Perkawinan menurut Islam adalah suatu hal yang sangant penting dan utama, karena melalui ikatan inilah seorang laki-laki dan seorang wanita membentuk wadah yang disebut keluarga, denganya mereka dapat menemukan kebahagiaan, ketenangan, serta cinta dan kasih sayang, suatu keluarga yang terintegrasi antara rumah tangga dan iman. Melalui ikatan perkawian manusia dapat saling mengasihi, menjalin hubungan kekeluargaan dan meneruskan keturunan.[1]
Perkawinan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untung membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya antara laki-laki dan perempuan,[2] dengan berhubungan intim, menyentuh, mencium, memeluk dan sebagainya, jika perempuan tersebut bukan termasuk mahram dari segi nasab, sesusuan, dan keluarga. [3][4]
Abu Yahya Zakariya Al-Anshary mendifinisikan nikah menurut istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubugan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna denganya.
Perkawinan dalam litelatur Fiqh berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu Nikah dan Jawaz. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist. Kata Na-Ka-Ha banyak terdapat dalam Al-Qur’an dengan arti Kawin[5]. Seperti dalam Surat An-Nur ayat 32:
Artinya: ”Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.(QS. Annur : 32)[6]
Sementara itu dalam arti terminology dalam kitab-kitab terdapat beberapa rumusan yang saling melengkapi.dikalangan ulama Syafi’iyyah rumusan yang bisa dipakai adalah akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin dengan mengunakan lafadz Na-KaHa atau Ja-Wa-Za.[7]
Ulama kontemporer memperluas jangkauan definisi yang disebutkan ulama terdahulu, diantaranya disebutkan oleh Dr. ahmad Ghandur dalam bukunya Al-Akhwal Al-Syakhsiyah fi Al-Tasyri’ al-Islamy : akad yang menimblkan kebolehan bergau antara laki-laki dan perempuan dalam tuntuna naluri kemanusiaan dalam kehidupan, dan menjadikan kedua belah pihak secara timbal balik hak-hak dan kewajiban.[8]
Sementara itu dalam UU no 1 tahun 1974 Pasal 1: “perkawinan ialah ikata lahir batin antar seorang pria dan seorang wanita sbagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.[9]
[1] Susi Dwi Bawarni, Arin Mariani, Potret Keluarga Sakinah, (Surabaya: Media Idaman
Pres,1993), h. 7
[2] Abdur Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta : Prenada Media Group, 2003), h.8.
[3] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adilatuhu jilid 9 cet.10, ( Damaskus : Darul Fikr,
[4] ), h. 48
[5] Amir syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam ….h. 35.
[6] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h.355
[7] Amir syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam .…h. 37
[8] Ibid. h 39
[9] Undang – Undang No. 1Tahun 1974 Tentaang Perkawinan , h.8