Menu Tutup

Penyamun, Perampok, dan Perompak dalam Pandangan Islam

Pengertian Penyamun, Perampok, dan Perompak

Penyamun, perampok, dan perompak adalah istilah yang digunakan untuk pengertian “mengambil harta orang lain dengan menggunakan cara kekerasan atau mengancam pemilik harta dengan senjata dan terkadang disertai dengan pembunuhan”. Perbedaannya hanya ada pada tempat kejadiannya;

  • menyamun dan merampok di darat
  • sedangkan merompak di laut

Dalam kajian fikih, praktik menyamun, merampok, atau merompak masuk dalam pembahasan hirâbah atau qat’ut tharı̂q (penghadangan di jalan).

Hukum Penyamun, Perampok, dan Perompak

Seperti diketahui merampok, menyamun dan merompak merupakan kejahatan yang bersifat mengancam harta dan jiwa. Kala seseorang merampas harta orang lain, dosanya bisa lebih besar dari dosa seorang pencuri, karena dalam praktik perampasan harta ada unsur kekerasan.

Jika perampas harta sampai membunuh korbannya, maka dosanya menjadi lebih besar lagi, karena ia telah melakukan perbuatan dosa besar yang jelas- jelas diharamkan agama.

Maka wajar adanya, jika perampok, penyamun, dan perompak mendapatkan hukuman ganda. Ia dikenai had, dan diancam hukuman akhirat yang berupa adzab dahsyat. Allah Swt. berfirman:

Artinya: “ … dan di akhirat mereka ( para penyamun) beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah : 33)

Had Perampok, Penyamun, dan Perompak

Had perampok, penyamun, dan perompak secara tegas dinyatakan dalam al-Qur’an, surat al-Maidah ayat 33:

Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik (secara silang) atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar…” (QS. Al-Maidah :33)

Dari ayat di atas para ulama sepakat bahwa had perampok, penyamun, dan perompak berupa : potong tangan dan kaki secara menyilang, disalib, dibunuh dan diasingkan dari tempat kediamannya.

Kemudian para ulama berbeda pendapat mengenai had yang disebutkan dalam ayat tersebut, apakah ia bersifat tauzî’î dimana satu hukuman disesuaikan dengan perbuatan yang dilakukan seseorang, atau had tersebut bersifat takhyîrî sehingga seorang hakim bisa memilih salah satu dari beberapa pilihan hukuman yang ada.

Jumhur ulama sepakat bahwa hukuman yang dimaksudkan dalam surat al-Maidah ayat 33 bersifat tauzı̂’ı̂. Karenanya, had dijatuhkan sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukan seseorang. Berikut simpulan akhir pendapat mayoritas ulama terkait had yang ditetapkan untuk perampok, penyamun, dan perompak:

1. Jika seseorang merampas harta orang lain dan membunuhnya maka
hadnya adalah dihukum mati kemudian disalib.
2. Jika seseorang tidak sempat merampas harta orang lain akan tetapi ia
membunuhnya maka hadnya adalah dihukum mati.
3. Jika seseorang merampas harta orang lain dan tidak membunuhnya maka
hadnya adalah dihukum potong tangan dan kaki secara menyilang.
4. Jika seseorang tidak merampas harta orang lain dan tidak juga
membunuhnya semisal kala ia hanya ingin menakut-nakuti, atau kala ia
akan melancarkan aksi jahatnya ia tertangkap lebih dulu, dalam keadaan
seperti ini, ia dijatuhi hukuman had dengan dipenjarakan atau diasingkan
ke luar wilayahnya.

Perlu dijelaskan bahwa hukuman mati terhadap perampok, penyamun, dan perompak yang membunuh korbannya berdasarkan had bukan qishash, sehingga tidak dapat gugur walaupun dimaafkan oleh keluarga korban

Sebagian ulama salaf berpendapat bahwa had perampok, penyamun, perompak yang dijelaskan dalam surat al-Maidah ayat 33 bersifat takhyiri hingga hakim boleh memilih salah satu jenis hukuman yang disebutkan dalam ayat tersebut.

Perampok, Penyamun, dan Perompak Yang Taubat

Taubatnya perampok, penyamun, dan perompak setelah tertangkap tidak dapat mengubah sedikitpun ketentuan hukum yang ada padanya. Namun jika mereka bertaubat sebelum tertangkap, semisal menyerahkan diri dan menyatakan taubat dengan kesadaran sendiri, maka gugurlah had. Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt.:

Artinya: ”Kecuali orang-orang yang taubat (diantara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka, maka ketahuilah bahwasannya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.Al-Maidah : 34)

Diisyaratkan dalam ayat tersebut bahwa Allah Swt. akan mengampuni mereka (perampok, penyamun, perompak) yang bertaubat sebelum tertangkap. Ayat ini menunjukkan bahwa had yang merupakan hak Allah dapat gugur, jika yang bersangkutan bertaubat sebelum tertangkap.

Baca Juga: