Menu Tutup

Perbedaan rukun dan syarat

Perbedaan rukun dan syarat

Dalam kajian fiqh, sering kali kita mendengar istilah rukun dan syarat, terutama dalam konteks ibadah. Keduanya memiliki peranan penting dalam menentukan sah atau tidaknya suatu amal perbuatan. Meskipun keduanya serupa dalam hal keduanya wajib ada, namun rukun dan syarat memiliki perbedaan yang mendasar dan sangat krusial dalam praktik hukum Islam. Pada artikel ini, kita akan mengupas tuntas hubungan antara rukun dan syarat, serta perbedaannya yang sering menjadi perdebatan di kalangan para ulama.

Apa Itu Rukun dan Syarat?

Rukun dan syarat adalah dua hal yang menentukan apakah suatu amal ibadah atau perbuatan hukum sah atau tidak sah. Dalam istilah fiqh, rukun dapat diartikan sebagai unsur yang menjadi bagian dari inti ibadah atau perbuatan hukum itu sendiri. Tanpa adanya rukun ini, ibadah atau perbuatan hukum tidak akan sah. Sebagai contoh, dalam ibadah shalat, rukun-rukun seperti berdiri, takbiratul ihram, ruku’, dan sujud adalah bagian dari ibadah yang harus ada agar shalat tersebut sah.

Berbeda dengan rukun, syarat adalah unsur yang mendahului ibadah atau perbuatan hukum, yang keberadaannya harus dipenuhi sebelum pelaksanaan ibadah atau perbuatan tersebut. Syarat tidak menjadi bagian dari inti ibadah itu sendiri, namun sangat menentukan sah atau tidaknya ibadah yang dilakukan. Misalnya, dalam shalat, syaratnya adalah berwudhu yang harus ada sebelum melaksanakan shalat.

Perbedaan Rukun dan Syarat

  1. Posisi dalam Ibadah
    Perbedaan paling mendasar antara rukun dan syarat adalah posisi mereka dalam pelaksanaan ibadah. Rukun adalah bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ibadah. Ia masuk dalam ritual ibadah itu sendiri. Sementara itu, syarat berada di luar ritual ibadah, yaitu hal-hal yang harus dipenuhi sebelum ibadah dimulai.
  2. Keharusan dan Pengaruhnya terhadap Sahnya Ibadah
    Kehadiran rukun dalam ibadah sangat menentukan apakah ibadah tersebut sah atau batal. Tanpa memenuhi salah satu rukun, ibadah yang dilakukan tidak sah. Sebaliknya, syarat juga berfungsi untuk memastikan sahnya ibadah, tetapi lebih kepada prasyarat yang harus dipenuhi sebelum ibadah dimulai. Contoh lainnya adalah dalam pernikahan. Dalam pernikahan Islam, rukun pernikahan seperti adanya wali, saksi, dan ijab kabul adalah bagian dari inti pernikahan, sementara syarat seperti pihak yang menikah harus berakal dan tidak dalam keadaan iddah adalah prasyarat yang harus ada sebelum proses pernikahan.
  3. Hubungan dengan Hukum
    Baik rukun maupun syarat sama-sama berhubungan erat dengan hukum. Jika suatu ibadah atau perbuatan hukum tidak memenuhi rukun atau syaratnya, maka perbuatan tersebut tidak sah menurut hukum Islam. Misalnya, dalam hal pernikahan, jika tidak ada saksi, maka pernikahan tersebut tidak sah walaupun ijab kabul sudah dilakukan (rukun ada, tetapi syarat belum terpenuhi).
  4. Tingkat Keberadaannya dalam Proses Ibadah
    Rukun berperan langsung dalam mewujudkan ibadah, sedangkan syarat lebih sebagai sesuatu yang menyiapkan ibadah itu agar dapat dilakukan dengan sah. Dalam arti, syarat berada di luar ibadah namun harus dipenuhi sebelum ibadah dimulai. Rukun, di sisi lain, akan ada selama ibadah berlangsung dan tak dapat ditinggalkan.

Apakah Sering Terjadi Perbedaan Pendapat Tentang Rukun dan Syarat?

Karena perbedaan yang sangat tipis antara rukun dan syarat, tak jarang para ulama berbeda pendapat mengenai mana yang termasuk dalam kategori rukun dan mana yang merupakan syarat. Beberapa aspek mungkin terlihat ambigu, tergantung pada sudut pandang atau penafsiran hukum yang digunakan. Misalnya, dalam beberapa kasus, ada perbedaan pandangan mengenai apakah suatu hal harus diperlakukan sebagai syarat atau rukun, yang sering kali menyebabkan perbedaan dalam penilaian hukum.

Rukun dan Syarat dalam Konteks Hukum Perkawinan

Sebagai contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, mari kita lihat dalam konteks pernikahan. Dalam Islam, sebuah pernikahan tidak akan sah tanpa adanya rukun dan syarat. Rukun pernikahan mencakup adanya calon pengantin pria dan wanita, adanya wali, adanya dua orang saksi, dan ijab kabul. Sementara itu, syarat-syarat pernikahan misalnya adalah bahwa kedua mempelai tidak dalam keadaan iddah dan kedua pihak harus berakal sehat. Tanpa memenuhi salah satu rukun, pernikahan tersebut dianggap tidak sah. Begitu juga dengan syarat, tanpa memenuhi syarat seperti adanya persetujuan kedua pihak dan kondisi yang tidak melanggar aturan Islam, pernikahan tersebut juga tidak sah.

Penutup

Dalam kesimpulannya, rukun dan syarat adalah dua unsur yang tak dapat dipisahkan dalam memastikan sah atau tidaknya suatu amal ibadah atau perbuatan hukum. Meskipun keduanya memiliki perbedaan yang prinsipil, keduanya saling melengkapi dan memiliki pengaruh besar dalam menentukan validitas ibadah atau perbuatan tersebut. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang perbedaan dan hubungan keduanya sangat penting dalam menjalankan ibadah yang sah dan sesuai dengan tuntunan Islam.

Referensi:

[1] Ahmad Sarwat, Ensiklopedia Fiqh Indonesia 8:Pernikahan,(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2019), h.91

Lainnya