Menu Tutup

Moderat (Tawasuth) dalam Islam

Pengertian Moderat (Tawasuth)

Kata tawasuth berasal dari kata wasatha berarti tengah atau pertengahan. Kata tawasuth secara bahasa berarti moderat. Secara istilah tawasuth ialah sikap terpuji di mana menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem dan memilih sikap dengan berkecenderungan ke arah jalan tengah. Allah Swt. berfirman:

“Dan   demikian    pula    kami    telah    menjadikan    kamu   (umat    Islam)    ‘umat pertengahan’ agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu” (QS. al-Baqarah [2]: 143)

Sikap tawasuth merupakan sikap yang paling esensial karena sikap ini tegak lurus, tidak condong ke kanan atau ke kiri. Hal itu membentuk sikap bijaksana dalam mengambil keputusan.

Tawasuth Dalam Islam

Islam menyatakan bahwa umat Islam merupakan umat yang tengah-tengah yaitu dalam menyelesaikan sesuatu dengan tanpa kecondongan ke kanan atau pun ke kiri. Rasulullah bersabda:

“Sebaik baik persoalan adalah sikap moderat.”

Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda:

“Dan sebaik baik amal perbuatan adalah yang pertengahan, dan agama Allah itu berada di antara yang beku (konstan) dan mendidih (relatif).”

Dalam Islam, tawasuth terbagi menjadi tiga dimensi yaitu akidah, akhlak, dan syariat.

  1. Dimensi akidah

Dalam dimensi akidah, ada setidaknya dua persoalan yaitu, 1) Ketuhanan antara atheisme dan politheisme. Islam ada di antara atheisme yang mengingkari adanya Tuhan dan poletheisme yang memercayai adanya banyak Tuhan. Islam adalah Monotheisme, yakni paham yang memercayai Tuhan Yang Esa. 2) Manusia di antara jabr dan ikhtiyār. Beberapa aliran mengatakan bahwa perbuatan manusia adalah paksaan dari Allah, dan aliran lain mengatakan perbuatan manusia adalah mutlak dari diri sendiri. Dalam Islam, tidak ada keterpaksaan mutlak dan tidak ada kebebasan mutlak.

  1. Dimensi akhlak

Salah satu persoalan dalam akhlak tasawuf ialah peribadatan antara syariat dan hakikat. Dalam ibadah, Islam menggunakan kacamata syariat dan hakikat. Karena syariat tanpa hakikat adalah kepalsuan dan hakikat tanpa syariat merupakan omong kosong.

  1. Dimensi syariat

Persoalan yang muncul pada dimensi syariat adalah antara kemaslahatan individu dan kolektif.  Dalam hal ini, Islam berorientasi pada terwujudnya kemaslahatan induktif dan kolektif secara bersama sama. Akan tetapi, kalau terjadi pertentangan maka didahulukan kepentingan kolektif

Membiasakan Berperilaku Tawasuth dalam Kehidupan Sehari-hari

Setelah mengetahui sikap tawasuth dalam Islam. Kita dituntut untuk bersikap tawasuth. Hal yang perlu di perhatikan dalam penerapan tawasuth, yaitu

  1. Menghindari perbuatan dan ungkapan ekstrim dalam menyebarluaskan ajaran
  2. Menjauhi perilaku  penghakiman terhadap seseorang karena perbedaan
  3. Memegang prinsip persaudaraan dan toleransi dalam kehidupan

Lainnya