Menu Tutup

Latar Belakang Lahirnya Gerakan Pembaharuan Dunia Islam

Gerakan pembaharuan Islam adalah suatu upaya untuk menyesuaikan (kontekstualisasi) ajaran Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dalam bahasa Arab, gerakan pembaharuan disebut dengan tajdîd. Secara harfiah tajdîd berarti pembaharuan, dan pelakunya disebut dengan mujaddid.

Tradisi pembaharuan dalam Islam sebenarnya telah berlangsung lama sejak masa-masa awal sejarah Islam. Karena dalam Islam setiap kali terjadi masalah baru yang belum ada ketentuan hukum sebelumnya, maka kaum muslim segera akan mencari jawabannya (ber-ijtihad) melalui metode ijma’, qiyas dan sebagainya dengan tetap merujuk pada al-Qur’an dan al-hadits.

Dalam hal ini Rasulullah Saw pernah mengisyaratkan, “sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini (Islam) pada permulaan setiap abad orang­orang yang akan memperbaiki (memperbaharui) agamanya” (HR. Imam Abu Dawud).

Namun demikian, istilah tajdid atau pembaharuan dalam Islam baru populer pada awal abad ke-18 M, tepatnya setelah munculnya gaung pemikiran dan gerakan pembaharuan Islam di Mesir, sebagai imbas dari persinggungan politik dan intelektual antara Islam dengan dunia Barat.

Gerakan pembaharuan dalam Islam, yang oleh beberapa pakar disebut juga gerakan modernisasi atau gerakan reformasi Islam, adalah gerakan yang dilakukan untuk menyesuaikan ajaran Islam dengan tatanan dunia baru yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan pembaharuan itu para pemimpin Islam berharap agar umat Islam terbebas dari ketertinggalan, bahkan dapat mencapai kemajuan yang setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Dengan kata lain, istilah modernisasi berarti sebuah bentuk perubahan tatanan (transformasi) dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah yang lebih baik, dengan harapan akan tercapai kehidupan masyarakat yang lebih maju, berkembang, dan makmur.

Dengan demikian, pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi, atau menambahi teks al-Qur’an maupun al-hadits, melainkan hanya menyesuaikan pemahaman atas keduanya dalam menjawab tantangan zaman yang senantiasa berubah (kontekstualisasi ajaran Islam).

Hal ini, menurut para tokoh pembaharuan Islam, dikarenakan terjadinya kesenjangan antara yang dikehendaki al-Qur’an dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Oleh karenanya diperlukan upaya pembaharuan dalam pemikiran dan keagamaan masyarakat sehingga dapat sejalan dengan spirit alQur’an dan as-Sunnah.

Maka dengan demikian, pembaharuan Islam mengandung maksud mengembalikan sikap dan pandangan hidup umat Islam agar sejalan dengan semangat al-Qur’an dan asSunnah sebagaimana dicontohkan ulama salafus shalih terdahulu.

Pemikiran pembaharuan atau modernisasi dunia Islam timbul terutama karena adanya kontak yang terjadi antara dunia Islam dan Barat. Dengan adanya kontak itu, umat Islam abad XIX mulai menyadari bahwa mereka telah mengalami kemunduran dibandingankan dunia Barat yang pada saat itu mulai menemukan titik kemajuan peradaban.

Sebelum periode modern, hubungan atau kontak antara Islam dan Barat sebenarnya sudah terjadi, terlebih antara Kerajaan Utsmani (yang mempunyai daerah kekuasaan di daratan Eropa) dengan beberapa negara Barat. Namun kontak dengan kebudayaan Barat ini semakin intens saat jatuhnya kekuatan Mesir oleh Napoleon Bonaparte dari Perancis, disusul dengan imperialisasi Barat terhadap negara-negara muslim lainnya. Kondisi itu akhirnya membuka pemikiran pemuka-pemuka intelektual dan pemerintahan Islam di Mesir untuk segera mengadakan upaya-upaya pembaharuan.

Di antara hal-hal yang mendorong lahirnyanya gerakan pembaharuan dan modernisasi Islam adalah:

  1. Adanya sifat jumud (stagnan) yang telah membuat umat Islam berhenti berpikir dan berusaha. Selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir (berijtihad) maka mereka tidak mungkin mengalami kemajuan. Kemajuan masyarakat hanya akan bisa tercapai melalui pengkajian ilmu pengetahuan yang terus menerus untuk kemudian diaplikasikan dalam teknologi terapan dan kehidupan sosial yang nyata demi kemajuan masyarakat. Untuk itulah maka perlu diadakan upaya pembaharuan dengan memberantas sikap jumud dan menggerakkan kembali tradisi ijtihad di kalangan umat Islam.
  2. Persatuan di kalangan umat Islam mulai terpecah belah. Umat Islam tidak akan mengalami kemajuan apabila tidak ada persatuan dan kesatuan yang diikat oleh tali ukhuwah Islamiyah. Karena itu maka lahirlah suatu gerakan pembaharuan yang berupaya memberikan inspirasi kepada seluruh umat Islam untuk bersatu dan melawan imperialisme Barat.
  3. Hasil adanya kontak yang terjadi antara dunia Islam dan Barat. Dengan adanya kontak ini mereka sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan Barat. Terutama pasca terjadinya peperangan antara kerajaan Utsmani dengan kerajaan Eropa, di mana pada masa-masa sebelumnya kerajaan Utsmani selalu menang dalam peperangan namun saat itu mengalami kekalahan. Hal ini membuat tokoh-tokoh kerajaan Utsmani berupaya menyelidiki rahasia kekuatan militer Eropa. Ternyata rahasianya adalah “sistem militer modern” yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan dalam dunia Islam pun salah satunya dipusatkan pada bidang militer.
  4. Meski demikian, pembahuran dalam Islam berbeda dengan renaissance dalam dunia Barat. Jika renaissance Barat muncul dengan cara “menyingkirkan” peran agama dari kehidupan masyarakat, maka pembaharuan Islam sebaliknya, yakni untuk tujuan memperkuat prinsip dan ajaran Islam itu sendiri demi kemashlahatan dunia secara lebih luas. Pada saat dunia Islam mengalami kemunduran, bangsa Barat justru mengalami kemajuan dan berhasil melakukan ekspansi wilayah perdagangan baru.

Meski jalur strategis perdagangan yang selama itu menjadi jalur internasional telah dikuasai oleh umat Islam sehingga bangsa Barat sulit melakukan transaksi-transaksi perdagangan melalui jalur tersebut, namun dengan didukung oleh kesuksesan Christoper Columbus (1492M) yang berhasil menemukan benua Amerika, juga Vasco da Gama yang berhasil menemukan jalur ke Timur melalui Tanjung Harapan pada tahun 1498M, telah menjadikan Benua Amerika dan kepulauan Hindia jatuh ke tangan bangsa Eropa (Barat).

Akibat dibukanya dua jalur perdagangan baru tersebut, maka Barat tidak lagi tergantung pada jalur lama yang telah dikuasai umat Islam. Adanya jalur perdagangan yang semakin luas itu maka dengan sendirinya akses perdagangan Barat semakin luas pula, dan tentunya semakin meningkatkan nilai ekspor dan perekonomian bangsa Barat melampaui dunia Islam.

Kemajuan bangsa Barat yang diraih secara berturut-turut pasca perang salib, didorong oleh adanya gerakan perluasan perdagangan, dan dipercepat dengan adanya gerakan penggalian ilmu pengetahuan atau revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke 16 dengan munculnya para ilmuwan seperti Francis Bacon, René Descartes, Galileo Galilei, serta adanya pengembangan riset dan penelitian dengan didirikannya lembaga-lembaga riset seperti The Royal Improving Knowledge, The Royal Society of England, dan The French Academy of Science.

Menyusul kemudian aplikasi dari teoriteori baru dan hasil-hasil penelitian tersebut dalam bentuk mesin-mesin pendukung industri, hingga muncullah gerakan Revolusi Industri di Barat (1750-1850M). Revolusi Industri menimbulkan terjadinya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia.

Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya (Inggris) lalu menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan akhirnya ke seluruh dunia hingga saat ini. Dalam melakukan ekspansi perdagangan itu, bangsa Barat ternyata bukan hanya memiliki motif ekonomi tapi juga motif kekuasaan dan menyebarkan agama (Kristen). Tiga misi ini dikenal dengan istilah gold, glory dan gospel (3-G) yang diterapkan dalam menaklukkan negara-negara Islam di dunia.

Sumber: academia.edu

Baca Juga: