Piil Pesenggiri merupakan falsafah hidup yang berasal dari kearifan lokal masyarakat Lampung. Falsafah ini mengandung prinsip harga diri dan identitas yang menjunjung tinggi martabat ulun Lampung dalam kehidupan bermasyarakat, baik di lingkup sosial, politik, maupun budaya. Dalam artikel ini, kita akan mengupas secara mendalam konsep Piil Pesenggiri, unsur-unsur yang terkandung di dalamnya, serta tantangan yang dihadapi dalam pelestarian nilai-nilai ini di era modern.
Piil Pesenggiri: Definisi dan Esensi
Secara etimologis, Piil Pesenggiri bermakna “harga diri” atau martabat yang harus diperjuangkan. Falsafah ini tidak hanya berfungsi sebagai landasan moral individu, tetapi juga sebagai instrumen kolektif yang membentuk identitas sosial ulun Lampung di tengah tantangan perubahan zaman. Piil Pesenggiri adalah pondasi yang menjiwai seluruh aspek kehidupan masyarakat Lampung, mulai dari tindakan, pemikiran, hingga tutur kata.
Falsafah ini dipahami sebagai elemen dasar yang mendefinisikan eksistensi ulun Lampung, sehingga setiap individu Lampung terikat oleh prinsip-prinsip ini dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Hal ini penting karena Piil Pesenggiri membangun harmoni sosial dan menjadi alat untuk menjaga keutuhan kekerabatan, saling menghormati, dan menghargai antara sesama.
Unsur-Unsur Piil Pesenggiri
Dalam pengaplikasiannya, Piil Pesenggiri terdiri dari empat prinsip utama, yaitu:
1. Bejuluk-Beadok
Bejuluk-Beadok adalah sistem gelar yang diberikan kepada seseorang dalam masyarakat Lampung. Gelar ini mencerminkan status sosial dan tanggung jawab individu dalam masyarakat. Juluk adalah gelar yang diberikan sebelum menikah, sedangkan Adok adalah gelar yang diberikan setelah menikah. Gelar ini tidak hanya sekedar simbol, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap adat dan aturan sosial yang berlaku.
2. Nemuy Nyimah
Nemuy Nyimah berarti keramah-tamahan. Prinsip ini mencakup kewajiban ulun Lampung untuk menerima tamu dengan baik, memberikan penghormatan, dan menciptakan suasana yang nyaman. Nilai ini juga bisa diterapkan di berbagai konteks kehidupan modern, seperti dalam lingkungan kerja atau komunitas yang lebih luas.
3. Nengah Nyappur
Nengah Nyappur berarti keterlibatan aktif dalam pergaulan sosial. Nilai ini mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai aktivitas sosial, baik dalam lingkungan keluarga, komunitas, maupun masyarakat luas. Prinsip ini mengajarkan pentingnya solidaritas dan saling tolong-menolong.
4. Sakai Sambayan
Sakai Sambayan mencerminkan semangat gotong royong, yaitu kerja sama dan tolong menolong dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip ini penting untuk menjaga hubungan harmonis antarindividu dan kelompok dalam masyarakat. Sakai Sambayan juga menjadi kunci bagi keberhasilan penyelesaian masalah melalui musyawarah dan mufakat.
Tantangan Pelestarian Piil Pesenggiri di Era Modern
Meski memiliki nilai yang tinggi dalam membangun kehidupan sosial yang harmonis, Piil Pesenggiri menghadapi sejumlah tantangan dalam era modern. Salah satu tantangan utama adalah menurunnya peran generasi muda dalam menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari. Globalisasi dan modernisasi telah mempengaruhi cara pandang generasi muda terhadap budaya lokal, sehingga banyak yang menganggap Piil Pesenggiri sebagai sesuatu yang kuno dan tidak relevan lagi dengan kehidupan saat ini.
Faktor lain yang mempengaruhi adalah perubahan dalam sistem birokrasi dan pemerintahan yang mengikis peran lembaga-lembaga adat tradisional. Kebijakan-kebijakan seperti kolonisasi dan transmigrasi, serta perubahan dalam undang-undang pemerintahan desa, telah melemahkan peran tokoh-tokoh adat yang selama ini menjadi penjaga nilai-nilai Piil Pesenggiri. Akibatnya, nilai-nilai kekerabatan yang menjadi inti dari Piil Pesenggiri juga mulai merenggang.
Redefinisi dan Revitalisasi Piil Pesenggiri
Seiring dengan tantangan yang dihadapi, ada kebutuhan untuk melakukan redefinisi terhadap makna Piil Pesenggiri agar relevan dengan konteks sosial masyarakat saat ini. Redefinisi ini mencakup perubahan paradigma, dari yang sebelumnya terfokus pada harga diri dalam bentuk eksklusifitas dan resistensi terhadap perubahan, menjadi bentuk yang lebih inklusif dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Generasi muda perlu dilibatkan dalam proses revitalisasi nilai-nilai Piil Pesenggiri, agar mereka memahami bahwa falsafah ini dapat menjadi sumber kekuatan dalam menghadapi tantangan globalisasi. Selain itu, peran teknologi dan media perlu dioptimalkan untuk menyebarluaskan nilai-nilai ini kepada masyarakat luas, sehingga dapat diterima dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan
Piil Pesenggiri adalah falsafah hidup yang telah menjadi bagian integral dari identitas ulun Lampung. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, terutama dari globalisasi dan modernisasi, nilai-nilai ini tetap relevan dan dapat menjadi pedoman untuk membangun kehidupan sosial yang harmonis dan bermartabat. Melalui redefinisi dan revitalisasi, Piil Pesenggiri dapat terus hidup dan berkembang, memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat Lampung di era modern.
Referensi:
- Piil Pesenggiri (Artikel) – Academia
- Review Submission – Journal UMMAT
- Piil Pesenggiri: Modal Budaya dan Strategi Identitas Ulun Lampung – Neliti
- Konsepsi Piil Pesenggiri Menurut Masyarakat Adat Lampung Waykanan – Repository LPPM UNILA