Di era digital yang serba terhubung, kritik seakan menjadi udara yang kita hirup setiap hari. Entah itu di kolom komentar media sosial, dalam forum diskusi, atau bahkan dalam lingkaran pertemanan terdekat. Sebuah unggahan, sebuah pendapat, sebuah tindakan, bahkan sebuah niat baik pun bisa menjadi sasaran kritik yang tajam. Bagi sebagian orang, badai kritik ini bisa meruntuhkan semangat, memadamkan api gairah, dan menumbuhkan benih keraguan di dalam hati. Rasa takut dihakimi, cemas akan penilaian orang lain, pada akhirnya bisa melumpuhkan kita dari berbuat kebaikan dan menyuarakan kebenaran.
Namun, sebagai seorang Muslim, kita memiliki kompas yang kokoh dan teladan yang abadi untuk menavigasi lautan kritik ini. Islam tidak mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang anti-kritik dan menutup telinga. Sebaliknya, Islam memberikan kita sebuah kerangka kerja (framework) yang luar biasa untuk memahami, menyikapi, dan bahkan mengambil manfaat dari setiap kritik yang datang. Kuncinya bukanlah menghindari kritik, melainkan memiliki keteguhan hati (tsabat) untuk tidak gentar menghadapinya, dengan berlandaskan pada satu tujuan utama: mencari ridha Allah SWT, bukan ridha manusia.
Artikel ini akan menjadi pengingat dan motivasi bagi kita semua, untuk memandang kritik dari kacamata iman, meneladani keteguhan para manusia terbaik, dan pada akhirnya, menjadi pribadi yang lebih kuat, lebih bijak, dan lebih fokus pada jalan kebenaran.
Kritik Adalah Sunnatullah dalam Perjuangan
Hal pertama yang harus kita tanamkan dalam benak adalah bahwa kritik, cemoohan, dan bahkan penolakan adalah bagian tak terpisahkan dari jalan dakwah dan kebaikan. Ia adalah sunnatullah—sebuah ketetapan Allah yang berlaku bagi siapa pun yang berjalan di atas rel kebenaran. Jika kita bercita-cita untuk hidup di atas prinsip Islam, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, maka bersiaplah untuk menghadapi kritik.
Lihatlah para manusia pilihan Allah, para nabi dan rasul. Adakah di antara mereka yang hidupnya mulus tanpa kritik dan permusuhan? Justru sebaliknya, semakin tinggi derajat keimanan dan semakin mulia misi yang mereka emban, semakin kencang pula angin kritik yang menerpa.
Allah SWT berfirman:1
“Dan sungguh, beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) telah diperolok-olokkan, sehingga turunlah azab kepada orang-orang2 yang mencemoohkan itu sebagai balasan olok-olokan mereka.” (QS. Al-An’am: 10)
Ayat ini adalah tasliyah (hiburan) dari Allah untuk Nabi Muhammad ﷺ, dan juga untuk kita, umatnya. Ayat ini menegaskan bahwa dicemooh dan dikritik saat membawa kebenaran bukanlah hal baru. Itu adalah “menu” yang sudah disantap oleh para pejuang kebenaran terdahulu. Jika para nabi yang maksum (terjaga dari dosa) dan didukung langsung oleh wahyu saja tak luput dari kritik, siapalah kita yang penuh dengan kekurangan ini untuk berharap bisa menyenangkan semua orang?
Teladan Terbaik: Bagaimana Rasulullah ﷺ Menghadapi Badai Kritik
Tidak ada contoh yang lebih agung dalam menghadapi kritik selain dari pribadi Rasulullah Muhammad ﷺ. Beliau adalah target utama dari segala bentuk kritik paling keji yang bisa dibayangkan.
- Kritik Verbal dan Gelar Buruk: Sebelum diutus menjadi nabi, beliau dikenal dengan gelar Al-Amin (Yang Terpercaya). Namun, setelah menyerukan tauhid, kaumnya sendiri memberinya gelar-gelar buruk: saahir (penyihir), majnoon (orang gila), kaadzib (pendusta). Mereka mengkritik setiap aspek dari ajaran beliau, dari konsep hari kebangkitan hingga aturan-aturan ibadah.
- Kritik Fisik dan Intimidasi: Kritik tidak berhenti di lisan. Kotoran unta dilumurkan ke punggung beliau saat sedang sujud. Beliau dilempari batu di Thaif hingga kedua sandal beliau berlumuran darah. Beliau diembargo secara ekonomi dan sosial selama bertahun-tahun.
- Kritik yang Menyerang Kehormatan Keluarga: Fitnah keji dilancarkan kepada istri tercinta beliau, Aisyah RA (dikenal dengan peristiwa haditsul ifki), sebuah kritik yang bertujuan menghancurkan kehormatan rumah tangga kenabian.
Bagaimana Rasulullah ﷺ merespons semua ini?
- Kesabaran yang Luar Biasa (Sabr): Beliau tidak pernah membalas caci maki dengan caci maki. Beliau menunjukkan level kesabaran tertinggi, bukan karena lemah, tetapi karena beliau memiliki tujuan yang jauh lebih besar.
- Fokus pada Misi: Kritik tidak pernah menghentikan beliau dari berdakwah. Semakin kencang angin menerpa, semakin kokoh beliau berdiri di atas prinsip. Beliau tahu persis bahwa tugasnya adalah menyampaikan risalah, bukan memaksa orang untuk menerima.
- Mendoakan Kebaikan: Inilah puncak akhlak beliau. Ketika penduduk Thaif menolak dakwahnya dengan lemparan batu, Malaikat Jibril datang menawarkan untuk menimpakan gunung kepada mereka. Apa jawaban Rasulullah ﷺ? “Jangan, aku justru berharap agar dari sulbi-sulbi mereka akan lahir generasi yang menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (HR. Bukhari & Muslim). Beliau membalas kebencian dengan doa dan harapan.
- Mengembalikan Urusan kepada Allah: Beliau senantiasa mengadu dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Doa beliau setelah peristiwa Thaif adalah bukti ketergantungan total kepada Sang Khaliq, bukan kepada penilaian makhluk.
Dari sini kita belajar, bahwa kekuatan sejati dalam menghadapi kritik bukanlah pada kemampuan berdebat atau membalas serangan, melainkan pada kesabaran, fokus pada tujuan, dan keikhlasan untuk menyerahkan hasilnya kepada Allah.
Kerangka Kerja Islami dalam Menyikapi Kritik
Setelah memahami bahwa kritik itu niscaya dan meneladani respons terbaik dari Rasulullah ﷺ, sekarang mari kita susun langkah-langkah praktis berdasarkan tuntunan syariat.
Langkah 1: Periksa Kembali Niat (Tajdidun Niyyah)
Sebelum bereaksi, tarik napas dalam-dalam dan tanyakan pada diri sendiri: “Untuk siapa aku melakukan ini?” Jika perbuatan, tulisan, atau ucapan yang kita lakukan sejak awal niatnya lurus karena Allah, maka kritik dari manusia akan terasa ringan. Ridha Allah adalah tujuan kita, sementara ridha manusia adalah tujuan yang mustahil dicapai.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah memberikan nasihat emas:
“Ridha manusia adalah tujuan yang tidak akan pernah tercapai. Maka, tempuhlah jalan yang lurus (jalan Allah), dan tinggalkan omongan mereka.”
Ketika niat kita kokoh untuk Allah, kritik tidak akan meruntuhkan kita, melainkan hanya menjadi kerikil di sepanjang jalan yang kita lalui.
Langkah 2: Lakukan Tabayyun (Klarifikasi)
Jangan terburu-buru merespons, baik itu dengan amarah maupun dengan kesedihan. Islam mengajarkan kita untuk tabayyun atau mengecek kebenaran sebuah informasi.
Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya…” (QS. Al-Hujurat: 6)
Aplikasikan prinsip ini pada kritik yang kita terima.
- Siapa yang mengkritik? Apakah ia orang yang dikenal ilmunya dan tulus, atau hanya akun anonim yang gemar menyebar kebencian?
- Apa substansi kritiknya? Apakah kritik itu berdasarkan data dan fakta, atau hanya asumsi dan prasangka buruk?
- Bagaimana cara disampaikannya? Apakah dengan adab dan niat memperbaiki, atau dengan caci maki dan tujuan menjatuhkan?
Dengan melakukan tabayyun, kita bisa memilah mana kritik yang perlu didengar dan mana yang lebih baik diabaikan.
Langkah 3: Bedakan Antara Nasihat dan Cemoohan
Setelah tabayyun, kita akan bisa membedakan dua jenis kritik:
- Kritik Konstruktif (Nasihat): Ini adalah hadiah terindah dari seorang saudara. Ia disampaikan dengan cara yang baik, secara personal (jika memungkinkan), berdasarkan ilmu, dan bertujuan untuk perbaikan kita. Sahabat Umar bin Khattab RA pernah berkata, “Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan aib-aibku kepadaku.”
- Sikap kita: Terimalah dengan lapang dada dan ucapkan terima kasih. Walaupun mungkin terasa pahit di awal, nasihat yang tulus adalah cermin yang membantu kita melihat kekurangan diri. Rendah hatilah untuk mengakui jika kita salah dan bertekadlah untuk memperbaiki.
-
- Sikap kita: Di sinilah letak ujian kesabaran yang sesungguhnya. Pilihan terbaik seringkali adalah dengan mengabaikannya. Meladeni kritik jenis ini hanya akan menguras energi, waktu, dan mengotori hati kita. Allah mengajarkan kita untuk berpaling dari orang-orang yang jahil.
Kritik Destruktif (Cemoohan/Fitnah): Ini adalah kritik yang lahir dari kebencian, kedengkian, atau kejahilan. Tujuannya bukan untuk memperbaiki, melainkan untuk menyakiti, mempermalukan, dan menjatuhkan mental kita.
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199)
Mengabaikan bukan berarti kalah. Mengabaikan adalah sebuah kemenangan, karena kita memilih untuk menjaga kedamaian hati dan tidak turun ke level mereka yang rendah.
- Sikap kita: Di sinilah letak ujian kesabaran yang sesungguhnya. Pilihan terbaik seringkali adalah dengan mengabaikannya. Meladeni kritik jenis ini hanya akan menguras energi, waktu, dan mengotori hati kita. Allah mengajarkan kita untuk berpaling dari orang-orang yang jahil.
Langkah 4: Jadikan Kritik Sebagai Bahan Bakar Introspeksi (Muhasabah)
Bahkan dalam kritik yang paling destruktif sekalipun, kadang terselip sebutir kebenaran, meskipun disampaikan dengan cara yang salah. Seorang mukmin yang cerdas tidak akan menolak kebenaran dari manapun ia datang.
Gunakan momen ini untuk muhasabah atau introspeksi diri.
- “Adakah sedikit kebenaran dari apa yang ia katakan?”
- “Mungkinkah caraku menyampaikan kebaikan kurang tepat sehingga menimbulkan kesalahpahaman?”
- “Apakah ada sisi dari diriku yang perlu aku perbaiki?”
Jika kita menemukan ada yang perlu diperbaiki, maka perbaikilah. Dengan begitu, kritik yang tadinya adalah panah beracun, kita ubah menjadi obat yang menyembuhkan. Kita telah “mencuri” kebaikan dari sebuah keburukan.
Langkah 5: Perbanyak Doa dan Berlindung kepada Allah
Senjata pamungkas seorang mukmin adalah doa. Ketika hati terasa sesak oleh cemoohan dan fitnah, angkatlah kedua tanganmu. Adukan semuanya kepada Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati.
Mintalah kepada-Nya keteguhan (tsabat), kesabaran (sabr), dan kelapangan dada (salamatus sadr). Mohonlah perlindungan dari kejahatan lisan dan tulisan manusia. Dengan berdoa, kita mengakui kelemahan kita dan menyandarkan seluruh kekuatan kita hanya kepada-Nya. Ini akan memberikan ketenangan yang luar biasa, yang tidak akan bisa diberikan oleh pembelaan dari manusia manapun.
Membangun Mental Baja: Tips Praktis di Zaman Modern
- Kurasi Lingkungan Digital Anda: Anda memiliki kendali penuh atas siapa yang Anda ikuti dan apa yang Anda lihat di media sosial. Jangan ragu untuk unfollow, mute, atau bahkan block akun-akun yang secara konsisten menyebarkan energi negatif dan kritik yang tidak membangun.
- Cari Lingkaran yang Mendukung (Support System): Kelilingi diri Anda dengan sahabat-sahabat yang shalih, guru, atau mentor yang bisa memberikan nasihat yang tulus dan menguatkan Anda ketika sedang jatuh.
- Fokus pada Kontribusi, Bukan Penerimaan: Alihkan fokus Anda dari “apa kata orang tentang saya?” menjadi “kebaikan apa yang bisa saya berikan hari ini?”. Ketika kita sibuk berbuat, kita tidak akan punya banyak waktu untuk merisaukan omongan orang.
- Ingat Pahala Kesabaran: Setiap kali Anda berhasil menahan diri dari membalas keburukan, setiap kali Anda bersabar atas cemoohan, ketahuilah bahwa Allah sedang mencatatnya sebagai pahala yang besar. “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10). Bayangkan pahala tak terhingga itu, maka kritik akan terasa kecil.
Penutup
Menghadapi kritik adalah sebuah seni dan ilmu yang berakar kuat dalam ajaran Islam. Ia bukanlah tentang menjadi kebal atau tidak berperasaan, melainkan tentang memiliki hati yang terhubung dengan Allah sehingga tidak mudah goyah oleh penilaian makhluk.
Ingatlah selalu teladan para nabi. Mereka berjalan di muka bumi ini membawa risalah termulia, namun direspons dengan kritik terkeji. Namun, nama merekalah yang harum abadi, sementara para pengkritik mereka telah lama lenyap ditelan zaman dan dilupakan sejarah.
Maka, jangan pernah takut untuk berkarya. Jangan pernah gentar untuk menyuarakan kebenaran. Jangan pernah ragu untuk menjadi agen kebaikan, hanya karena takut pada kritik. Luruskan niat, bekali diri dengan ilmu, hiasi diri dengan akhlak sabar dan pemaaf.
Jika kritik itu benar, jadikan ia tangga untuk naik ke level yang lebih baik. Jika kritik itu salah, jadikan ia ladang pahala kesabaran. Berjalanlah dengan kepala tegak, karena Anda tidak sedang mencari validasi dari manusia. Anda sedang berjalan menuju ridha Tuhan semesta alam. Dan itu, adalah satu-satunya penilaian yang benar-benar berarti.