Menu Tutup

Prinsip-prinsip Hukum Islam

Sebelum kita berbicara tentang  prinsip-prinsip hukum islam sebagai yang menjadi pusat kajian kita harus memahami terlebih dahulu makna Islam (sebagai agama) yang menjadi induk hukum Islam itu sendiri. Kata Islam terdapat dalam Al-qur’an, kata benda yang berasal dari kata kerja salima, arti yang dikandung kata Islam adalah kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri) dan kepatuhan.

Sedangkan arti Islam sebagai agama adalah Islam adalah agama yang telah diutuskan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW untuk membahagiakan dan menguntungkan manusia.

Orang yang secara bebas memilih Islam untuk patuh atas kehendak Allah SWT disebut Muslim, arti seorang muslim adalah orang yang menggunakan akal dan kebebasannya menerima dan mematuhi kehendak atau petunjuk Tuhan. Seorang muslim yang sudah baligh maka disebut mukallaf, yaitu orang yang sudah dibebani kewajiban dalam artian menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangannya.

Ketentuan-ketentuan Allah SWT atas manusia terdapat dalam Syariah, sedangkan arti dari syariah sendiri dari segi harfiah adalah jalan kesumber (mata) air yaitu jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap muslim. Sedangkan dari segi ilmu hukum adalah norma dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh seorang muslim.

Norma hukum dalam Islam terdiri dari dua kategori; pertama, norma-norma hukum yang ditetapkan oleh Allah dan atau Rasulnya secara langsung dan tegas. Norma-norma hukum jenis ini bersifat konstant dan tetap. Artinya, untuk melaksanakan ketentuan hukum tersebut tidak membutuhkan penalaran atau tafsiran (ijtihad) dan tetap berlaku secara universal pada setiap zaman dan tempat. Norma-norma hukum semacam ini jumlahnya tidak banyak, dan dalam diskursus norma hukum (Islam), inilah yang disebut dengan syariat dalam arti yang sesungguhnya.

Kedua, Norma-norma hukum yang ditetapkan Allah atau rasul-Nya berupa pokok-pokok atau dasarnya saja. Dari norma-norma hukum yang pokok ini kemudian lahir norma hukum lain melaui ijtihad para mujtahid dengan format yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Norma-norma yang terakhir inilah yang kemudian dinamai dengan fikih atau hukum Islam.

Tentu saja norma-norma ini tidak bersifat tetap, tetapi bisa saja berubah (diubah) sesuai tuntutan ruang dan waktu. Cuma saja, dalam menetapkan format hukum baru untuk menjawab persoalan-persoalan yang berkembang, para mujtahid dan badan legislasi Islam harus senantiasa berpegang pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Di antara beberapa prinsip hukum Islam yang patut disebutkan di sini adalah sebagai berikut:

1. Menyedikitkan Beban

Nabi melarang para sahabat memperbanyak pertanyaan tentang hukum yang belum ada yang nanti nya akan memberatkan merika sendiri , Nabi SAW. Justru menganjurkan agar merika memetik dari kaidah-kaidah  umum. Kita ingat bahwa ayat-ayat al-Qur’an tentang hukum yang sedikit . Yang sedikit tersebut justru memberikan lapangan yang luas bagi manusia untuk berijtihad , Dengan demikian hukum Islam tidak lah kaku,keras,dan berat bagi ummat manusia.

Dugaan-dugaan atau sangka-sangkaan tidak boleh dijadikan dasar penetapan hukum [1]

Allah berfirman:

Hay orang-orang beriman yang beriman :janganlah kamu bertanya-tanyatentang suatu yang di terangkan kepadamu akan menyusahkanmu .tetapi kalau kamu tanyakan (tentang ayat-ayat itu)pada waktu turun nya ,akan di terangkan kepadamu ; Allah memanfaatkan kamu dan Allah Maha pengampun lagi penyabar’’.(Lihat surah 5:101).

Allah SWT. berfirman:

Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.(Qs.2:185)

Allah hendak meringankan (kebertan)dari kamu,kerena manusiadi ciptakan lemah.(Lihat surah 4:28).

2. Diciptakan Secara Bertahap( تدريجيا  )

Tiap-tiap masyarakat tentu mempunyai adat kebiasaan atau tradisi tersebut merupakan tradisi yang baik maupun tradisi yang membahayakan merika sendiri. Bangsa arab,ketika Islam datang ,mempunyai tradisi dan kesenangan sukar di hilangkan dalam sekejasaja. Apabila di hilangkan sekaligus ,akan menyebabkan timbul nya konplik ,kesulitan dan ketegangan batin.[2]

Dalam sosiologi ibnu Khaldun di nyatakan bahwa” suatu masyakat (Tradisonal atau tingkat inteliktualnya masih rendah) akan menetapkan apabila ada sesuatu yang baru atau sesuatu yang datang kemudian dalam kehidupannya , lebih baik apabila sesuatu  yang baru tersebut bertentangan dengan tradisi yang ada “. Masyarakat akan senantiasa memberikan respon apabila timbul sesuatu di tengah-tengah mereka.

Hukum islam mengharamkan minuman keras dengan berangsur-angsur (berivulusi).Mula-mula diturunkan firman Allah yang berbunyi:

Merika bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.katakanlah:”Pada keduanya terdapat dosa yang besardan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.(Liat:Qs.al-Baqarah/2:219).

3. Memperhatikan kemaslahatan Manusia

Hubungan sesama manusia merupakan manifestasi dari hubungan dan pencipta.Jika baik hubungan dengan manusia lain,maka baik pula hubungan dengan penciptanya.Karena itu hukum islam sangat menekankan kemanusiaan.

Ayat-ayat yang berhubungan dengan penetapan hukum tidak pernah meningalkan masyakat sebagai bahan pertimbangan.

Dalam penetapan hukum senantiasa didasarkan pada tiga sendi pokok,yaitu:

1) . Hukum-hukum di tetapkan sesudah masyarakat membutuhkan hukum-hukum itu.

2).  Hukum-hukum di tetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkan hukum    dan menundukan masyarakat ke bawah ketetapan nya.

3).  Hukum-hukum di tetapkan menurut kadar kebutuhan masyarakat.

Dalam Kaidah Ushul Fiqh dinyatakan           :

Ada dan tidaknya hokum itu bergantung kepada sebab(illatnya).

Tidak di ingkari adanya perubahan hukum di sebabkan oleh berubahnya masa.

Namun,disamping itu,terbentuknya hukum islam disamping di durung oleh kebutuhan-kebutuhan praktis,iya juga dicari dari kata hati untuk mengetahui yang dibulihkan dan yang di larang. Tujuan Syara’dalam menetapkan hukum di antaranya:

a). Memelihara kemaslahatan agama

b). Memelihara jiwa

c). Memelihara akal

d). Memelihara keturunan

e). Memelihara benda dan kehurmatan

4. Mewujudkan Keadilan yang Merika

Menurut syari’at  islam ,semua .Tidak ada kelebihan seorang manusia dari yang lain di hadapan hukum. Penguasa tidak terlindung oleh kekuasaannya ketika iya nerbuat kezaliman . Orang kaya dan orang berpangkat tidak terlindung oleh harta dan pangkat ketika yang bersangkutan dengan pengadilan . Dalam khutbah haji Wada’yang pengikutnyahampir seluruhnya orang berkebangsaan Arab Rasul bersabda : Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan orang ‘ajam “.Firman Allah menyatakam :

Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum ,mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah,kerna berlaku adil itu lebih dekat kepada taqwa.(Qs.al-Maidah/5:8)

Hukum Islam bertitik tolak dari prinsip akidah islamiyah yaitu tauhid yang melandasi semua kehidupan dalam Islam termasuk aspek hukumnya. Prinsip hukum Islam selain hal tersebut adalah:

5. Prinsip Hubungan dengan Allah swt

Hukum Islam mengacu pada hukuman yang seluas-luasnya tidak hanya hubungan antar manusia (hamba) dengan Tuhan, tetapi hubungan antara manusia dengan manusia.

6. Prinsip Khitbah kepada Allah swt

Dari prinsip ini, para ahli fikih senantiasa mendasarkan pada pikirannya atas kebenaran wahyu, kemudian mereka menetapkan bahwa pembuat hukum itu adalah Allah.

7. Prinsip Hubungan Akidah dengan Akhlak Karimah.

Prinsip ini berkaitan erat dengan kehormatan manusia, manusia mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam kehormatan itu, manusia paling mulia adalah yang paling bertakwa seperti dalam :

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.  QS. Al-Hujarat: 13

8. Prinsip Kebaikan dan Kesucian Jiwa

Prinsip ini merupakan nilai akhlak yang merupakan dasar lain dalam hubungan antara manusia (perseorangan atau golongan) prinsip inipun ditetapkan terhadap seluruh mahkluk Allah dimuka bumi yang tercermin dalam kasih sayang.

9. Prinsip Keselarasan

Ini menunjukkan bahwa seluruh hukum Islam yang terinci dalam berbagai bidang hukum bertujuan meraih maslahat dan menolak keburukan. Kemaslahatan dan keburukan dunia dapat diketahui dengan jelas.

10. Prinsip Persamaan

Manusia adalah umat yang satu yang termaktub dalam beberapa ayat al-Quran seperti Qs. al-baqarah: 213, Qs. an-Nisa:1, Qs. al-A’raf:189, dan perbedaan itu sebenarnya merupakan sunatullah dalam kejadian manusia Qs. ar-Rum: 22.

11, Prinsip Penyerahan

Prinsip ini menunjukkan keadilan yang tertinggi, keadilan adalah hak semua manusia baik kawan maupun lawan. Orang baik atau jahat mendapat perlakuan yang adil dari hakim. Islam menganggap keadilan terhadap musuh lebih dekat kepada taqwa (Qs. an-Nahl:102, Qs. An-Nisa:135) semua rasul membawa tugas agar kehidupan manusia berjalan dengan adil (Qs. al-Hadiid: 25). Islam tidak membenarkan perlakuan sewenang-wenang terhadap si lemah.

12. Prinsip Toleransi

Toleransi atu tasamuh merupakan dasar pembinaan masyarakat dalam hukum Islam , tasamuh dalam Islam adalah toleransi yang bertitik tolak dari agamanya bukan tasamuh karena kebutuhan temporal.

13. Prinsip Kemerdekaan dan Kebebasan

Kemerdekaan dan kebebasan yang sesungguhnya dimulai dari pembebasan diri dari pengaruh hawa nafsu dan syahwat serta mengendalikannya di bawah bimbingan akal dan iman. Banyak hadits yang menyerukan pengendalian nafsu oleh akal sehat dan iman. Dengan demikian kebebasan bukanlah kebebasan mutlak melainkan kebebasan yang bertanggung jawab terhadap Allah dan terhadap kehidupan yang melihat dimuka bumi. Seperti alam Qs. al-Baqarah: 256, Qs. Yunus: 99, Qs. an-Naml: 60-64.18

14. Prinsip Ta’awun

Berdasarkan prinsip ta ’awun insani (kerjasama kemanusiaan) Allah memerintahkan kita membantu dan menolong di dalam kebijakan dan ketaqwaan serta melarangnya di dalam kejelekan (dosa) dan permusuhan (Qs. al-Rahman: 2).[3]

[1] Drs.H.A.Salim,Tarikh Tasyri,cet.I,(Solo:CV.Rhamadani,1988),h 41-42.

[2] Ahmad Hanafi,M.A.,pengantar sejarah hukum islam,cet.VI,(Jakarta :Bulan Bintang,)h.29.

[3] Ahmad hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967). h. 44

Baca Juga: