Beberapa negara telah menerapkan kebijakan redenominasi mata uang untuk mengatasi hiperinflasi dan menyeimbangkan nilai tukar. Redenominasi, berbeda dengan sanering, hanya mengurangi jumlah digit dalam mata uang tanpa memengaruhi daya beli masyarakat. Berikut ini adalah contoh dari beberapa negara yang telah melakukannya:
- Hungaria (1946): Menghadapi hiperinflasi ekstrem setelah Perang Dunia II, Hungaria mengganti mata uang pengő menjadi forint dengan nilai tukar yang fantastis, yaitu 400 oktiliun pengő untuk satu forint. Ini merupakan salah satu kasus redenominasi terbesar dalam sejarah.
- Turki (2005): Turki menghapus enam nol dari mata uang lamanya, lira, menjadi lira baru. Redenominasi ini berhasil mengembalikan stabilitas ekonomi serta menjaga nilai mata uang yang lebih stabil setelah periode hiperinflasi berkepanjangan.
- Brazil (1994): Setelah berbagai upaya sebelumnya gagal, Brazil berhasil menerapkan mata uang real baru pada 1994. Redenominasi ini sukses mengurangi inflasi dan memperkuat perekonomian secara signifikan. Langkah ini dilatarbelakangi oleh upaya untuk mengendalikan inflasi yang selama beberapa dekade menjadi masalah kronis.
- Zimbabwe (2008-2009): Menghadapi hiperinflasi yang luar biasa, Zimbabwe melakukan beberapa kali redenominasi. Pada 2008, mereka menghapus 10 digit dari mata uangnya untuk melawan inflasi. Namun, masalah ekonomi yang terus berlanjut memaksa pemerintah melakukan redenominasi lebih lanjut hingga akhirnya memperkenalkan dolar Zimbabwe baru yang lebih stabil.
Pengalaman negara-negara tersebut menunjukkan bahwa redenominasi dapat memberikan hasil positif jika dilakukan pada waktu yang tepat dengan kondisi perekonomian yang stabil. Di Indonesia, wacana redenominasi rupiah masih berlanjut, dan kebijakan ini dianggap memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi transaksi tanpa memengaruhi daya beli masyarakat.