Pandangan Ulama tentang Asuransi 

Kelompok yang mengharamkan

Diantara ulama yang mengahramkan asuransi adalah Ibnu Abidin, Sayyid Sabiq, Sheikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Shadiq Abdurrahman alGharyani, Yusuf Qardhawi, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Bakhit al-Muth’I, Muslihuddin, Husain Hamid Hisan, Alo Yafie, serta majelis ulama fikih.

Adapun alasan dari kelompok yang berpendapat bahwa asuransi itu diharamkan adalah karena asuransi mengandung gharar (ketidak jelasan) yang sangat nyata yang dilarang agama Islam dalam semua transaksi dengan dalil hadist shahih bahwa Rasulullah SAW melarang jual belli kerikil dan jual beli gharar.

Karena dalam asuransi premi dan klaim tidak jelas jumlahnya, nasabah atau tertanggung tidak tahu berapa besar yang harus ia setorkan kepada pihak asuransi, begitu juga pihak asuransi tidak tahu berapa yang akan ia terima dari premi nasabah serta berapa dana klaim yang harus ia keluarkan untuk nasabah ketika terjadi musibah, jelsnya grarar ini akan terjadi ketika adanya musibah.

Alasan lain karena akad asuransi mengandung makna judi yang diharamkan dalam Islam. Asuransi dikatakan sama dengan judi karena asuransi merupakan akad yang salah satu dari pelaku akad tersebut (dalam hal ini peserta asuransi) harus membayar kepada pihak asuransi dengan kesepakatan apabila terjadi sesuatu.

Ada kesamaan yang signifikan antara asuransi dengan judi. yaitu sama-sama merupakan akad mulzam yaitu masing-masing dari orang-orang yang melakukan akan tersebut mempunyai kewajiban terhadap lawannya, mu’âwadlât dan ihtimalî yaitu masing-masing orang yang berjudi, apabila memperoleh kemenagan maka uang yang diambilnya sebagai pengganti dari kemungkinan ia kalah.

Adapun jika mengalami kekalahan, maka uang yang diberikannya sebagai pengganti dari kemungkinan ia menang. Kemungkinan menang atau kalah inilah yang menjadi pokok dari akad tersebut. Selain itu karena adanya untung-untungan dalam konpensasi finansialnya, bisa enyebabkan orang berhutang tanpa kesalahan dan tanpa sebab, serta bisa menyebabkan orang meraup keuntungan tanpa usaha, karena pihak nsabah terkadang baru membayar premi sekali, kemudian terjadi kecelakaan, maka pihak asuransi harus membayar klaim.

Selain itu akad asuransi juga mengandung riba fadl dan riba nasiah yang diharamkan dalam Islam. Akad asuransi adalah kesepakatan antara pihak pihak asuransi dan nasabah. Dalam ketentuannya nasabah berjanji akan membayar premi secara berkala sebagai pengganti dana klaim ketika terjadi musibah.

Dana klaim tersebut terkadang jumlahnya sama denga jumlah premi yang dibayar, terkadang lebih dikit atau lebih banyak. Jika jumlahnya sama, maka itu termasuk riba nasiah dan jika lebih banyak maka termasuk nasiah dan riba fadl.