Di antara amalan yang dianjurkan untuk dilakukan pada bulan Ramadhan adalah ihya’ al-lail bil ‘ibadah atau menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah.
Bahkan amalan ini secara khusus dianjurkan untuk dilakukan pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut.
Dari Aisyah – radhiyallahu ‘anha -, ia berkata: “Bila telah memasuki 10 malam terakhir bulan Ramadhan, Nabi – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – menghidupkan malam untuk ibadah, membangunkan keluarganya (istrinya), bersungguh-sungguh dalam ibadah dan menguatkan tali sarungnya (tidak berhubungan suami istri).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun pertanyaannya adalah apa yang dimaksud dengan ihya’ al-lail? Dan apa perbedaannya dengan qiyamul lail?
hya’ al-lail secara bahasa bermakna menghidupkan (ihya’) malam (al-lail). Maksudnya adalah menghidupkan malam dengan beragam ibadah.
Tidak hanya terbatas pada ibadah shalat saja. Namun dapat pula berwujud ibadah-ibadah lainnya seperti membaca al-Qur’an, dzikir, belajar ilmu, shadaqah dan lain-lain.
Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyyah al-Kuwaitiyyah disebutkan:
Ihya’ al-lail dilakukan pada setiap malam (bukan hanya malam Ramadhan) dan dapat berbentuk berbagai macam ibadah, bukan hanya khusus dalam bentuk shalat. (Kementrian Agama Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, (Kuwait: Dar as-Salasil, 1404), hlm. 27/136.)
Sedangkan, qiyamul lail secara bahasa bermakna berdiri (qiyam) di malam hari (al-lail) dalam rangkaian ritual ibadah shalat.
Sebagaimana ihya’ al-lail yang tidak terbatas pada ibadah shalat saja, qiyamul lail juga tidak terbatas pada jenis shalat tertentu saja.
Namun setiap ibadah shalat yang dilakukan pada malam hari, semuanya terhitung qiyamul lail.
Maka berdasarkan pengertian ini, qiyamul lail mencakup setiap shalat malam yang dimulai dari sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar.
Meliputi shalat fardhu maghrib dan isya’. Shalat rawatib qobliyah dan ba’diyyah maghrib isya’.
Shalat tarawih di bulan Ramadhan, shalat tahajjud, shalat witir dan shalat-shalat lainnya yang dilakukan di malam hari.
Terkait kemuliaan qiyamul lail ini, Rasulullah – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – sampai menganjurkannya untuk dilakukan secara khusus pada malam-malam bulan Ramadhan sebagai wasilah untuk mendapatkan ampunan Allah swt.
Dari Abu Hurairah – radliyallaahu ‘anhu – bahwa Rasulullah – shallallaahu ‘alaihi wa sallam – bersabda: “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mengharap ridlo-Nya, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari Muslim)
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setiap shalat malam dapat disebut qiyamul lail. Dan qiyamul lail merupakan salah satu jenis ibadah dalam rangka melakukan ihya’ al-lail.
Namun tidak setiap ihya’ al-lail mesti berwujud qiyamul lail. Sebab ihya’ al-lail meliputi setiap ibadah shalat dan selain shalat.
Di samping itu, jika shalat sunnah malamdilakukan setelah bangun dari tidur, maka shalat ini secara khusus disebut dengan shalat tahajjud.
Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyyah al-Kuwaitiyyah disebutkan:
Shalat tahajjud menurut maoritas ulama adalah shalat sunnah di malam hari yang dilakukan setelah bangun dari tidur. Dan dapat dilakukan pada setiap malam. (Kementrian Agama Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, hlm. 27/136.)
Maka dapat diambil kesimpulan bahwa setiap shalat tahajjud adalah qiyamul lail. Sebagaimana setiap shalat tarawih adalah qiyamul lail.
Tapi tidak setiap qiyamul lail adalah shalat tahajjud. Karena shalat tahajjud disyaratkan tidur terlebih dahulu.
Sebagaimana tidak setiap shalat tarawih adalah qiamul lail. Karena shalat tarawih hanya disyariatkan pada bulan Ramadhan saja.
Sebagaimana setiap qiyamul lail adalah ihya’ al-lail. Tapi tidak setiap ihya’ al-lail adalah qiyyamul lail. Karena ihya’al-lail tidak terbatas pada ibadah shalat saja.
Sumber:
Isnan Ansory, Lc., M.Ag., I’tikaf, Qiyam al-Lail, Shalat ’Ied dan Zakat al-Fithr di Tengah Wabah, Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2020.