Menu Tutup

Mana yang Lebih Baik untuk Musafir: Berbuka atau Puasa?

Musafir adalah orang yang melakukan perjalanan jauh dari tempat tinggalnya. Dalam Islam, musafir diberikan keringanan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan jika perjalanannya melebihi dua marhalah (sekitar 88 km) dan berlangsung lebih dari sehari. Namun, musafir juga boleh berpuasa jika ia mampu dan tidak merasa kesulitan.

Lalu, mana yang lebih baik untuk musafir: berbuka atau puasa? Jawaban pertanyaan ini tergantung pada beberapa faktor, seperti tujuan perjalanan, kondisi fisik, ketersediaan makanan dan minuman, serta pendapat ulama.

Tujuan perjalanan adalah salah satu faktor yang harus dipertimbangkan oleh musafir. Jika perjalanannya bersifat wajib, seperti menunaikan haji atau umrah, maka sebaiknya ia berpuasa jika mampu. Hal ini karena puasa adalah salah satu ibadah yang paling utama dan memiliki banyak keutamaan. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun, jika perjalanannya bersifat sunnah atau mubah, seperti berwisata atau berkunjung ke kerabat, maka sebaiknya ia berbuka jika merasa kesulitan. Hal ini karena Allah SWT telah memberikan keringanan kepada musafir untuk tidak berpuasa agar ia tidak terbebani. Allah SWT berfirman: “Barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Kondisi fisik adalah faktor lain yang harus dipertimbangkan oleh musafir. Jika ia memiliki penyakit atau kelemahan tubuh yang dapat memperburuk kesehatannya jika berpuasa, maka sebaiknya ia berbuka dan membayar fidyah (memberi makan seorang miskin) untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Hal ini karena Allah SWT tidak ingin menyusahkan hamba-Nya dalam beribadah. Allah SWT berfirman: “Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu.” (QS. Al-Maidah: 6)

Namun, jika ia memiliki kesehatan yang baik dan kuat untuk berpuasa, maka sebaiknya ia berpuasa jika tidak merasa kesulitan. Hal ini karena puasa dapat melatih kesabaran, ketakwaan, dan kesehatan jiwa dan raga. Rasulullah SAW bersabda: “Puasa adalah perisai (dari api neraka).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketersediaan makanan dan minuman adalah faktor lain yang harus dipertimbangkan oleh musafir. Jika ia sulit mendapatkan makanan dan minuman yang halal dan bersih di tempat tujuannya, maka sebaiknya ia berpuasa jika mampu. Hal ini karena puasa dapat menjaga dirinya dari hal-hal yang haram dan najis. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta (ketika berpuasa), maka Allah tidak memerlukan dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhari)

Namun, jika ia mudah mendapatkan makanan dan minuman yang halal dan bersih di tempat tujuannya, maka sebaiknya ia berbuka jika merasa kesulitan. Hal ini karena puasa dapat mengurangi kekuatan dan semangatnya dalam melakukan aktivitas perjalanan. Rasulullah SAW bersabda: “Bukanlah kebaikan bagi orang-orang yang bermusafir untuk puasa.” (HR. Muslim)

Pendapat ulama adalah faktor lain yang harus dipertimbangkan oleh musafir. Ulama berbeda pendapat tentang hukum puasa bagi musafir. Ada yang mengatakan bahwa puasa adalah lebih utama daripada berbuka, karena puasa adalah asalnya dan berbuka adalah rukhsah (keringanan). Ini adalah pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad.

Ada yang mengatakan bahwa berbuka adalah lebih utama daripada puasa, karena berbuka adalah rahmat dan kemudahan dari Allah SWT. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan sebagian ulama lainnya.

Ada juga yang mengatakan bahwa tergantung pada situasi dan kondisi musafir. Jika ia merasa lebih mudah dan nyaman untuk berpuasa, maka puasa adalah lebih utama. Jika ia merasa lebih sulit dan berat untuk berpuasa, maka berbuka adalah lebih utama. Ini adalah pendapat sebagian ulama lainnya.

Oleh karena itu, musafir harus memilih pendapat yang paling sesuai dengan keadaannya dan tidak menghina atau mencela pendapat yang lain. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan keringanan kepada musafir untuk tidak shalat empat rakaat (menjadi dua rakaat) dan untuk tidak berpuasa. Maka terimalah keringanan itu dari Allah SWT, karena sesungguhnya Allah SWT menyukai keringanan yang Dia berikan kepada kalian sebagaimana Dia membenci dosa yang kalian lakukan.” (HR. Muslim)

Baca Juga: