Menu Tutup

Pengertian Surau dan Tradisi Keilmuan Surau

Pengertian

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, surau diartikan tempat (rumah) umat Islam melakukan ibadahnya (bersembahyang, mengaji dan sebagainya). Pengertian ini apabila dirinci mempunyai arti bahwa surau berarti suatu tempat bangunan kecil untuk tempat shalat, tempa belajar mengaji anak-anak, tempat wirid (pengajian agama) bagi orang dewasa. 

Christine Dobbon memberikan pengertian bahwa surau adalah rumah yang didiami para pemuda setelah akil baligh, terpisah dari rumah keluarganya yang menjadi tempat tinggal wanita dan anak-anak. Dengan demikian, surau memiliki fungsi pendidikan dan fungsi sosial khususnya untuk tempat menginap bagi anak-anak dan pemuda yang terpisah dari orang tua mereka.

Tradisi Keilmuan

Perkataan surau menyebar luar di Indonesia dan Malaysia, yang dalam kehidupan keseharian adalah suatu bangunan kecil yang penggunaan utamanya untuk shalat berjamaah bagi masyarakat sekitar.

Di Sumatera Barat, Surau tidak hanya mempunyai fungsi pendidikan dan ibadah, tetapi hanya juga mempunyai fungsi budaya. Surau diperkirakan telah ada sebelum Islam datang ke Sumatera Barat. Hanya berfungsi sebagai aplikasi dari budaya mereka.

Surau dalam sistem adat budaya masyarakat kepunyaan kaum, suku. Selanjutnya setelah Islam masuk, maka dilaksanakan proses Islamisasi dalam segala aspek, termasuk lembaga-lembaga budaya. Hal yang serupa juga diberlakukan terhadap pesantren.

Di samping sebagai tempat pertemuan dan tempat tidur, surau menjadi tempat untuk mempelajari ajaran Islam, membaca Al-Qur’an dan tempat salat. Manakala menjadi tempa shalat di awal perkembangan Islam, surau telah berfungsi menjadi masjid kecil.

Dalam rentang waktu perkembangan selanjutnya, antara surau dan mesjid dibangun dua tempat yang berbeda. Mesjid dijadikan sebagai tepat yang hanya untuk peribadatan belaka, seperti shalat lima waktu, salat Jum’at dan salat dua hari raya.

Di sisi lain, surau berfungsi sebagai tempat asrama bagi pemuda dan tempat belajar membaca Al-Qur’an dan pengetahuan agama, untuk perkaik ritual keagamaan suluk, dan empat-tempat orang berkumpul untuk berbagai pertemuan.

Dipandang dari budaya, keberadaan surau sebagai perwujudan dari budaya Minangkabau yang matriachad. Anak laki-laki yang sudah akil baligh, tidak lagi layak tinggi di rumah orang tuanya, sebab saudara-saudara perempuannya akan kawin dan di rumah itu akan dengan lelaki lain yang menjadi suami dari saudara perempuannya.

Karena itu mereka harus tinggal surau. Dengan tinggalnya mereka di surau, hal ini merupakan satu bagian dari praktik budaya masyarakat Minangkabau. Selain dari fungsi budaya itu, surau juga mempunyai fungsi pendidikan dan agama. Fungsi pendidikan adalah dilaksanakannya di surau transfer ilmu, nilai dan keterampilan.

Di surau dilaksanakan pendidikan Al-Qur’an, diajarkan prinsip-prinsip agama Islam baik yang berkenaan dengan rukun iman maupun rukun Islam. Selain dari itu juga, surau juga berfungsi untuk tempat pendidikan orang dewasa. Di surau dilaksanakan juga pendidikan sufi dengan terekatnya.

Surau berfungsi sebagai lembaga sosial budaya, adalah fungsinya sebagai tempat pertemanan para pemuda dalam upaya memsosialisasikan diri mereka. Selain dari itu surau juga berfungsi sebagai tempat persinggahan dan peristirahatan para musafir yang sedang menempuh perjalanan. Dengan demikian surau mempunyai multifungsi.

Verkerk Pistorius, seorang pegawai Belanda, dalam rangka kunjungan ke Sumatera Barat, yang dikutip oleh Azyumardi Azra, menjelaskan bahwa surau dibagi kepada tiga kategori. Pertama surau kecil, menengah dan suara besar.

Surau kecil memuat sekitar 20 pelajar. Surau menengah, berisi 80 pelajar, dan surau besar berkisar 100 sampai 1000 pelajar. Surau kecil, suara untuk mengaji (membaca Al-Qur’an), dan tempat shalat, sedangkan surau menengah dan besar tidak hanya sebagai tempat shalat dan mengaji, tetapi mempunyai fungsi pendidikan dalam arti yang lebih luas.

Sistem pendidikan di surau banyak kemiripannya dengan sistem pendidikan di pesantren. Murid tidak terikat dengan sistem administrasi yang ketat, syekh atau guru mengajar dengan metode bandongan dan sorongan, ada juga murid yang berpindah ke surau lain apabila dia sudah merasa cukup memperoleh ilmu di surau terdahulu.

Dari segi mata pelajaran yang diajarkan di surau sebelum masuknya ide-ide pembaruan pemikiran Islam pada awal abad ke-20 adalah mata pelajaran agama yang berbasis kepada kitab-kitab klasik.

Surau sebagaimana layaknya pesantren juga memiliki kekhususan-kekhususan, ada surau yang kekhususan dalam ilmu alat, seperti Surau Kamang, ada spesialis ilmu mantik, ma’ani, surau Kota Gedang, dalam ilmu tafir, dan faraid, surau Sumanik, sedangkan surau Talang spesialis dalam ilmu nahu. 

Surau sebagai tempat prakik sufi atau tarekat bukanlah sesuatu yang aneh, sebab surau pertama yang dibangun di Minangkabau oleh Burhanuddin Ulakan adalah untuk mempraktikkan ajaran tarekat di kalangan masyarakat Minangkabau, khususnya pengikut Syekh Burhanuddin Ulakan.

Surau Ulakan seperti yang ditulis oleh Azyumardi Azra, adalah merupakan pusat tarekat, murid-murid yang belajar di surau Ulakan itu, membangun pula surau-surau di tempat lain yang mencontoh model surau Ulakan itu sendiri, yang merupakan prototype dari surau tarekat. 

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa surau, sebagaimana juga meunasah yang ada di Aceh merupakan lembaga pendidikan yang juga berfungsi sebagai wadah sosial bagi masyarakat Sumatera Barat.

Baca Juga: