempunyai referen yang jelas. Oleh sebab itu, teori ini mempunyai tugas untuk menguakkan kesahan dari proposisi dalam referensinya.

Teori kebenaran semantick dianut oleh paham filsafat analitika bahasa yang dikembangkan paska filsafat Bertrand Russell sebagai tokoh pemula dari filsafat analitika Bahasa.

  1. Teori Kebenaran Sintaksis

Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkal tolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan demikian, suatu pernyataan  memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi itu tidak mempunyai arti. Teori ini berkembang diantara para filsuf analisis bahasa, terutama yang begitu ketat terhadap pemakaian gramatika.

  1. Teori Kebenaran Nondeskripsi

Teori kebenaran nondeskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statement atau pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung peran dan fungsi daripada pernyataan itu. Misalnya pernyataan ‘matahari adalah sumber energi’ itu telah terbukti fungsinya dalam kehidupan bahwa cahaya matahari bisa digunakan sebagai sumber energi listrik.

  1. Teori Kebenaran Logis yang Berlebihan (Logical Superfluity of truth)

Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistik yang diawali oleh Ayer. Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibat suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupinya. Dengan demikian, sesungguhnya setiap proposisi yang bersifat logik dengan menunjukkan bahwa

proposisi itu mempunyai isi yang sama, memberikan informasi yang sama dan semua orang sepakat, maka apabila kita membuktikannya lagi hal yang demikian itu hanya merupakan bentuk logis yang berlebihan. Hal yang demikian itu sesungguhnya karena suatu pernyataan yang hendak dibuktikan nilai kebenarannya sesungguhnya telah merupakan fakta atau data yang telah memiliki evidensi, artinya bahwa objek pengetahuan itu sendiri telah menunjukkan kejelasan dalam dirinya sendiri, Misalnya suatu lingkaran adalah bulat, ini telah memberikan kejelasan dalam pernyataan itu sendiri tidak perlu diterangkan lagi, karena pada dasarnya lingkaran adalah suatu yang terdiri dari rangkaian titik yang jaraknya sama dari satu titik tertentu, sehingga berupa garis yang bulat

Sedangkan Menurut Michael Williams terdapat 5  kriteria teori kebenaran yaitu:

1) Kebenaran Koherensi: Sesuatu yang koheren dengan sesuatu yang lain berarti ada kesesuaian atau keharmonisan dengan sesuatu yang memiliki hirarki lebih tinggi, hal ini dapat berupa skema, sisitem, atau nilai. Koheren tersebut mungkin saja tetap pada dataran sensual rasional, tetapi mungkin pula menjangkau dataran transenden.

2) Kebenaran Korespondensi: Berfikir benar korespondensi adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu yang lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan (positifisme), antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik.

3) Kebenaran Performatif: Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan actual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis, yang teoritik, maupun yang filosofik. Orang yang mengetengahkan kebenaran tampilan actual yang disebut dengan kebenaran performatif.

4) Kebenaran Pragmatik: Perintis teori ini adalah Charles S. Pierce. Yang benar adalah yang konkret, yang individual, dan yang spesifik, demikian James Deweylebih lanjut menyatakan bahwa kebenaran merupakan korespondensi antara ide denga fakta, dan arti korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan praktis.

5) Kebenaran Proposisi: Sesuatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks.

Sifat Kebenaran

Kebenaran Ilmiah dari Sudut Pandang Subjektifitas

Telah diketahui kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya syarat-syarat ilmiah terutama menyangkut adanya teori yang menunjang serta sesuai dengan bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi oleh bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif dilapangan.

Sifat setiap ilmu adalah diidentikkan dengan dua teori yaitu “subjektifitas” dan “objektifitas”. Subjek berkaitan dengan seseorang atau pribadi. Subjektif berkaitan erat dengan ke-aku-an. Dalam hal filsafat subjektif berkaitan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur, eksistensi, makna dan validitasnya.

Dari penjelasan di atas bahwa “subjektifitas” menghendaki peranan penting dari setiap pribadi yang menilai sendiri tentang kebenaran, artinya sesuatu dipandang benar jika didasarkan pada pribadi atau manusia yang menilai tentang sesuatu itu. Kebenaran tolak ukurnya adalah berdasarkan subjek, namun hal semacam ini apakah berlaku bagi kebenaran ilmiah. Sedangkan kebenaran ilmiah sangat identik dengan syarat-syarat ilmiah menyangkut teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti, yang ditunjang oleh rasio dan divalidasi dengan data empirik

Sifat rasional dan teruji bagi kebanaran ilmiah menghendaki adanya kebenaran hanya sesuatu yang dapat diakalkan (logiskan) dan dapat teruji. Berari kebenaran ilmiah sangat menolak dengan kebenaran mutlak. Sebab kebenaran ini kaitannya dengan kebenaran yang datang dari Tuhan bersumber dari wahyu yang mengikat. Kebenaran yang rasional dan teruji akan hanya mampu memaparkan hal-hal yang empiris.

Jika demikian di atas jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut jika dikaitkan dengan penjelasan pengertian kebenaran ilmiah dari aspek subjektifitas belum dapat diterima karena kebenaran ilmiah yang bermuara dari subjektifitas tidak jarang menunjukkan bukti atau tidak sesuai dengan data empirik dan pembuktian nyata berdasarkan dengan rasa atau pribadi.

Oleh karena itu kebenaran yang sesungguhnya dalam kajian kebenaran ilmiah adalah kebernaran yang sedikit dipengaruhi oleh unsur subjektifitas.

Kebenaran Ilmiah dari Sudut Pandang Objektifitas

Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya syarat-syarat ilmiah terutama menyangkut adanya teori yang menunjang serta sesuai dengan bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi oleh bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif dilapangan.

Kebenaran merupakan seperti penjelasan diawal adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan objeknya. Objek adalah sesuatu yang ihwalnya diketahui atau hendak diketahui. Suatu objek yang ingin diketahui memiliki berbagai aspek yang amat sulit untuk diungkapkan sedangkan yang lainnya tetap tersembunyi. Sangat jelas bahwa untuk mengetahui objek secara lengkap sangat sulit.

Objek juga diartikan sebagai sesuatu yang dapat dilihat secara fisik, disentuh, diindra, sesuatu yang dapat disadari secara fisik atau mental, suatu tujuan akhir dari kegiatan atau usaha, suatu hal yang menjadi masalah pokok suatu penyelidikan.

Menurut Langeveld  dalam bukunya Muhammad In’am Esha objek pengetahuan dibedakan menjadi tiga:

1) Objek empiris yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada dan dapat ditangkap oleh indra lahir dan indra batin.

2) Objek ideal yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya tiada dan menjadi ada berkat akal.

3) Objek transendental yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada tetapi berada diluar jangkauan pikiran dan perasaan manusia.

Kebenaran yang objektif tidak bergantung pada ada atau tidaknya pengetahuan subjek tentang objek, mengingat objek pengetahuan itu beraneka ragam maka tolak ukur agar kebenaran yang menjadi syarat diterimanya pengetahuan berlainan, terhadap objek yang bersifat:

(1)Empiris, ukuran kebenara adalah bukti kenyataan (faktual).

(2)Ideal,ukuran kebenarannya adalah hukum pikir (rasional).

(3)Transendental, ukuran kebenaran adalah rasa percaya (superrasional).

Pengetahuan adalah tanggapan subjek terhadap objek yang diketahui,dengan demikian taggapan merupakan penilaian subjek terhadap objek. Oleh karena itu dalam  hal ini kebenaran ada dua sisi:

a) Benarnya fakta (bukti) adalah kebenaran objek (didunia luar).

b) Benarnya Ide (tanggapan adalah kebenaran subjek (didunia dalam).

Fakta bersifat objektif, sehingga fakta tidak dapat disalahkan atau dipersalahkan karena memang demikian adanya sekalipun negatif. Oleh karena itu ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu faktanya benar dan tanggapan subjek benar dan faktanya benar dan tanggapan subjek salah. Dalam kebenaran ilmiah apakah kebenaran objektif dapat diterima? Langeveld menjawab kebenaran yang sesungguhnya tidak lepas dari gabungan subjek dan objek.

Kebenaran ini ia sebut dengan kebenaran dasar yaitu ada hubungan antara subjek dan objek. Namun, hal ini juga dibantah, kebenaran dasar belum mencapai tingkat dijamin ilmiah. Lantas jika kebenaran sifatnya relatif apa gunanya manusia berpengetahuan? untuk menjawab pertanyaan ini perlu diingat kembali tentang teori pengetahuan. Teori-teori itu dapat menjadi acuan bagi kebenaran ilmiah.

Inti dari kebenaran ilmiah adalah penjelasan tentang objek seperti apa adanya tanpa ada pengaruh sedikitpun oleh keadaan subjek. Objek dijelaskan dibuktikan dengan nyata, dalam keadaannya tanpa ada manipulasi atau perubahan tanggapan dari subjek. Jika terjadi manipulasi maka hal ini jelas keuar dari koridor arti kebenaran bahwa pengetahuan tidak sesuai dengan keadaan objek, dan ini telah terjadi kekeliruan yang jelas pengetahuan ini tidak dapat diterima.

DAFTAR PUSTAKA

  • S.M.N. Al-Attas, 1984,  Konsep Pendidikan Islam, terj. Haidar Bagir, Bandung: Mizan, Cet. I
  • A Van Peurson 1980Orientasi di Alam Filsafat Jakarta, PT Gramedia.
  • Ahmad Saebani, 2009 Filsafat Ilmu, bandung;CV Pustaka Setia,
  • Lorens bagus. 1996 Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
  • Harun Hadiwijono. 1993 Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius