Menu Tutup

Ranah Kajian dan Aliran Filsafat Pendidikan Islam

Ranah kajian Filsafat Pendidikan Islam 

Filsafat pendidikan Islam sebagaimana pendapat al-Syaibani yang dikutip oleh Ahmad Syar’i menjelaskan bahwa filsafat pendidikan Islam adalah prinsip-prinsip dan berbagai kepercayaan yang berasal dari ajaran Islam atau minimal sesuai dengan jiwa Islam yang mendukung dan memiliki kepentingan pelaksanaan dan bimbingan dalam bidang pendidikan.

Dalam filsafat Islam juga akan mengkaji tiga pijakan yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Ontologi

Filsafat pendidikan Islam bertitik tolak pada manusia dan alam (the creature of God). Sebagai pencipta, Tuhan telah mengatur alam ciptaan-Nya. Pendidikan berpijak dari human sebagai dasar perkembangan dalam pendidikan. Seluruh aktivitas hidup dan kehidupan manusia adalah transformasi pendidikan.

Yang menjadi dasar kajian filsafat pendidikan Islam di sini adalah sebagaimana yang tercantum dalam wahyu mengenai pencipta, ciptaan-Nya, hubungan antara ciptaan dan pencipta, hubungan antara sesama ciptaan-Nya dan utusan yang menyampaikan risalah (rasul).

Epistemologi

Landasan ini merupakan dasar ajaran Islam yaitu al-Quran dan al-Hadits. Dari kedua sumber itulah muncul pemikiran-pemikiran terkait masalah-masalah keislaman dalam berbagai aspeknya termasuk filsafat pendidikan. Apa yang tercantum dalam al-Quran dan al-Hadits merupakan dasar dari filsafat pendidikan Islam. Hal ini pada dasarnya selaras dengan hasil pemikiran para filosof Barat, karena akal sehat tidak akan bertentangan dengan wahyu. Jika terjadi ketidakcocokan berarti itu bukan karena kesalahan wahyu itu, namun itu adalah hasil pikiran yang belum mampu menjangkau apa yang dimaksudkan oleh landasan tersebut.

Aksiologi

Yang tidak kalah pentingnya adalah kandungan nilainya dalam bidang pendidikan. Ada tiga hal yang menjadi nilai dari filsafat pendidikan Islam yaitu:

a) Keyakinan bahwa akhlak termasuk makna yang terpenting dalam hidup, akhlak di sini tidak hanya sebatas hubungan antara manusia, namun lebih luas lagi sampai kepada hubungan manusia dengan segala yang ada, bahkan antara hamba dan Tuhan.

b) Meyakini bahwa akhlak adalah sikap atau kebiasaan yang terdapat dalam jiwa manusia yang merupakan sumber perbuatan-perbuatan yang lahir secara mudah.

c) Keyakinan bahwa akhlak islami yang berdasar syari’at yang ditunjukkan oleh berbagai teks keagamaan serta diaktualkan oleh para ulama merupakan akhlak yang mulia.

Bertolak dari tiga kajian di atas, setidaknya kita telah memiliki pandangan dan arah yang akan dilakukan oleh filsafat pendidikan Islam tersebut.

Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Islam

Terdapat tiga aliran utama dalam pemikiran filosofis pendidikan Islam, yaitu: (1) Aliran Agamis-Konservatif, (2) Aliran Religius-Rasional, dan (3) Aliran Pragmatis-Instrumental. Penjabaran tentang ketiga aliran tersebut dapat dilihat berikut ini.

Aliran Konservatif (al Muha>fidz})

Aliran ini cenderung bersikap murni keagamaan yang mencakup ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat sekarang dan akan membawa manfaat kelak di Akhirat. Para pelajar harus mengawali belajarnya dengan mengkaji Al Qur’an dan Ulumul Qur’an, lalu dilanjutkan belajar hadi>thUlumul Hadi>thUs}ul Fiqh, Nah}wu, dan S}araf.

Para ulama yang termasuk dalam kategori aliran pemikiran pendidikan ini adalah Al-Ghazali, Zarnuji, Nasiruddin Al-Thusi, Ibnu Jama’ah, Sahnun, Ibnu Al-Haitami, dan Abdul Hasan Ali bin Muhammad bin Khalaf (al-Qabisi).

Al-Thusi – sebagaimana dikutip Muhammad Jawwad Ridha-menganalogikan jeinis ilmu yang pertama dengan makanan pokok, sedangkan jenis ilmu yang kedua dianalogikan dengan obat yang hanya dimakan sewaktu terpaksa. Selain dua jenis ilmu tersebut, ada pula ilmu yang hukum mempelajari termasuk fad}i>lah (keutamaan, anjuran), seperti mempelajari tentang deatilnya ilmu hitung dan ilmu kedokteran. Terkait dengan ini, maka ilmu dapat dipilah menjadi ilmu terpuji dan ilmu yang tercela.

Al-Ghazali membagi ilmu-ilmu adat dan ilmu-ilmu komplementer, termasuk di dalam filsafat, menjadi empat bidang. Pertama, ilmu ukur dan ilmu hitung. Disiplin ilmu ini boleh dipelajari dan dilarang apabila membahayakan bagi yang mempelajarinya karena dapat mengantarkan pada ilmu tercela. Kedua, ilmu mantiq (logika), yaitu ilmu yang berkaitan dengan dalil (argumentasi) dan syarat-syaratnya. Ketiga, ilmu ketuhanan (teologi), yaitu ilmu yang berisi tentang kajian eksistensi Tuhan. Keempat, ilmu kealaman. Sebagian ilmu ini dianggap bertentangan dengan syara’, agama, dan kebenaran. Sebagian lainnya mengkaji tentang anatomi tubuh, rincian organ-organ, perubahannya.

Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-Aqlany)

Menurut Ridha, aliran ini tidak jauh berbeda dengan aliran pemikiran tradisionalis-tekstualis (Naqliyyun). Aliran pemikiran pendidikan ini mengakui bahwa semua ilmu dan sastra yang tidak mengantarkan pemiliknya menuju kehidupan akhirat, dan tidak memberikan makna sebagai bekal di sana, maka ilmu demikian hanya akan menjadi bumerang bagi si pemilik kelak di akhirat.

Ikhwan al-Shafa adalah salah satu penganut aliran ini. Batasan ilmu menurut Ikhwan al-Shafa adalah gambaran tentang sesuatu yang diketahui pada benak (jiwa) orang yang mengetahui. Lawan dari ilmu adalah kebodohan, yaitu tiadanya gambaran yang diketahui pada jiwanya. Belajar dan mengajar tiada lain adalah mengaktualisasikan hal-hal potensial, melahirkan hal-hal yang terpendam dalam jiwa.

Selain Ikhwan al Shafa, yang termasuk aliran ini antara lain al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Miskawih. Pergumulan intensif kelompok Ikhwan al-Shafa dengan pemikiran filsafat Yunani telah memberikan landasan bagi aliran pendidikannya, yaitu bahwa pangkal segala sesuatu yang terkait dengan jiwa beserta semua potensinya, serupa dengan apa yang diutarakan oleh kecenderungan Gnostik.

Aliran Pragmatis (al-Dharai’iy)

Tokoh utama aliran ini adalah Ibnu Khladun. Pemikiran Ibnu Khaldun lebih banya bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada dataran aplikatif-praktis.

Aliran ini merupakan wacana baru dalam pemikiran pendidikan Islam. Apabila kalangan konservatif mempersempit ruang lingkupsekuler di hadapan rasionalitas Islam dan mengaitkannya secara kaku dengan pemikiran atau warisan salaf, sedangkan kalangan Rasionalis dalam sistem pendidikan (program kurikuler) berpikiran idealistik sehingga memasukkan semua disiplin keilmuan yang dianggap substantif bernilai, maka Ibnu Khaldun mengakomodir ragam jenis keilmuan yang nyata terkait dengan kebutuhan langsung manusia, baik berupa kebutuhan spiritual-ruhaniah maupun kebutuhan material-jasmaniah.

Daftar Pustaka 

Djumransjah, M. Filsafat Pendidikan, Malang: Bayumedia Publishing, 2006

Gandhi, Teguh Wangsa. Madzhab-Madzhab Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013

Haris, Abdul dan Kivah Aha Putra. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2012

Maksum Ali. Pengantar Filsafat, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012

Baca Juga: