Menu Tutup

Kerajaan Mughal di India : Sejarah, Kemajuan, dan Faktor Kemundurannya

Proses Terbentuknya Kerajaan Mughal di India

Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya Kerajaan Safawi. Jadi, di antara tiga keajaan besar Islam tersebut kerajaan inilah yang termuda. Kerjaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di anak Benua India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah Al- Walid, dari dinasti Bani Umayah. Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani Umayah di bawah pimpinan Muhammad ibn Qosim.

Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibukota didirikan oleh Zaharuddin Babur (1482- 1530 M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza penguasa Ferghana. Babur mewarisi Ferghana dari ayahnya ketika berumur 11 Tahun. Pada tahun 1494 M, dia berhasil menduduki Samarkand yang menjadi kota penting di Asia Tengah dengan bantuan dari Raja Safawi, Ismail I. Kemudian di tahun 1504 M, Kota Kabul di Afghanistan berhasil diduduki.

Setelah Kabul berhasil ditaklukkan, Raja Babur melanjutkan ekspansinya ke India untuk melawan raja Ibrahim Lodi sebagai penguasa India. Karena terjadi krisis pemerintahan di India, hal ini menguntungkan pihak Babur.

Dengan mengerahkan militernya akhirnya pada tahun 1525 M, berhasil menaklukkan Punjab dengan ibukotanya Lahore, dan di tahun 1526 M terjadilah pertempuran yang dahsyat antara pasukan Ibrahim dengan Babur di Panipat, Babur berhasil memasuki kota Delhi pada tanggal 21 April 1526, sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahan dengan mendirikan kerajaan Mughal di Delhi.

Kemajuan di bidang Politik dan Sosial

Puncak kejayaan kerajaan Mughal terjadi pada masa pemerintahan Putra Humayun, Akbar Khan (1556-1605 M). Sistem Pemerintahan Akbar adalah militeristik. Akbar berhasil memperluas wilayah sampai Kashmir dan Gujarat. Pejabatnya diwajibkan mengikuti latihan militer. Politik Akbar yang sangat terkenal dan berhasil menyatukan rakyatnya adalah Sulakhul atau toleransi universal.

Dengan politik ini semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan etnis dan agamanya. Sehingga di masa Akbar, kerajaan tidak dijalankan dengan kekerasan, ia banyak menyatu dengan rakyat, bahkan rakyat dari berbagai agama tidak dipandangnya sebagai orang lain. Amir-amir dan sultan-sultan Islam yang selama ini berkuasa di daerahnya sendiri dengan cara kesewenang-wenangan bersama dengan para maharaja beragama Brahmana, berkat Akbar semuanya telah menjadi tiang-tiang bagi sebuah imperium Islam yang besar di Benua India.

 Di samping itu, pemerintahan tidak dipegangnya sendiri, tetapi diadakannya menteri-menteri. Kepada pemungut pajak diperintahkan dengan keras agar tidak memungut pajak dengan memaksa dan memeras. Di dalam persoalan agama, beliau sangat toleran dan bagi orang yang beragam Hindu dihormati oleh Akbar dan tidak dipaksa untuk memeluk agama Islam. Dengan demikian, Akbar adalah seorang reformis Kerajaan Mughal yang telah menata pemerintahan dengan sistem yang lebih baik dibanding dengan kerajaan-kerajaan sebelumnya.

Di bidang agama, ia adalah sebagai tokoh moderat yang memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Dengan adanya kebijakan seperti di atas, rakyat India sangat simpati kepadanya dan kehidupan sosial masyarakat saling hormat-menghormati serta senantiasa menjunjung tinggi toleransi.

Kemajuan di bidang Pengetahuan dan Seni

Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi Kerajaan Mughal pada abad ke-17, mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan, seni, dan budaya. Di bidang pengetahuan kebahasaan Akbar telah menjadikan tiga bahasa sebagai bahasa nasional, yaitu bahasa Arab sebagai bahasa agama, bahasa Turki sebagai bangsawan dan bahasa Persia sebagai bahasa istana dan kesusastraan. 

Selain itu, Akbar telah memodifikasi tiga bahasa tersebut ditambah dengan bahasa Hindu dan menjadi bahasa Urdu. Di bidang filsafat cukup maju dan satu di antara tokohnya adalah Akbar sendiri, sementara ahli tasawuf yang terkenal pada masa itu adalah Mubarok, Abdul Faidhl, dan Abul Fadl. Sementara karya seni yang paling menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun bahasa India.

Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayadi seorang sastrawan sufi yang menghasilkan karya besar yang berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung pesan kebijakan jiwa manusia. Pada masa Akbar, dibangun Istana Fatpur di sikri, vila, dan masjid yang indah. Pada zaman Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Tajmahal di Aqra, Masjid Raya Delhi di Istana Indah, Lahore. Sultan-sultan Mughal juga mendirikan makam-makam yang indah.

Berdasarkan uraian di atas maka ilmu pengetahuan, seni, dan budaya pada masa Kerajaan Mughal maju cukup pesat, khususnya pada masa Akbar.

Kemajuan di bidang Ekonomi

Sektor ekonomi utama kerajaan Mughal berasal dari hasil pertanian seperti biji-bijian, padi kapas, nila, rempah-rempah dll, bahkan hasil pertanian ini diekspor ke negara Eropa, Afrika, Arabia dan Asia tenggara bersama dengan hasil kerajinan seperti pakaian tenun dan kain tipis yang banyak diproduksi di Gujarat dan Bengal. Bahkan untuk meningkatkan hasil produksinya

Jengahir mengizinkan Inggris (1611M) dan Belanda (1617M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat. Kemajuan yang dicapai Akbar dapat dipertahankan oleh tiga sultan berikutnya yaitu, Jehangir (1605-1628), Syah Jehan (1628- 1658) dan Aurangzeb (1658-1707), ketiganya merupakan sultan sultan besar Mughal yang didukung dengan berbagai kecakapan dan kekuatan militer, tetapi setelah terjadi pergantian raja raja sesudahnya kerajaan Mughal mengalami kehancuran.

Faktor-faktor kemunduran Kerajaan Mughal

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal mundur dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu:

  1. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.
  2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
  3. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau keras dalam melaksanakan syariat Islam tanpa adanya toleransi antar umat beragama Islam dengan Hindu, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
  4. Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orangorang lemah dalam bidang kepemimpinan.

REFERENSI:

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010)

Ajib Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004)

Hamka, Sejarah Umat Islam III, (Jakarta: Bulan Bintang)

Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)

Baca Juga: