Hakikat berarti kebenaran atau kenyataan yang sebenarnya, seakar dengan kata al- Haqq, “reality“, absolut adalah kebenaran esoteris yang merupakan batas-batas dari transendensi dan teologis. Dalam kepustakaan sufi, hakikat berarti persepsi atas realitas menurut pengetahuan mistik. Hakikat juga dapat diartikan sebagai kebenaran yaitu makna terdalam dari praktik dan petunjuk yang ada pada syari’at dan tarekat . Syari’at ibarat ilmu tentang obat. Tarekat adalah pengobatan, dan hakikat adalah kesehatan.
Dalam pengertian seperti ini, hakikat merupakan tahap ketiga dalam ilmu tasawuf, yakni: syari’at (hukum yang mengatur), tarekat (suatu jalan atau cara); sebagai suatu tahapan dalam perjalanan spiritual menuju allah al-haqq, hakikat (kebenaran yang essensial), dan ma’rifat (mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, baik asma, sifat, maupun af’al-Nya). Allah Swt. berfirman:
Artinya: Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar. (QS. Al- Waqiah [56]: 95-96)
Artinya: Maka (Zat yang demikian) Itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka Bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)? (QS Yunus [10]: 32)
Syaikh Athaillah As-Sakandary menyampaikan bahwa amal perbuatan terdiri atas tiga bagian, yaitu: Amal syari’at; amal tarekat, dan amal hakikat. Syari’at untuk memperbaiki zawahir atau zawarih (anggota badan), tarekat untuk memperbaiki dhamir (hati); dan hakikat untuk memperbaiki sarair (ruh). Memperbaiki zahir (anggota badan) dengan tiga perkara pula yaitu: ikhlas , sidiq (jujur), dan tuma’ninah (ketenangan). Memperbaiki ruh juga dengan tiga cara, yaitu Murāqabah (waspada/merasa, diawasi/seoUlahJ-oIlahPmUelihBat LAlIlaKh Swt.), musyāhadah (menyaksikan asma, sifat, dan af’al-Nya), dan, ma’rifat (mengenal Allah Swt.) Atau dengan pengertian lain, bahwa memperbaiki ẓahir (anggota badan) yaitu dengan menjauhi larangan Allah Swt. dan mengikuti perintah-Nya, memperbaiki hati yaitu dengan menjauhi sifat-sifat tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat utama, dan memperbaiki ruh dengan menghinakannya dan menundukkannya sehingga menjadi terdidik adab, tawaduk, dan berbudi.
Ahli syari’at ialah orang yang melaksanakan amal ibadah untuk mencari imbalan/upah (li talabi al-ujur). Ahli tarekat masih dalam perjalanan antara syari’at dan hakikat. Sedangkan ahli hakikat ialah orang-orang yang melaksanakan ibadah semata- mata karena mengikuti perintah-Nya (ikhlas), disertai dengan rasa khauf (takut/gentar), raja (harap), dan mahabbah (cinta).
Syari’at mengandung segala ilmu yang disyari’atkan, sedangkan hakikat mengandung segala ilmu yang tersembunyi, dan seluruh maqām (kedudukan di sisi Allah Swt.) bertingkat-tingkat di dalam keduanya. Syari’at itu pohon dan hakikat itu buahnya. Ahli syari’at akan batal salatnya dengan bacaan yang buruk, sedangkan ahli hakikat akan batal salatnya dengan akhlak yang buruk. Karena sesungguhnya pemilik akhlak buruk itu berada pada hijab (terhalang) dari menyaksikan keagungan Allah Swt. di dalam salat. Danorang yang hatinya terhijab maka ia tidak salat, karena sesungguhnya salat adalah sebuah hubungan dengan Allah Swt.
Imam Malik mengatakan bahwa seorang mukmin sejati adalah orang yang mengamalkan syari’at dan hakikat secara bersamaan tanpa meninggalkan salah satunya. “Hakikat tanpa syari’at adalah kepalsuan, sedang syari’at tanpa hakikat adalah sia-sia. Barangsiapa bersyari’at tanpa berhakikat, niscaya ia akan menjadi fasik. Sedang yang berhakikat tanpa bersyari’at, niscaya ia akan menjadi zindik. Barangsiapa menghimpun keduanya (syari’at dan hakikat), ia benar-benar telah berhakikat.”