Menu Tutup

Pendidikan Islam Zaman Orde Lama

Dalam masa ini pendidikan Islam belum mendapat perhatian dari pemerintah  tapi dengan adanya elite muslim yang berpandangan  progresif, modern dan nasionalis misalnya tokoh dan intelektual muslim yang mendapat pendidikan dari negara maju mampu melakukan komunikasi yang baik dengan pemerintah. Dengan adanya dukungan dari elite muslim yang sejalan dengan visi dan misi serta tujuan pemerintah maka adanya usaha yang dilakukan pemerintah terhadap kepentingan pendidikan Islam dengan penjelasan sebagai berikut:

  1. Dengan mendirikan departemen agama, pembinaan pendidikan agama setelah kemerdekaan Indonesia dilakukan secara formal institusional. 1 urusan keagamaan dan pendidikan agama sebelum merdeka ditangani kantor agama pada masa penjajahan Belanda di kantor resmi yaitu Voor Inlandshe Zaken dan pada masa penjajahan Jepang bernama Shumuka” tetapi setelah Indonesia merdeka berubah menjadi Kementerian Agama dan resmi pada 3 januari 1946. Namun disamping itu pemerintah juga mendirikan kementerian pendidikan dan kebudayaan yang menimbulkan pengelolaan yang dikotomus yang berdampak buruk pada pendidikan agama, sumber daya manusia dan sarana prasarana. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah orde lama mengeluarkan peraturan bersama antara kedua kementerian untuk mengelola pendidikan agama dan umum, baik negeri maupun swasta. Namun kebijakan ini baru menyelesaikan eksistensi muatan pendidikan agama dan belum menyentuh aspek-aspek pendidikan agama lainnya.
  2. Dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan berupa peraturan dan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan pendidikan agama, maka pemerintah orde lama mengeluarkan UU No 12 tahun 1950 yang mengatur pendidikan agama di sekolah negeri baik yang ada di kementerian agama maupun kementerian pendidikan dan kebudayaan.[1] Pada Bab XII Pasal 20 Undang-undang dinyatakan bahwa dalam sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tida[2]

 Selain itu tata cara menyelenggarakan pengajaran agama disekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh menteri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan bersama dengan menteri agama. Khusus untuk mengelola pendidikan agama diberikan disekolah umum tersebut, maka pada bulan Desember 1946 dikeluarkan surat keputusan bersama (SKB) antara menteri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan  (PP&K) dengan menteri agama, antara lain mengatur pelaksanaan pendidikan agama disekolah umum (baik swasta maupun negeri) yang berada dibawah kementerian pengajaran dan kebudayaan.

Sedangkan dalam bidang kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan. Untuk itu dibentuk kepanitiaan yang dipimpin oleh K.H. Imam Zarkasyi dari pondok pesantren Gontor Ponorogo yang disahkan oleh menteri agam tahun 1952. Dan pada pemerintah orde lama terhadap pendidikan agama juga terdapat keputusan sidang MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) pada Desember 1960. Selanjutnya pada pasal 3 dari keputusan MPRS, dinyatakan bahwa agama menjadi mata pelajaran disekolah umum, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, dengan ketentuan, bahwa murid berhak ikut serta dalam pendidikan agama jika wali murid atau murid dewasa menyatakan tidak keberatan.[3]

  1. Memberikan perhatian terhadap pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah dan pesantren. Dalam rangka merumuskan kebijakan pendidikan yang dibentuk pada akhir tahun 1945, dalam laporannya mengenai bentuk pendidikan islam yang lama dan baru, dinyatakan bahwa madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berakar dalam masyarakat Indonesia. Madrasah dan pesantren diserahkan pembinaan dan pengembangannya kepada departemen agama. Berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab ini, maka departemen agama menetapkan beberapa kebijakan sebagai berikut:
  2. Memberi pelajaran agama disekolah negeri dan partikulir.
  3. Memberi pengetahuan umum di madrasah.
  4. Mendirikan sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA), Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), Madrasah Wajib Belajar (MWB) dan sebagainya.

Kesempatan ini digunakan oleh masyarakat muslim Indonesia untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam, sehingga pada tahun 1945 madrasah berkembang menjadi 849 buah dengan murid  sebanyak 2017.[4]

  1. Memberikan bantuan fasilitas dan sumbangan material kepada lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti mengangkat guru agama, membantu biaya pembangunan madrasah, bantuan buku-buku pelajaran, men-negeri-kan madrasah, dan bantuan lainnya, walaupun jumlahnya masih sangat terbatas sesuai dengan kemampuan ekonomi waktu itu.

[1] Karel A. Stemberink, pesantren, madrasah, sekolah, (Jakarta: LP3ES, 1994), cet. II, hlm. 62

[2] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali pers, 1995), cet I, hlm. 223-232; Abuddin Nata, Kapita Selekta pendidikan Islam (Bandung: Angkasa, 2003), cet. I, hlm. 31

[3] Ibid., hlm. 34-35

[4] Mahmud Yunus, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1992), cet. II, hlm. 394

Baca Juga: