Jual Beli Berdasarkan Hukum Syariatnya

Kalau kita membagi jenis jual-beli berdasarkan sudut pandang hukum syariah yang berlaku, maka kita bisa membaginya berdasarkan beberapa jenis akad.

Diantaranya ada akad yang mun’aqid atau akad batil. Ada akad yang shahih atau akad yang fasid. Ada akad yang nafidz atau akad yang mauquf. Dan terakhir ada akad yang lazim atau tidak lazim.

1. Jual-beli Mun’aqid dan Batil

Akad jual-beli yang mun’aqid lawannya adalah akad yang batil.

a. Akad Mun’aqid

Akad yang sejalan dengan syariah, baik pada hukum dasarnya ataupun pada sifatnya. 

Istilah ashl (أصل) maksudnya hukum dasar jual-beli yang memenuhi rukun dan syaratnya. Sedangkan yang dimaksud dengan washf (وصف), maksudnya adalah sifat dari jual-beli itu.

b. Akad Batil

Dalam hal ini ada sedikit perbedaan antara jumhur ulama dengan mazhab Al-Hanafiyah. Jumhur ulama tidak membedakan antara akad batil dengan akad fasid. Sedangkan mazhab Al-Hanafiyah membedakan antara akad batil dan akad fasid.

Dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah, akad batil adalah :

Akad yang tidak sejalan dengan syariah, baik pada hukum dasarnya dan tidak juga  pada sifatnya.

Dengan pengertian akad batil ini, akad itu bukan sekedar haram, tetapi juga tidak sah sebagai jual-beli.

Contoh akad jual-beli yang batil adalah jual-beli bangkai dan janin manusia. Jual-beli ini dari segi asalnya sudah tidak sejalan dengan syariah. Karena yang dijadikan objek jual-beli itu haram lantaran tidak masuk dalam kategori harta.

Maka secara hukum, kalaupun ada dua pihak yang melakukan jual-beli bangkai atau janin manusia, hukumnya tidak sah dan akad itu dianggap tidak pernah terjadi.

2. Jual-beli Shahih dan Fasid

Pembagian akad menjadi shahih dan fasid dalam pandangan jumhur ulama sama saja dengan pembagian akad mun’aqid dan batil.

Sedangkan dalam pandangan Al-Hanafiyah, akad shahih dan fasid dibedakan, keduanya punya pengertian tersendiri yang berbeda dengan pembagian akad mun’aqid dan batil.

a. Shahih

Definisi akad yang shahih menurut mazhab AlHanafiyah adalah :

Akad yang sejalan dengan syariat, baik pada asalnya maupun pada sifatnya, dimana akad itu berfaidah hukum atas dirinya, selama tidak ada pencegah.

b. Fasid

Akad yang sejalan dengan syariah hanya pada asalnya, namun tidak sejalan pada sifatnya.

Dengan pengertian akad fasid ini, dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah, akad itu cuma sampai hukum haram, namun secara hukum tetap sah sebagai transaksi.

Maka kalau ada dua pihak melakukan akad jualbeli yang fasid, keduanya berdosa karena melanggar syariah, namun hukum jual-belinya tetap sah.