a. Sifat Tuhan
Pandangan al-Asy’ari tentang sifat Tuhan terletak di tengah-tengah antara Mu’tazilah dan Mujassimah. Mu’tazilah tidak mengakui sifat wujud, qidam, baqa’ dan wahdaniah (ke-Esaan) dan sifat-sifat yang lain, seperti sama’, bashar dan lain-lain. Golongan Mujassimah mempersamakan sifat-sifat Tuhan dengan sifat-sifat makhluk. Al-Asy’ari mengakui adanya sifat-sifat Allah sesuai dengan Zat Allah sendiri namun sama sekali tidak menyerupai sifat-sifat makhluk. Jadi, Allah mendengar tetapi tidak seperti manusia mendengar, Allah dapat melihat tetapi tidak seperti penglihatan manusia, dan seterusnya.
b. Kekuasaan Tuhan dan perbuatan manusia
Pendapat al-Asy’ari dalam soal ini juga di tengah-tengah antara Jabariyah dan Mu’tazilah. Menurut Mu’tazilah, bahwa manusia itulah yang mengerjakan perbuatannya dengan suatu kekuasaan yang diberikan Allah kepadanya. Menurut aliran Jabariyah, manusia tidak berkuasa mengadakan atau menciptakan sesuatu, tidak memperoleh (kasb) sesuatu bahkan ia laksana bulu yang bergerak kian kemari menurut arah angin yang meniupnya. Al-Asy’ari mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa karena memperoleh (kasb) dari Allah.
c. Keadilan Tuhan
Menurut Al-Asy’ari, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak mutlak Tuhan sebab Tuhan Maha Kuasa atas segalanya.
d. Melihat Tuhan di akhirat
Menurut Mu’tazilah, Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat nanti, walaupun di surga. Paham ini berlawanan dengan paham Asy’ariyah yang berpendapat bahwa Tuhan akan dilihat oleh penduduk surga oleh hamba-hambanya yang saleh yang banyak mengenal Tuhan ketika hidup di dunia, Allah Swt. berfirman dalam QS. al-Qiyāmah (75) : 22-23 sebagai berikut:
Artinya: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. kepada Tuhannyalah mereka melihat. (QS. Al-Qiyāmah [75] : 22-23)
Berdasarkan ayat tersebut, Abu Hasan al-Asy’ari berpendapat bahwa ketika orang mukmin dimasukkan ke surga, maka wajah mereka berseri-seri karena kegembiraannya. Dan kegembiraan yang paling tinggi adalah ketika mereka melihat Tuhan. Secara akliyah, setiap yang ada/wujud dapat dilihat, Tuhan itu ada maka bisa dilihat. Adapun tentang bagaimana cara-caranya penghuni surga melihat Tuhan, maka diserahkan kepada Tuhan.
e. Dosa besar
Aliran Asy’ariyah mengatakan, bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar dihukumi fasik, terserah kepada Tuhan, apakah akan diampuni-Nya dan langsung masuk surga, ataukah dijatuhi siksa karena kefasikannya, dan kemudian baru dimasukkan surga, semuanya itu terserah tuhan.