Menu Tutup

Muzaraah dan Musaqah

1. Pengertian al-muzara’ah

Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengelolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanmi dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. Al-muzara’ah seringkali diidentikan dengan mukhabarah. Diantara keduannya terdapat sedikit perbedaan sebagai mana pada akad Muzara’ah benih dari pemilik lahan sedangkan akad Mukhabarah benih dari penggarap.

2. Landasan Syariah

a. Al-Hadits
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw pernah memberikan tanah Khabair kepada penduduknya (waktu itu mereka masiih Yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanaman.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang mengatakan bahwa bangsa senantiasa mengelolah tanahnya secara muzara’ah dengan rasio bagi hasil 1/3:2/3, 1/4:3/4, 1/2:1/2, maka RAsulullah pun bersabd, “Hendaklah menanami atau menyerahkan untuk digarap. Barangsiapa tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah tanahnya.’’.
b. Ijma
Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar, “Tidak ada satu rumahpun di Mdinh kecuali penghuninya mengelola tanah secara muzara’ah dengan pembagian hasil 1/3 dan 1/4. Hal ini telah dilakukan oleh Syyidina Ali, Sa’ad bin Abi Waqash, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul Azis, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, dan keluarga Ali.
c. Penjelasan
Dalam konteks ini, lembaga keuangan Islam dapat memberi pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang plantation atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen.

AL- MUSAQAH (PLANTATION MANAGEEMEN FEE BASED ON CERTAIN PORTION OF YIELD)

1. Pengertian al-musaqah
Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan sebagi imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

2. Landasan Syariah
a. Al-Hadits
Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah saw. pernah memberikan tanah dan tanaman kurma di Khaibar kepada Yahudi Khaibar untuk dipelihara dengan mempergunakan peralatan dan dana mereka. Sebagai imbalan, mereka memperoleh persentase tertentu dari hasil panen.
b. Ijma
Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. telah menjadikan penduduk Khaibar sebagai penggarap dan pemelihara atas dasar bagi hasil. Hal ini dilanjutkan oleh Abu BAkar, Umar, Ali, serta keluarga-keluarga mereka sampai hari ini dengan rasio 1/3 dan 1/4. Semua telah dilakukan oleh Khulafa ar-Rasyidin pada zaman pemerintahannya dan semua pihak telah mengetahuinya, tetapi taka da seorang pun yang menyanggahnya. Berarti, ini dalah suatu ijma sukuti (consensus) dari umat.”

[1]. Muhammad Syafií Antonio, Bank Syariah Dari Teori Kepraktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 99.

[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,2001), 99.

[3] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,2001), 100.

Baca Juga: