Dalam sistem hukum perbankan Indonesia, pengertian mengenai rahasia bank selalu ditentukan dalam undang-undang yang mengatur lembaga perbankan. Namun demikian, sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat rumusan tentang rahasia bank itu pun mengalami perubahan, baik pengertian maupun ruang lingkupnya.
Mengenai pengertian dan ruang lingkup rahasia bank, sebelum berlakunya UU No. 7 Tahun 1998 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dapat ditemukan dalam UU No. 23 PrP 1960 tentang Rahasia Bank dan dalam UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan.
Adapun rumusan mengenai rahasia bank menurut kedua undang-undang tersebut adalah sebagaimana diuraikan berikut ini.
Menurut UU No. 23 PrP 1960 tentang Rahasia Bank
Dalam ketentuan Pasal 2 UU No. 23 PrP 1960 tentang Rahasia Bank, dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah:
Bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan keuangan langganannya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan.
Adapun penjelasan Pasal 2 tersebut tersebut mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan langganan bank adalah orang-orang yang mempercayakan uangnya pada bank, menerima cek, bunga dari bank, dan lain sebagainya, intinya semua orang dari pelaksanaan tugas sehari-hari dari bank.
UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan
Ketentuan Pasal 36 UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, merumuskan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah:
Bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan keuangan nasabahnya yang tercatat padanya dan hal lain-lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala keterangan mengenai keadaan keuangan dari langganan atau nasabah dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman.
Ketentuan Pasal 36 UU No. 14 Tahun 1967 tersebut tidak secara jelas merumuskan mengenai rahasia bank. Oleh karena itu, Bank Indonesia membuat suatu penafsiran resmi mengenai hal tersebut yang dimuat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/337 UPPB/PbP perihal penafsiran tentang Pengertian Rahasia Bank, tanggal 11 September 1969. Menurut Surat Edaran tersebut hal-hal yang dirahasiakan mencakup hal-hal sebagai berikut:
- Keadaan keuangan yang tercatat padanya, ialah keadaan mengenai keuangan yang terdapat pada bank yang meliputi segala simpanan yang tercantum dalam semua pos pasiva, dan segala pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam berbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan.
- Hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, ialah segala keterangan orang atau badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan dan usahanya, yaitu:
- Pemberian pelayanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri.
- Pengdiskontoan dan jual beli surat berharga.
- Pemberian kredit.
UU No. 7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 16 UU No. 7 Tahun 1992, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.
Berkaitan dengan itu, ketentuan Pasal 40 ayat (1) menentukan bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang dicatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dikemukakan bahwa makna yang terkandung dalam pengertian rahasia bank adalah larangan-larangan bagi perbankan untuk memberi keterangan atau informasi kepada siapa pun juga mengenai keadaan keuangan nasabah dan hal-hal lain yang patut dirahasiakan dari nasabahnya, untuk kepentingan nasabah maupun kepentingan dari bank itu sendiri.
Selanjutnya ketentuan Pasal 1 angka 16 tersebut diubah menjadi Pasal 1 angka 28 UU No. 10 Tahun 1998, yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Adapun Pasal 40 ayat (1) di atas diubah menjadi Pasal 40 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998, yang mengemukakan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
Berdasarkan ketentuan di atas, menunjukkan bahwa pengertian dan ruang lingkup mengenai rahasia bank yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 1992 dan UU No. 10 Tahun 1998 memiliki perbedaan. Dalam UU No 7 Tahun 1992 ketentuan rahasia bank tersebut lebih luas, karena berlaku bagi setiap nasabah dengan tidak membedakan antara nasabah penyimpan dan nasabah peminjam. Adapun ketentuan rahasia bank yang ditentukan dalam UU No. 10 Tahun 1998 lebih sempit, karena hanya berlaku bagi nasabah penyimpan dan simpanannya saja.
DAFTAR PUSTAKA
- Djumhana, Muhammad. (2012). Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
- Hermansyah. (2011). Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
- Sutedi, Adrian. (2008). Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika.