Menu Tutup

Larangan Mencari-cari Kesalahan Orang Lain dalam Islam

Pengertian Mencari-cari Kesalahan Orang Lain

Mencari-cari kesalahan orang lain dalam bahasa Arab disebut dengan tajassus. Kata Lisan al-‘Arab, tajassus berarti mencari berita dan menyelidikinya. Secara istilah, kata tajassus berarti mencari-cari kesalahan orang lain dengan cara menyelidiki dan mematainya.

Perbuatan tajassus merupakan perbuatan yang dilarang oleh agama Islam. Perbuatan ini sama dengan memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati.

Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu nmerasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Hujurāt [49]: 12)

Perbuatan tajassus akan mengundang retaknya hubungan manusia karena dengan kesalahan-kesalahan yang dicari, aib seseorang akan terbongkar. Hal itu sama dengan mengingkari perintah Allah untuk saling bersaudara. Rasulullah Saw. bersabda:

“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Mencari-cari Kesalahan Orang Lain Dalam Islam

Perbuatan mencari-cari kesalahan orang lain merupakan perbuatan yang buruk dan dilaknat oleh Allah. Oleh karenanya kita harus menjauhi perbuatan tersebut. Selain itu, perbuatan mencari-cari kesalahan orang lain menimbulkan berbagai dampak negatif untuk pelaku dan korbannya, yaitu

Dilaknat oleh Allah

Perbuatan   mencari-cari    kesalahan    orang    lain    merupakan    sebuah pengingkaran dari perintah saling mengenal, memahami, dan menjamin dalam persaudaraan. Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Hujurāt [49]: 12)

Hubungan harmonis akan menjadi hancur

Perbuatan mencari-cari kesalahan orang lain akan menguak aib dan rahasia orang lain yang dijaganya. Hal itu akan merusak telinga orang yang mendengarnya dan merusak mulut dan telinga pelakunya. Pelakunya telah zalim pada penggunaan telinga dan mulut sehingga dipergunakannya untuk perbuatan yang diibaratkan memakan bangkai saudaranya ini.

Perbuatan mencari-cari   kesalahan   orang   lain   juga   akan   meretakkan hubungan manusia. Perbuatan itu akan menimbulkan perpecahan, perselisihan dan permusuhan antar individu atau pun kelompok. Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika engkau mengikuti cela (kesalahan) kaum muslimin, engkau pasti merusak mereka atau engkau hampir merusak mereka”. (HR. Abu Daud)

Telinganya kan dituangkan cairan tembaga di hari Kiamat kelak

Seseorang yang hendak mencari kesalahan orang lain akan menggunakan inderanya untuk mencapai hasratnya. Ia akan menggunakan mata untuk mengintip celah-celah kesalahan orang lain. Ia akan menggunakan telinga untuk mendengarkan secara sembunyi-sembunyi perkataan orang lain. Dan ia akan melangkahkan kakinya kepada perbuatan yang hina tersebut. Rasulullah Saw. bersabda:

“Barangsiapa menguping omongan orang lain, sedangkan mereka tidak suka (kalau didengarkan selain mereka), maka pada telinganya akan dituangkan cairan tembaga pada hari kiamat.” (HR. Bukhari)

Untuk menghindari perbuatan mencari-cari kesalahan orang lain, kita dapat melakukan beberapa upaya berikut ini

Belajar berprasangka baik

Untuk belajar berprasangka baik, Rasulullah memberikan tuntunan sebagaimana dalam hadits berikut:

“Dari ‘Aisyah Ra., ada suatu kaum yang berkata, “Wahai Rasulullah, ada suatu kaum membawa daging kepada kami dan kami tidak tahu apakah daging tersebut saat disembelih dibacakan bismillah ataukah tidak.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Ucapkanlah bismillah lalu makanlah.” (HR. Bukhari)

Lebih mementingkan introspeksi diri daripada mengurusi urusan orang lain

Rasulullah Saw. bersabda:

“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya”. (HR. Bukhari)

Boleh curiga dengan adanya bukti, tapi tidak patut

Untuk membedakan antara mencari-cari kesalahan orang lain dengan sikap curiga, cermati hadits berikut:

“Dari Zaid bin Wahab, ia berkata, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu telah didatangi oleh seseorang, lalu dikatakan kepadanya, “Orang ini jenggotnya bertetesan khamr.” Ibnu Mas’du pun berkata, “Kami memang telah dilarang untuk tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain). Tapi jika tampak sesuatu bagi kami, kami akan menindaknya”. (HR. Abu Daud)

Menurut Imam Abu Hatim bin Hibban Al-Busthi, ”Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai. Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih, dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya”.

Baca Juga: