Menu Tutup

Pendidikan Islam Zaman Reformasi

Sejalan dengan berbagai kebijakan – kebijakan itu telah menimbulkan keadaan pendidikan Islam yang secara umum keadaannya jauh lebih baik dari keadaan pendidikan pada masa pemerintah Orde Baru. Keadaan pendidikan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

Pertama, kebijakan tentang pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Upaya ini dilakukan melalui penyempurnaan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jika pada Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1989, hanya menyebutkan madrasah saja yang masuk ke dalam sistem pendidikan nasional, maka pada Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang masuk ke dalam sistem pendidikan nasional termasuk pesantren, Ma’had Ali, Raudhatul Athfal (Taman Kanak-kanak), dan majelis taklim.

Dengan masuknya ke dalam sistem pendidikan nasional ini, maka selain eksistensi dan fungsi pendidikan Islam semakin diakui, juga semakin menghilangkan kesan diskriminasi dan dikotomi. Sejalan dengan itu, maka berbagai perundang-undangan dan peraturan yang merupakan turunannya, seperti Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2005 tentang Sertifikasi Guru dan Dosen.

Kedua, kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan Islam. Kebijakan ini misalnya terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan sebanyak 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang didalamnnya termasuk gaji guru dan dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang kurang mampu, pengadaan buku gratis, pengadaan infrastruktur, sarana prasarana, media pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan Nasional.

Ketiga, program wajib belajar sembilan tahun, yakni bahwa setiap anak Indonesia wajib memiliki pendidikan minimal sampai dengan tamat sekolah lanjutan pertama, yakni SMP atau Tsanawiyah. Program wajib belajar ini bukan hanya berlaku bagi anak – anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementrian Pendidikan Nasional, melainkan juga bagi anak- anak yang belajar di Lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementrian Agama.

Keempat, penyelenggaraan sekolah bertaraf nasional (SBN), internasional (SBI), yaitu pendidikan yang seluruh komponen pendidikannya menggunakan standar nasional dan internasional. Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, sarana prasarana, manajemen pengelolaan, evaluasi, dan lainnya harus berstandar nasional dan internasional.

Kelima, kebijakan sertifikasi guru dan dosen bagi semua guru dan dosen baik negeri maupun swasta, baik guru umum maupun guru agama, baik guru yang berada di bawah Kementrian Pendidikan Nasional maupun guru yang berada di bawah Kementrian Agama. Program ini terkait erat dengan program peningkatan mutu yang bertolak dari penigkatan mutu tenaga guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Guna mendukung pelaksanaan sertifikasi guru dan dosen pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2005 juga pengelolaan anggaran biaya.

Keenam, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Melalui kurikulum ini para peserta didik tidak hanya dituntut menguasai materi pelajaran sebagaimana yang ditekankan pada kurikulum 1999, melainkan juga dituntut memiliki pengalaman proses mendapatkan pengetahuan tersebut, seperti membaca buku, memahami, menyimpulkan, mengumpulkan data, mendiskusikan, menjawab pertanyaan, melaksanakan tugas, memecahkan masalah, dan menganalisis.

Ketujuh, pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada guru melalui kegiatan teaching, melainkan juga berpusat pada murid melalui kegiatan learning dan research dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (paikem).

Kedelapan, penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang baik dan memuaskan kepada para pelanggan sebagaimana yang terdapat pada konsep Total Quality Management. Penerapan manajemen TQM tersebut didasarkan pada pandangan bahwa pendidikan adalah sebuah komoditas yang diperdagangkan.

Kesembilan, kebijakan mengubah nomenklatur dan sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri khas keagamaan. Dengan ciri ini, maka madrasah menjadi sekolah umum plus, karena di madrasah ini selain para siswa memperoleh pelajaran umum sebagaimana terdapat pada sekolah umum seperti SD, SMP, SMA. Namun demikian, harus diakui bahwa di antara madrasah tersebut masih banyak yang memiliki berbagai kekurangan dan kelemahan, sebagaimana hal ini juga terdapat dalam sekolah umum.

Sumber:

Yunus Muhammad, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta : Hidakarya

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: 1995.

Sunanto Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2005.

Purbakawaca Sugarda, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunung Agung, 1970.

Karel A. Stemberink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, Jakarta: LP3ES, 1994.

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 1995. Nata Abuddin, Kapita Selekta pendidikan Islam, Bandung: Angkasa, 2003.

Yunus Mahmud, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1992.

Jabali Fuad dkk, IAIN & Modernisasi Islam di Indonesia, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003)

Teba Sudirman, Islam Orde Baru: Perubahan Politik dan Keagamaan, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993.

Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Pisangan Ciputat Press: Quantum Teaching, 2005.

Baca Juga: