Nabi Nuh adalah utusan Allah yang ketiga dan dikenal dengan kisah banjir besar yang menimpa kaumnya serta menewaskan anak kandungnya sendiri, Kan’an. Dari kisah Nabi Nuh, terdapat banyak hikmah yang bisa diambil, seperti kesabarannya dalam berdakwah meskipun diabaikan, hingga akhirnya datanglah mukjizat Allah untuk membuktikan kebenaran ajarannya. Bagaimana kisah Nabi Nuh dengan kapalnya yang mampu menyelamatkannya dari banjir bandang? Dan apa saja hikmah yang bisa dipetik dari kisah ini?
Profil Nabi Nuh
Nabi Nuh adalah Nuh bin Lamik bin Mitoshilkh bin Henokh Yard bin Mahlabil bin Qinan bin Anoush bin Syith bin Adam, bapak umat manusia (alaihis-salam). Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa periode antara kelahiran Nuh dan kematian Nabi Adam adalah 146 tahun. Nuh dilahirkan 126 tahun setelah kematian Nabi Adam. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Periode antara Adam dan Nuh adalah sepuluh abad.” [Sahih Al-Bukhari]. Nuh lahir 1056 tahun setelah penciptaan Adam (atau setelah Adam meninggalkan surga).
Selama beberapa generasi umat Nabi Nuh telah menyembah patung yang mereka sebut berhala. Umatnya percaya bahwa para dewa ini akan membawa kebaikan, melindungi mereka dari kejahatan, dan memenuhi semua kebutuhan mereka. Mereka memberi nama sembahan mereka seperti Waddan, Suwa’an, Yaghuthah, Ya’augah, dan Nasran, yang mewakili berbagai kekuatan dan sifat.
Awalnya, nama-nama tersebut adalah nama-nama orang baik yang pernah tinggal di antara mereka. Setelah kematian mereka, dibuatlah patung-patung untuk menjaga ingatan mereka tetap hidup. Namun, seiring waktu, orang-orang mulai menyembah patung-patung ini. Generasi berikutnya tidak tahu mengapa patung-patung tersebut ada, mereka hanya mengikuti tradisi penyembahan yang diwariskan oleh orang tua mereka. Generasi ini tidak memiliki pemahaman tentang Allah SWT dan konsekuensi dari perbuatan mereka menyembah selain Allah.
Kaum-kaum ini menjadi kejam dan tidak bermoral. Nabi Nuh diutus oleh Allah untuk menyadarkan mereka. Periode waktu yang tepat ketika Nabi Nuh hidup tidak diketahui, tetapi menurut sumber sejarah, Nuh berumur 950 tahun. Dipercayai bahwa Nabi Nuh dan kaumnya tinggal di bagian utara Mesopotamia kuno, daerah kering dan gersang, beberapa ratus kilometer dari laut. Al-Qur’an menyebutkan bahwa bahtera Nuh mendarat di “Gunung” yang diyakini oleh banyak orang Muslim sebagai Turki masa kini. Nabi Nuh sudah menikah dan memiliki empat putra.
Nabi Nuh dan Kaumnya yang Penyembah Patung
Menurut tradisi, kisah Nabi Nuh dimulai dengan hidup di antara orang-orang yang menyembah berhala batu dalam masyarakat yang jahat dan korup. Nuh dipanggil sebagai Nabi untuk umatnya dan diutus oleh Allah untuk menyampaikan pesan-Nya agar kaumnya yang penyembah berhala itu percaya hanya pada satu Tuhan, yaitu Allah SWT. Nabi Nuh berharap kaumnya mau mengikuti pesan Allah dan meninggalkan penyembahan berhala mereka.
Nabi Nuh berdakwah dengan sabar dan penuh pengertian selama bertahun-tahun. Namun, seperti banyak nabi lainnya, ia menghadapi penolakan dan ejekan dari kaumnya, yang menganggapnya sebagai pembohong dan gila. Dalam Al-Qur’an, dijelaskan bahwa orang-orang menutup telinga mereka dan menutupi diri mereka dengan pakaian untuk menghindari mendengar dan melihat ajaran Nabi Nuh.
Namun, keinginan yang kuat untuk menyelamatkan kaumnya dan memenuhi tanggung jawabnya sebagai utusan Allah membuat Nabi Nuh tetap bertahan. Allah memberitahukan bahwa orang-orang telah melampaui batas dan akan dihukum sebagai contoh bagi generasi mendatang. Allah mengilhami Nuh untuk membangun sebuah kapal, yang harus ia selesaikan meskipun sangat sulit. Saat membangun kapal, Nabi Nuh diejek dan dianggap gila oleh kaumnya.
Setelah kapal selesai, Nabi Nuh mengajak keluarganya dan orang-orang yang beriman kepada Allah SWT untuk naik ke kapal. Kemudian, tanah di daerah tersebut basah kuyup oleh hujan, dan banjir menghancurkan semua yang ada di darat. Ketika banjir melanda, Nabi Nuh menyaksikan anaknya Kan’an tenggelam. Nabi Nuh mengajak Kan’an untuk naik ke kapal asalkan anaknya tersebut mau bertaubat, namun Kan’an tetap kukuh tidak ingin beriman hingga akhirnya tewas terendam banjir.
Nabi Nuh dan para pengikutnya selamat, tetapi salah satu putranya berada di antara orang-orang kafir yang dihancurkan. Ini mengajarkan umat Islam bahwa iman kepada Allah jauh lebih penting daripada ikatan darah.
Hikmah Kisah Nabi Nuh
Dari kisah Nabi Nuh, setidaknya ada tiga pelajaran berharga yang bisa dipetik:
- Kesabaran dalam Berdakwah Kesabaran Nabi Nuh yang diolok-olok dan dicemooh saat membangun kapal merupakan contoh kesabaran yang luar biasa. Ia menghadapi cercaan dengan sabar karena yakin Allah akan membalasnya.
- Beriman kepada Allah Apapun Keadaannya Meskipun menghadapi ejekan, Nabi Nuh tetap beriman kepada Allah dan mengikuti petunjuk-Nya. Keimanannya terbukti menyelamatkan dirinya dan pengikutnya dari banjir bandang, sementara kaumnya yang kafir dihukum.
- Keadilan Balasan dari Perilaku Orang-orang di zaman Nabi Nuh menjalani kehidupan jahat dan mengabaikan peringatan Allah. Akibat ketidakimanan mereka, mereka dihancurkan oleh banjir. Ini mengajarkan bahwa gaya hidup duniawi atau kekayaan material tidak akan menyelamatkan dari balasan Allah bagi yang tidak beriman.
Dari kisah Nabi Nuh, kita belajar bahwa meyakini nabi sebagai utusan Allah sama pentingnya dengan mengimani Allah SWT karena nabi menyampaikan pesan-Nya.
Sumber Kisah Nabi Nuh:
ustadz.my.id/kisah-nabi-nuh